Jet Tempur F-16 Thailand Ledakkan Kasino Milik Kamboja, Dituding Sudah Alih Fungsi Jadi Pusat Drone - Tribunnews
Jet Tempur F-16 Thailand Ledakkan Kasino Milik Kamboja, Dituding Sudah Alih Fungsi Jadi Pusat Drone - Tribunnews.com
Ringkasan Berita:
- Thailand menyerang fasilitas kasino milik Kamboja yang disebut sudah berubah fungsi menjadi pusat kontrol drone.
- Serangan Thailand disebut sebagai respons terhadap tindakan ofensif Kamboja pada 7 Desember yang melukai prajurit Thailand dan mengancam permukiman warga.
- PM Thailand Anutin menyatakan pihaknya telah menutup pintu negosiasi lantaran Kamboja terus melanggar isi perjanjian damai Kuala Lumpur
TRIBUNNEWS.COM - Pihak militer Thailand akhirnya mengonfirmasi sejumlah fasilitas milik Kamboja yang mereka serang menggunakan pesawat jet tempur F-16 pada Senin (8/12/2025).
Satu di antara bangunan milik Pemerintah Kamboja yang mereka gempur menggunakan Jet F-16 adalah bangunan kasino yang berdiri di dekat perbatasan Thailand.
Menurut keterangan resmi Tentara Kerajaan Thailand, pesawat tempur F-16 Thailand menghancurkan kasino tersebut karena menurut informasi dari intel mereka gedung tersebut sudah beralih fungsi selama konflik perbatasan terjadi.
Kasino tersebut terletak di seberang perbatasan Chong An Ma, Distrik Nam Yuen, Ubon Ratchathani.
Adapun intel mereka mengonfirmasi bahwa gedung kasino tersebut berfungsi sebagai stasiun kontrol drone milik Kamboja yang meneror Thailand selama ini.
Setelah meledakkan bangunan tersebut, angkatan udara Thailand mengaku fokus serangan mereka pada Selasa hari ini (9/12/2025) adalah menyerang pangkalan roket yang dinilai mengancam permukiman warga Thailand.
Pada Senin, Juru Bicara Tentara Thailand, Mayor Jenderal Winthai Suvaree juga mengungkapkan beberapa alasan kenapa pihaknya gencar melakukan serangan ke Kamboja pada awal pekan ini.
Mayor Jenderal Winthai menegaskan bahwa serangan ini merupakan respons dari pihaknya terhadap manuver ofensif Kamboja pada Minggu sore (7/12/2025) yang dinilai mencerminkan niat jelas untuk melukai masyarakat Thailand.
Seperti yang diketahui sebelumnya, serangan Kamboja pada hari Minggu melakukan penyerangan yang mengakibatkan sejumlah prajurit Thailand terluka.
Akibat kejadian tersebut, Winthai mengaku Thailand tidak memiliki pilihan selain melakukan pembelaan diri.
Respons Thailand, katanya, ditujukan untuk menghancurkan pangkalan roket Kamboja yang membahayakan personel militer maupun warga sipil.
Tindakan ini dilakukan karena sebelumnya Kamboja juga diketahui telah menggunakan artileri dan amunisi yang dijatuhkan dari udara terhadap pasukan Thailand di pangkalan Anuphong,
Adapun serangan di Anuphong tersebut menewaskan satu tentara Thailand dan melukai dua prajurit lainnya.
"Tujuan utamanya adalah menghancurkan sebanyak mungkin sistem tembakan pendukung Kamboja," ujar juru bicara tentara tersebut.
Ia juga menyampaikan bahwa Kamboja terpantau meningkatkan kesiapsiagaan pasukannya, dengan indikasi bahwa pasukan Kamboja telah mengidentifikasi koordinat serangan jarak jauh lebih dalam di wilayah Thailand.
Winthai juga menilai Kamboja sudah mengidentifikasi koordinat serangan di area dekat Bandara Buriram dan rumah sakit di Distrik Prasat, Surin, yang berjarak 30 kilometer dari perbatasan.
Karena inilah, Winthai menilai segala stasiun militer di Kamboja yang memiliki kemampuan ofensif berpotensi membahayakan keselamatan warga Thailand di perbatasan.
Di konferensi pers pada Senin tersebut, Winthai juga menekankan bahwa pihaknya tak akan mengincar kalangan masyarakat sipil di Kamboja dalam rangkaian operasi militer kali ini.
"Penggunaan kekuatan udara Thailand ditujukan secara eksklusif pada target militer Kamboja, dengan upaya membatasi cakupan kerusakan dan mencegah serangan pendukung tembakan Kamboja yang telah menimbulkan korban jiwa di Thailand," tegas Winthai
Juru bicara Angkatan Udara Kerajaan Thailand, Marsekal Udara Chakkrit Thammawichai juga turut buka suara terkait operasi militer yang mereka lakukan.
Chakkrit menyampaikan bahwa pihaknya juga telah menggelar pertemuan untuk melakukan koordinasi operasi militer ini bersama Satuan Tugas Suranaree.
Sama seperti halnya Winthai, Chakkrit menekankan bahwa operasi militer ini adalah respons terhadap aksi militer Kamboja yang mengancam keamanan nasional Thailand, keselamatan warga di wilayah perbatasan, serta personel militer yang bertugas di lokasi.
Perdana Menteri Thailand Sudah Hilang Kesabaran

Ditemui di tempat terpisah pada hari Senin, Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul juga menggelar konferensi pers setelah memimpin rapat koordinasi lembaga keamanan nasional di Gedung Pemerintah.
Usai rapat, ia menyampaikan pidato kepada publik Thailand bahwa sejak Minggu, bentrokan telah terjadi di sejumlah titik sepanjang garis perbatasan.
Serangan pada Minggu tersebut merujuk pada aksi baku tembak di provinsi Ubon Ratchathani, Si Sa Ket, Surin, dan Buri Ram yang berbatasan dengan Sa Kaeo oleh militer Kamboja.
"Hari ini, Dewan Keamanan Nasional telah mengadakan rapat dan memutuskan bahwa pemerintah akan bertindak sesuai resolusi Dewan Keamanan Nasional—yakni, melaksanakan operasi militer dalam segala situasi yang diperlukan akibat kondisi ini," ujarnya.
Anutin menyatakan operasi militer pada awal pekan ini adalah hal yang 'diperlukan' oleh pemerintah Thailand
“Thailand tidak pernah menjadi pihak yang memulai atau penyerang dalam bentuk apa pun, tetapi Thailand tidak akan mengizinkan adanya pelanggaran kedaulatan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa Thailand tidak akan mentolerir pelanggaran kedaulatannya dan akan bertindak sesuai prinsip perdamaian, keamanan, serta kemanusiaan.
Anutin kemudian menyatakan bahwa Thailand tidak akan lagi membuka pintu negosiasi dengan Kamboja.
Ia menyatakan tidak akan ada negosiasi lebih lanjut karena Thailand telah beberapa kali diserang terlebih dahulu, dan ini merupakan respons yang harus diambil.
“Sudah terlambat. Kami telah bersabar. Jika ingin pertempuran berhenti, sampaikan kepada pihak yang memulai (Kamboja),” sambung Anutin.
Deklarasi Kuala Lumpur secara jelas menetapkan bahwa isu antara Thailand dan Kamboja harus diselesaikan secara damai, namun Anutin menilai negara tetangganya tersebut tidak memiliki komitmen sama sekali untuk melaksanakannya.
Karena hal inilah, Anutin mengaku kesepakatan penyelesaian sengketa perbatasan yang ditandatangani di Kuala Lumpur pada Oktober lalu sepertinya sudah tak berlaku lagi.
“Saya tidak lagi mengingat hal tersebut.” ungkap Anutin menjawab pertanyaan terkait Deklarasi Kuala Lumpur.
(Tribunnews.com/Bobby)