Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Aceh Bencana Featured Lintas Peristiwa Spesial Sumatera

    Media Asing Soroti Fenomena Bendera Putih di Aceh - Tribunnews

    11 min read

     

    Media Asing Soroti Fenomena Bendera Putih di Aceh - Tribunnews.com

    Penulis: Theresia Felisiani

    Serambinews.com/Maulidi Alfata
    BENDERA PUTIH DI ACEH - Bendera putih berkibar di jalan lintas Aceh–Medan, simbol keputusasaan warga terdampak banjir bandang. Seorang anak laki-laki terlihat memegang bendera putih dalam aksi demontrasi tuntutan pusat menetapkan bencana nasional, di Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur, Selasa (16/12/2025). Fenomena korban bencana di Aceh kibarkan bendera putih mulai disorot sejumlah media asing.  
    Ringkasan Berita:

    TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Fenomena demo hingga korban bencana di Aceh mengibarkan bendera putih disorot media asing.

    Di Aceh sendiri gelombang demo disertai aksi pengibaran bendera putih terus bermunculan, buntut dari kekecewaan terhadap penanganan bencana ekologis yang melanda Aceh.

    Hingga saat ini, total sudah 1.059 orang meninggal dunia, 7.000 orang luka-luka, dan 197 orang dinyatakan hilang akibat bencana di Aceh dan Sumatra.

    Dari segi kerusakan, sebanyak 147.256 rumah rusak, 967 fasilitas pendidikan, 1.600 fasilitas umum, dan lainnya mengalami kerusakan.

    Baru-baru ini massa dari Koalisi Masyarakat Sipil Aceh Peduli Bencana Sumatera melakukan aksi demonstrasi dan pengibaran bendera putih di depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Kamis (18/12/2025).

    Puluhan bendera putih berkibar di bawah rintik hujan di depan masjid yang menjadi ikon Provinsi Aceh tersebut.

    Meski hujan turun, hal itu tak menyurutkan para peserta aksi untuk melontarkan ungkapan kekecewaan terhadap pemerintah.

    Bendera Putih di Aceh Disorot Media Asing

    Media asing menyoroti warga Aceh yang dilaporkan mengibarkan bendera putih

    Ini dimuat laman Singapura, Channel News Asia (CNA). Dikatakan bahwa warga Aceh telah mengibarkan bendera putih untuk menandakan mereka tidak lagi mampu mengatasi kondisi di sana.

    "Lebih dari 1.000 orang di pulau Sumatra telah meninggal dalam bencana yang terjadi sekitar 25 November," tulis laman itu dalam artikel berjudul ‘Sumatra floods: Aceh residents raise white flags in desperation as hunger, shortages bite’.

    "Namun, bantuan pemerintah kesulitan mencapai beberapa daerah terpencil dan selain kekurangan pangan dan listrik yang belum pulih, masalah kesehatan seperti demam, tifus, dan penyakit kulit juga menimpa para penyintas," tambahnya.

    "Warga telah mengibarkan bendera putih di depan rumah-rumah di desa-desa, di sepanjang jalan raya nasional, dan di pos-pos darurat serta lokasi evakuasi. Kantor-kantor pemerintah daerah juga mengibarkan bendera putih untuk memprotes apa yang digambarkan warga sebagai lambatnya respons pemerintah pusat terhadap bencana tersebut, menurut laporan media lokal," muat laman tersebut lagi.

    "Banjir telah menghancurkan ribuan rumah dan melumpuhkan ekonomi lokal, dengan pejabat pemerintah senior mengatakan bahwa rekonstruksi di seluruh wilayah yang terdampak di Sumatera diperkirakan akan menelan biaya setidaknya US$3,11 miliar."

    BENDERA PUTIH - Bendera putih berkibar di jalan lintas Aceh–Medan, simbol keputusasaan warga terdampak banjir bandang.
    BENDERA PUTIH - Bendera putih berkibar di jalan lintas Aceh–Medan, simbol keputusasaan warga terdampak banjir bandang. (Istimewa)

    Salah satu wilayah yang disebut memuat bendera putih adalah Kabupaten Aceh Tamiang, di Aceh Timur. Dikatakan bahwa bendera juga terlihat di sepanjang jalan raya nasional yang menghubungkan ibu kota Banda Aceh dengan Medan di Sumatera.

    Sementara itu, laman Prancis AFP, memuat tulisan tentang bagaimana warga Aceh korban banjir kini bertahan. Dalam artikel berjudul ‘Indonesians reeling from flood devastation plea for global help’, digambarkan bagaimana beberapa penyintas tak punya tempat tujuan setelah kehilangan rumah dan bisnisnya.

    "Nurlela Agusfitri tidak punya tempat tujuan setelah kehilangan rumah dan bisnisnya akibat banjir dahsyat yang menghancurkan pulau Sumatra, Indonesia, dan menewaskan lebih dari 1.000 orang," muatnya.

    "Hampir tiga minggu sejak banjir besar melanda pulau itu, Nurlela yang berusia 40 tahun berjalan tanpa alas kaki melewati pohon-pohon yang tumbang dan puing-puing, sementara para korban dan kelompok masyarakat sipil menyerukan bantuan internasional," katanya.

    "Nurlela mengatakan dia telah mengungsi bersama dua anaknya saat air menggenang di sekitar rumahnya di desa Pengidam, tempat dia biasa menjalankan kios yang menjual barang-barang seperti minyak goreng dan gula... Ketika dia kembali, tidak ada yang tersisa."

    Respons Mendagri dan Mensos

    Di lain pihak, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian akan mengecek kabar adanya warga Aceh yang  mengibarkan bendera putih. T

    Tito mengaku belum mengetahui secara perinci soal kabar tersebut, sehingga akan dicek lebih dulu. 

    “Saya belum tahu, nanti saya cek dulu,” kata Tito singkat, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/12/2025).

    Sementara Menteri Sosial (Mensos), Saifullah Yusuf alias Gus Ipul menyatakan, dirinya yakin bahwa Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) masih kuat dalam menangani bencana. 
    Menurut petinggi Nahdlatul Ulama (NU) itu, pemerintah daerah sudah bekerja dengan  baik, didukung oleh Pemerintah Pusat.

    Ia yakin, bencana di Sumatra dapat ditanggulangi bersama-sama oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat. 

    "Saya percaya Pak Gubernur masih cukup kuat," kata Gus Ipul kepada wartawan di sela-sela penyerahan bantuan kemanusiaan di Aceh, Selasa (16/12/2025), dikutip dari tayangan YouTube KompasTV.

    "Pemerintah daerah juga bekerja dengan baik, didukung oleh pemerintah secara keseluruhan. Insya Allah lah. Mari kita atasi bersama-sama," tambah Gus Ipul.

    Menanggapi soal bendera putih yang dikibarkan warga Aceh, Gus Ipul menoleh ke arah Mualem yang saat itu berada di dekatnya. Lalu, ia menyatakan optimisme bencana dapat diatasi dengan kerja sama antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

    "Semestinya kita bisa atasi ya, Pak Gubernur ya, bersama-sama," jelas Gus Ipul.

    Sekretaris Jenderal PBNU ini pun memuji para kepala daerah yang sudah bekerja keras dalam menangani bencana. Gus Ipul pun mengajak pemerintah bekerja sama. "Pak Gubernur siang malam juga bekerja, Pak Bupati, Wali Kota juga bekerja, yang lain juga sedang bekerja," jelas Gus Ipul.

    "Mari kita gandeng tangan untuk kita tanggulangi secara bersama-sama. Saya percaya, kita masih mampu dan bisa menanggulangi ini dengan baik, apalagi kalau ada kerja sama, kalau ada satu kolaborasi yang kuat," timpal Mensos.(cnbc/serambinews.com)

    Prof Humam Hamid: Bendera Putih di Aceh Bukan Menyerah Tapi Isyarat Darurat &Save Us

    Pengibaran bendera putih oleh warga di sejumlah wilayah terdampak banjir di Aceh menuai beragam tafsir.

    Namun, Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh, Prof Humam Hamid, menegaskan bahwa aksi tersebut bukan bentuk keputusasaan, melainkan sinyal darurat kepada negara.

    “Bendera putih itu bukan tanda putus asa. Itu isyarat darurat. Dalam bacaan saya, masyarakat Aceh sedang mengatakan bahwa negara belum sepenuhnya hadir bersama mereka,” ujar Prof Humam dalam dialog di Kompas TV, Selasa (17/12/2025) dikutip Serambinews (18/12/2025).

    Menurutnya, meski bantuan telah disalurkan melalui jalur laut dan udara, kebutuhan dasar warga terdampak belum sepenuhnya terpenuhi, terutama di wilayah tengah Aceh yang akses jalannya rusak parah.

    Prof Humam menyebut kondisi bencana kali ini sangat berat, bahkan dinilai lebih dahsyat dibandingkan tsunami dalam konteks kerusakan wilayah tertentu.

    “Beberapa asesmen menyebutkan siklon kali ini dampaknya lebih dahsyat dari tsunami. Bebannya luar biasa besar, dan negara sampai hari ini belum sangat mampu memenuhi seluruh kebutuhan,” katanya.

    Ia menyoroti fakta bahwa hingga hari ke-20 pascabencana, ribuan warga masih hidup dalam kondisi tidak layak.

    Puluhan ribu rumah di sedikitnya lima kabupaten/kota tertimbun lumpur hingga 2,5 meter, sementara hunian sementara belum tersedia.

    “Mereka tidak tahu mau tidur di mana. Ada yang di masjid, ada yang menumpang. Ini hari ke-20 dan belum ada huntara,” tegasnya.

    Prof Humam juga mengkritik ketimpangan antara laporan administratif dan realitas lapangan. Ia menyebut banyak laporan terlihat rapi di atas kertas, namun tidak mencerminkan penderitaan warga secara nyata.

    “Yang ada itu kebenaran administratif. Tapi di lapangan ada ground truth. Ada yang lapar, ada yang harus berjalan belasan kilometer menjemput makanan. Bagaimana dengan orang tua, orang sakit, single parent?” ucapnya.

    Terkait wacana bantuan asing, Prof Humam menilai pembukaan akses bantuan internasional bukanlah tanda kelemahan negara.

    “Negara kuat tidak bekerja sendirian saat krisis besar. Jepang, Amerika, mereka membuka diri. Ini bukan soal gengsi, ini solidaritas kemanusiaan,” katanya.

    Ia menegaskan, bendera putih yang dikibarkan warga semata-mata adalah pesan kemanusiaan.

    “Jangan marah pada bendera putih. Pertanyaannya bukan simbolnya, tapi kenapa orang sampai mengibarkannya. Itu pesan ‘save us’, tolong selamatkan kami,” tutup Prof Humam.

    (tribun network/thf/Tribunnews.com/Serambinews.com)

    Komentar
    Additional JS