Mengapa Perkebunan Sawit Merusak Lingkungan? - Kompas
Mengapa Perkebunan Sawit Merusak Lingkungan?
Sumber:
KOMPAS.com - Minyak kelapa sawit adalah komoditas nabati paling banyak dikonsumsi di dunia, ditemukan dalam hampir separuh produk supermarket.
Namun, di balik manfaatnya yang luas, minyak sawit telah menjadi isu lingkungan yang kompleks dan kontroversial karena kaitannya yang tak terpisahkan dengan deforestasi tropis secara masif.
Ekspansi perkebunan kelapa sawit, yang didorong oleh tingginya produktivitas sejak kumbang penyerbuk Elaeidobius kamerunicus diperkenalkan pada 1980-an, kini menjadi pendorong utama Kerusakan Lingkungan Sawit di Asia Tenggara.
Akibatnya, deforestasi dalam skala luas terjadi untuk memberi ruang bagi perkebunan baru.
1. Pendorong Utama Deforestasi di Asia Tenggara
Kawasan Asia Tenggara mencatat kehilangan hutan terbesar, khususnya di Pulau Kalimantan.
Studi menunjukkan bahwa di Malaysia, antara tahun 1973 hingga 2015, sekitar 60 persen hutan hujan yang hilang dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Sementara di Kalimantan, sekitar 15 persen kehilangan hutan terkait langsung dengan ekspansi kelapa sawit.
Profesor Jane Hill, peneliti dampak aktivitas manusia terhadap hutan hujan dari York University, menjelaskan bahwa industri sawit sering berkembang menggantikan hutan yang telah rusak akibat penebangan yang tidak berkelanjutan.
“Banyak dari hutan-hutan ini menghasilkan pendapatan dari penebangan kayu komersial,” ujarnya.
Hill menambahkan, praktik penebangan yang tidak berkelanjutan membuat hutan tidak lagi layak untuk produksi kayu, sehingga industri kelapa sawit kemudian berkembang menggantikan sumber pendapatan tersebut.

“Yang tersisa hanyalah mosaik petak-petak hutan yang tersisa di tengah lautan minyak sawit, urbanisasi, dan jalan,” tambah Jane.
2. Pelepasan Karbon dari Lahan Gambut
Ekspansi ini tidak hanya merusak hutan, tetapi juga berdampak pada wilayah rawa gambut—tempat penyimpanan karbon dalam jumlah besar.
Ketika lahan gambut dikeringkan untuk membuka perkebunan, karbon yang tersimpan terlepas ke atmosfer sebagai karbon dioksida, yang secara langsung memperburuk perubahan iklim.
Beberapa penelitian memperkirakan bahwa pengeringan lahan gambut di Malaysia dan Indonesia menyumbang sekitar 1 persen emisi gas rumah kaca global, angka yang sangat signifikan mengingat luas wilayahnya yang relatif kecil.
3. Ancaman Pembunuhan Satwa Liar Ikonik
Konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit menyebabkan kerusakan lingkungan masif dan drastisnya penurunan keanekaragaman hayati.
Studi menunjukkan kekayaan spesies serangga turun sekitar 40 persen, dan kurang dari seperempat spesies vertebrata hutan hujan mampu bertahan hidup.
Hewan-hewan ikonik seperti orangutan Kalimantan, badak Sumatra, dan gajah Kalimantan kini terancam punah akibat hilangnya habitat.
Selain kehilangan tempat tinggal, satwa ini juga diburu atau dibunuh.