Rudal Satan II Rusia Momok bagi Barat Meledak usai Lepas Landas - SINDOnews
3 min read
Rudal Satan II Rusia Momok bagi Barat Meledak usai Lepas Landas
Selasa, 02 Desember 2025 - 12:13 WIB
Rudal balistik antarbenua RS-28 Sarmat atau Satan II Rusia meledak dalam uji coba yang gagal. Misil ini telah menjadi senjata yang menakutkan bagi negara-negara Barat. Foto/Screenshot video The Telegraph
A
A
A
MOSKOW - Rudal balistik antarbenua (ICBM) RS-28 Sarmat Rusia, yang dikenal sebagai rudal Satan II atau Setan 2, meledak sesaat setelah lepas landas dalam uji coba yang gagal. Senjata yang mampu membawa banyak hulu ledak nuklir ini telah menjadi momok bagi negara-negara Barat yang bermusuhan dengan Moskow.
Mengutip laporan The Telegraph, Selasa (2/12/2025), misil itu diluncurkan dari lokasi uji coba Yasny di wilayah Orenburg, Rusia, pada Jumat lalu.
Hanya beberapa detik setelah lepas landas, ICBM RS-28 Sarmat menyimpang dari jalurnya dan mengeluarkan kepulan asap hitam, sebelum puing-puingnya yang berapi-api jatuh ke tanah.
Baca Juga: Rudal Nuklir Setan-2 Rusia Meledak saat Uji Coba, Pukulan Telak bagi Putin
Rudal tersebut mendarat di dekat landasan peluncuran dalam sebuah bola api raksasa, mengeluarkan kepulan asap ungu ke langit.
Ini bukan yang pertama kali uji coba misil berbahaya itu mengalami kegagalan. Pada uji peluncuran sebelumnya, yakni September 2024, senjata tersebut meledak di Kosmodrom Plesetsk, 800 kilometer di utara Moskow. Ledakan itu meninggalkan kawah besar di lokasi peluncurannya.
Presiden Vladimir Putin beberapa minggu lalu menyatakan harapannya bahwa RS-28 Sarmat akan siap beroperasi tahun depan, dengan mengatakan: "Tahun ini, kami akan melakukan uji coba tempur [RS-28 Sarmat], dan tahun depan, akan mengerahkannya untuk tugas tempur."
Rudal tersebut memiliki panjang 35 meter, dengan jangkauan sekitar 11.200 mil dan berat peluncuran lebih dari 200 ton. Ia dirancang untuk mengirimkan sejumlah hulu ledak nuklir ke target di Amerika Serikat dan Eropa.
Vyacheslav Volodin, anggota Dewan Keamanan Rusia, sebelumnya mengeklaim rudal tersebut dapat menghantam Parlemen Eropa di Strasbourg dalam waktu kurang dari empat menit.
Rudal itu dijadwalkan untuk dikerahkan pada tahun 2018, tetapi kegagalan pengujian yang berulang telah menyebabkan penundaan, dengan hanya satu uji penerbangan Sarmat yang dinilai sebagian berhasil hingga saat ini.
Defense Express, sebuah publikasi Ukraina yang berfokus pada pertahanan dan keamanan, menulis bahwa video-video yang dianalisis hampir pasti menunjukkan senjata yang gagal diuji coba itu adalah misil Satan II karena konfigurasi silo di lokasi uji Yasny dan tidak adanya pengumuman peluncuran satelit atau latihan pasukan strategis.
Pavel Podvig, seorang peneliti PBB dan direktur Proyek Pasukan Nuklir Rusia, mengatakan kepada The Telegraph bahwa rudal-rudal lain praktis dapat dikesampingkan.
“Sebenarnya hanya ada dua pilihan di sini [secara logistik]. Satu adalah rudal SS-18 yang lebih tua [kadang-kadang dikenal sebagai Satan I], atau Sarmat baru ini,” kata Podvig.
“Dengan rudal yang lebih tua, saya pikir itu tidak mungkin karena rudal itu belum diuji sejak 2013," ujarnya.
Lokasi uji nominal untuk rudal baru tersebut dipindahkan dari Plesetsk, 800 kilometer di utara Moskow, ke pangkalan udara Dombarovsky dekat Yasny setelah silo lainnya dihancurkan pada tahun 2024, kata Podvig.
Citra satelit dari peluncuran terbaru tampaknya menunjukkan rudal tersebut mendarat hanya sekitar setengah mil dari silonya dan meninggalkan kawah selebar 70 meter, menurut para analis.
Podvig mengatakan Rusia kemungkinan akan terus menguji coba rudal tersebut meskipun mengalami kegagalan.
“Dalam skala yang lebih besar, jelas ada anggapan bahwa Rusia membutuhkan rudal yang besar dan berat seperti ini yang dapat membawa banyak hulu ledak dan alat bantu penetrasi untuk melawan pertahanan rudal AS,” ujarnya.
“Jadi, ini lebih merupakan pernyataan politik daripada kemampuan militer. Jika dilihat dari manfaat militernya, Rusia akan baik-baik saja tanpa Sarmat, tetapi sifat politik dari program ini cukup signifikan, jadi mereka mungkin akan mencoba membuatnya berhasil.”
Etienne Marcuz, seorang peneliti di lembaga riset Foundation for Strategic Research Prancis, mengatakan: “Ini akan menjadi kegagalan kelima berturut-turut bagi rudal strategis ini, yang digadang-gadang sebagai andalan baru penangkal nuklir Rusia. Rudal yang diluncurkan dari kapal selam [SLBM] Bulava tampaknya tidak jauh lebih baik."
“Namun, penangkal nuklir inilah yang memungkinkan Rusia untuk terlibat dalam apa yang disebut ‘sanktuarisasi agresif’, yaitu, melancarkan perang agresi seperti invasi ke Ukraina sambil mengancam calon pendukung negara-negara yang diserang dengan pembalasan nuklir," paparnya.
Mengutip laporan The Telegraph, Selasa (2/12/2025), misil itu diluncurkan dari lokasi uji coba Yasny di wilayah Orenburg, Rusia, pada Jumat lalu.
Hanya beberapa detik setelah lepas landas, ICBM RS-28 Sarmat menyimpang dari jalurnya dan mengeluarkan kepulan asap hitam, sebelum puing-puingnya yang berapi-api jatuh ke tanah.
Baca Juga: Rudal Nuklir Setan-2 Rusia Meledak saat Uji Coba, Pukulan Telak bagi Putin
Rudal tersebut mendarat di dekat landasan peluncuran dalam sebuah bola api raksasa, mengeluarkan kepulan asap ungu ke langit.
Ini bukan yang pertama kali uji coba misil berbahaya itu mengalami kegagalan. Pada uji peluncuran sebelumnya, yakni September 2024, senjata tersebut meledak di Kosmodrom Plesetsk, 800 kilometer di utara Moskow. Ledakan itu meninggalkan kawah besar di lokasi peluncurannya.
Presiden Vladimir Putin beberapa minggu lalu menyatakan harapannya bahwa RS-28 Sarmat akan siap beroperasi tahun depan, dengan mengatakan: "Tahun ini, kami akan melakukan uji coba tempur [RS-28 Sarmat], dan tahun depan, akan mengerahkannya untuk tugas tempur."
Rudal tersebut memiliki panjang 35 meter, dengan jangkauan sekitar 11.200 mil dan berat peluncuran lebih dari 200 ton. Ia dirancang untuk mengirimkan sejumlah hulu ledak nuklir ke target di Amerika Serikat dan Eropa.
Vyacheslav Volodin, anggota Dewan Keamanan Rusia, sebelumnya mengeklaim rudal tersebut dapat menghantam Parlemen Eropa di Strasbourg dalam waktu kurang dari empat menit.
Rudal itu dijadwalkan untuk dikerahkan pada tahun 2018, tetapi kegagalan pengujian yang berulang telah menyebabkan penundaan, dengan hanya satu uji penerbangan Sarmat yang dinilai sebagian berhasil hingga saat ini.
Defense Express, sebuah publikasi Ukraina yang berfokus pada pertahanan dan keamanan, menulis bahwa video-video yang dianalisis hampir pasti menunjukkan senjata yang gagal diuji coba itu adalah misil Satan II karena konfigurasi silo di lokasi uji Yasny dan tidak adanya pengumuman peluncuran satelit atau latihan pasukan strategis.
Pavel Podvig, seorang peneliti PBB dan direktur Proyek Pasukan Nuklir Rusia, mengatakan kepada The Telegraph bahwa rudal-rudal lain praktis dapat dikesampingkan.
“Sebenarnya hanya ada dua pilihan di sini [secara logistik]. Satu adalah rudal SS-18 yang lebih tua [kadang-kadang dikenal sebagai Satan I], atau Sarmat baru ini,” kata Podvig.
“Dengan rudal yang lebih tua, saya pikir itu tidak mungkin karena rudal itu belum diuji sejak 2013," ujarnya.
Lokasi uji nominal untuk rudal baru tersebut dipindahkan dari Plesetsk, 800 kilometer di utara Moskow, ke pangkalan udara Dombarovsky dekat Yasny setelah silo lainnya dihancurkan pada tahun 2024, kata Podvig.
Citra satelit dari peluncuran terbaru tampaknya menunjukkan rudal tersebut mendarat hanya sekitar setengah mil dari silonya dan meninggalkan kawah selebar 70 meter, menurut para analis.
Podvig mengatakan Rusia kemungkinan akan terus menguji coba rudal tersebut meskipun mengalami kegagalan.
“Dalam skala yang lebih besar, jelas ada anggapan bahwa Rusia membutuhkan rudal yang besar dan berat seperti ini yang dapat membawa banyak hulu ledak dan alat bantu penetrasi untuk melawan pertahanan rudal AS,” ujarnya.
“Jadi, ini lebih merupakan pernyataan politik daripada kemampuan militer. Jika dilihat dari manfaat militernya, Rusia akan baik-baik saja tanpa Sarmat, tetapi sifat politik dari program ini cukup signifikan, jadi mereka mungkin akan mencoba membuatnya berhasil.”
Etienne Marcuz, seorang peneliti di lembaga riset Foundation for Strategic Research Prancis, mengatakan: “Ini akan menjadi kegagalan kelima berturut-turut bagi rudal strategis ini, yang digadang-gadang sebagai andalan baru penangkal nuklir Rusia. Rudal yang diluncurkan dari kapal selam [SLBM] Bulava tampaknya tidak jauh lebih baik."
“Namun, penangkal nuklir inilah yang memungkinkan Rusia untuk terlibat dalam apa yang disebut ‘sanktuarisasi agresif’, yaitu, melancarkan perang agresi seperti invasi ke Ukraina sambil mengancam calon pendukung negara-negara yang diserang dengan pembalasan nuklir," paparnya.
(mas)