Taliban Cari Celah Biar Konten Tayang di Medsos
Untuk mendongkrak konten Taliban, puluhan akun pro-Taliban bermunculan di Twitter dalam beberapa hari terakhir, yang dikabarkan membagikan lima video tersebut. Dalam 24 jam, video itu lebih dari setengah juta kali diputar.
Para peneliti mengatakan video-video itu merupakan bagian dari upaya Taliban mendapatkan legitimasi kekuasaan mereka di Afghanistan melalui penggunaan media sosial meski menentang aturan di platform tersebut.
Diberitakan sebelumnya, perusahaan media sosial yang mengikuti pedoman pemerintah, sebagian besar menetapkan Taliban sebagai organisasi teroris dan tidak mengizinkan konten Taliban di situs mereka.
Kondisi ini membuat Facebook, Twitter dan Youtube "kebingungan". Pasalnya perusahaan tidak memiliki jawaban apakah akan terus melarang kelompok itu untuk mengunggah konten, sedangkan berbagai negara tidak pasti apakah secara resmi mengakui Taliban sebagai penguasa pemerintahan Afghanistan atau tidak.
Hal itu telah menuai kritik karena perusahaan teknologi dalam beberapa bulan terakhir menangguhkan akun beberapa anggota Taliban lainnya.
Seperti contohnya Facebook dan YouTube menghapus akun juru bicara Taliban, Mohammad Naeem, pada hari Selasa hanya setelah The New York Times meminta komentar di akun tersebut.
Namun perusahaan enggan berkomentar mengapa akun itu bisa ada di platformnya, padahal akun dibuat sejak September 2020 yang sudah komitmen tidak mengunggah konten berbau terorisme.
"Sejauh ini, pendekatan perusahaan teknologi tidak terlalu efektif," kata Ayman Aziz, seorang peneliti independen yang mempelajari Afghanistan dan Pakistan selama lebih dari satu dekade.
"Taliban membangun kehadiran baru, dengan rezim baru mereka, secara online," sambungnya.
Akun pro Taliban bermunculan
YouTube dan Facebook mengatakan mereka melarang akun-akun pro Taliban dan menghapusnya ketika ditemukan. Di samping itu Twitter mengatakan bahwa mereka melarang konten kekerasan di platformnya.
Sejak 9 Agustus lalu, lebih dari 100 akun dan halaman baru bermunculan, baik itu mengaku milik Taliban atau kelompok yang disebut mendukung misi Taliban.
New York Times juga menemukan belasan akun pro-Taliban, termasuk dari pejabat senior Taliban yang telah ada selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun di situs-situs tersebut namun terbengkalai, tetapi menjadi lebih aktif dalam seminggu terakhir.
Saat ini terdapat banyak akun yang bekerja sama untuk memposting video, gambar dan slogan tentang pemerintahan Taliban. Seringkali mereka membagikan pesan satu sama lain untuk menyebarkan info terkait administrasi kotapraja lokal, serta menyebar kabar bahwa Taliban membawa perdamaian untuk Afghanistan.
Taktik Taliban di media sosial semakin mirip dengan kelompok teror lain yang mencoba mengubah reputasi mereka seperti Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, dan Hizbullah, di Lebanon, telah menggunakan media sosial untuk mempengaruhi masyarakat dunia dengan konten positif mereka.
Cara Taliban pun dinilai sukses menarik simpati pengguna media sosial. Contohnya, pengikut halaman Facebook resmi melonjak 120 persen menjadi lebih dari 49.000 pengguna pada hari Rabu. Di YouTube, video grup sudah mulai mendapatkan puluhan ribu kali putar, naik kurang dari 1.000 tampilan sebelumnya.
Facebook dalam beberapa hari terakhir mengaktifkan tim tanggap darurat untuk mengikuti situasi di Afghanistan dan menilai penggunaan produknya oleh Taliban, termasuk aplikasi perpesanan WhatsApp.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar