Dokter Sri Lanka Terpaksa Bekerja Minim Listrik dan Obat akibat Krisis: Seperti Mimpi Buruk Halaman all - Kompas
Dokter Sri Lanka Terpaksa Bekerja Minim Listrik dan Obat akibat Krisis: Seperti Mimpi Buruk Halaman all - Kompas.com
COLOMBO, KOMPAS.com - Para dokter Sri Lanka memperingatkan sejumlah besar orang dapat meninggal, karena sistem perawatan kesehatan berada di ambang kehancuran, di tengah pemadaman listrik yang melumpuhkan dan kekurangan obat-obatan yang menyelamatkan jiwa.
Krisis Sri Lanksa membuat “obat-obatan untuk mengobati serangan jantung, dan selang untuk membantu bayi yang baru lahir bernapas kekurangan pasokan di seluruh negeri,” kata pejabat dan petugas kesehatan.
Situasinya sangat mengerikan sehingga beberapa rumah sakit telah menangguhkan operasi rutin, dan sangat mengurangi jumlah tes laboratorium, menurut dokumen internal,
Dokter, perawat, dan petugas kesehatan lainnya akhirnya terpaksa turun ke jalan sebagai protes. Beberapa juga mendukung gerakan protes yang berkembang yang menyerukan pengunduran diri Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa.
Video Rekomendasi
“Semua rumah sakit Sri Lanka berada di ambang kehancuran,” kata Dr Senal Fernando, sekretaris di Government Medical Officers Association sebagaiamna dilansir Al Jazeera pada Senin (11/4/2022).
"Situasi akan memburuk dalam dua minggu ke depan dan orang-orang akan mulai sekarat jika tidak diambil tindakan sekarang."
Dia memperingatkan bahwa setiap kematian pasien karena kekurangan obat dapat mengakibatkan “kerusuhan di rumah sakit”. Pemerintah pun dinilai gagal mengakui atau transparan tentang tingkat keparahan krisis.
“Pemerintah tidak peduli. Mereka tidak memberi tahu orang-orang apa pun.”
Sri Lanka, negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang, sedang bergulat dengan krisis keuangan terburuknya dalam beberapa dasawarsa.
Ekonomi yang terpukul oleh pandemi Covid-19 terdorong ke ambang kehancuran, sebagian karena pemerintah Rajapaksa kekurangan cadangan luar negeri untuk melunasi utangnya.
Bagaikan mimpi buruk
Dokter mengatakan kekurangan pasokan dan pemadaman listrik telah menciptakan situasi bagaikan mimpi buruk.
Di dataran tinggi Nuwar Eliya tengah, seorang dokter di rumah sakit pemerintah mengatakan pemadaman listrik memaksanya untuk merawat pasien yang mencari bantuan di malam hari dengan menyalakan obor.
“Rumah sakit saya melayani orang miskin. Sebagian besar dari mereka mencari perawatan untuk kecelakaan dan cedera dan membutuhkan alkohol,” katanya kepada Al Jazeera.
“Dalam beberapa minggu terakhir, saya telah membersihkan, mengoleskan obat-obatan dan menjahit luka lebih dari dua lusin orang tanpa listrik.
“Rasanya seperti kita kembali ke abad ke-19.”
Dokter, yang berbicara dengan syarat anonim karena tidak berwenang untuk berbicara kepada media, mengatakan rumah sakitnya tidak memiliki antibiotik dan akan segera kehabisan kain kasa.
Sementara itu, di kota timur laut Polonnaruwa, di mana banyak orang mencari bantuan medis untuk gigitan ular, dokter lain mengatakan dia harus menggunakan lentera selama pemadaman.
“Tetapi mendiagnosis keparahan gigitan ular di bawah lentera tidak mudah,” katanya. "Nyawa orang dipertaruhkan".
Dia menambahkan bahwa klinik yang dikelola negara tempat dia bekerja harus mengirim kasus parah ke rumah sakit yang lebih besar. Tetapi kekurangan solar berarti mendapatkan ambulan pun semakin sulit.
Rumah sakit di kota-kota terbesar Sri Lanka telah terhindar dari pemadaman listrik, tetapi beberapa telah diperintahkan oleh pemerintah untuk menangguhkan operasi rutin dan mengurangi tes laboratorium, karena terbatasnya persediaan obat anestesi dan reagen.
Keadaan darurat
Para dokter Sri Lanka mengatakan ini bukan kebijakan yang "sehat atau berkelanjutan".
Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada presiden pada 7 April dan dipublikasikan pada Minggu (10/4/2022), Asosiasi Medis Sri Lanka (SLMA) berpendapat bahwa "apa yang dianggap situasi non-darurat dapat berubah menjadi masalah yang mengancam jiwa dalam beberapa jam".
Tanpa pengisian kembali pasokan yang mendesak, perawatan darurat mungkin juga harus dihentikan dalam hitungan minggu, atau bahkan hari.
“Ini akan mengakibatkan jumlah kematian yang sangat besar, yang kemungkinan akan melebihi jumlah kematian gabungan dari Covid, tsunami, dan perang saudara,” tambah surat itu.
Pernyataan itu merujuk pada tsunami Samudra Hindia 2004 dan 26 tahun perang saudara Sri Lanka antara militer dan separatis etnis Tamil.
Sekitar 31.229 orang tewas selama tsunami, sementara sekitar 100.000 orang tewas dalam konflik sipil. Korban pandemi negara itu mencapai 16.489.
Komentar
Posting Komentar