Polemik PPDB, DPR Usul Padukan Sistem Zonasi dan Seleksi Nilai Ujian seperti NEM
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg.inews.co.id%2Fmedia%2F600%2Ffiles%2Finews_new%2F2022%2F05%2F31%2Fppdb.jpg)
JAKARTA, iNews.id - Komisi X DPR RI mendorong pemerintah mengefektifkan satuan tugas (Satgas) Pemantauan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang akan dibuat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). Efektivitas Satgas diharapkan bisa mengurangi sengkarut PPDB, khususnya untuk sistem zonasi.
"Masalah terbesar yang kita hadapi dalam dunia pendidikan adalah sistem zonasi. Di mana-mana orang berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah dengan berbagai cara yang kurang baik, seperti hanya numpang tinggal sementara dan juga persoalan data yang kurang signifikan,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, Selasa (25/7/2023).
Seperti diketahui, banyak kecurangan terhadap praktik PPDB berbasis zonasi. Mulai dari temuan Kartu Keluarga (KK) palsu, sisipan nama pada KK sebagai anggota keluarga tambahan, hingga berbagai modus manipulasi yang dioperasikan semeyakinkan dan semasuk akal mungkin agar memenuhi syarat domisili sebagai prinsip dasar PPDB zonasi.
Terkait manipulasi jalur zonasi, Kemendikbudristek banyak menemukan upaya memasukkan anak ke kartu keluarga yang alamat rumahnya dekat dengan sekolah yang dituju. Bahkan Kemendikbudristek menemukan ada yang di dalam satu KK terdapat 10 hingga 20 anak.
Menyoroti hal tersebut, Dede menilai perlu ada pengawasan yang melibatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan pemantauan karena berkaitan dengan data kependudukan.
“Persoalan ini harus melibatkan Kementerian lain. Terutama Kemendagri soal kewenangan pengawasan daerah. Karena diduga banyak kecurangan penerimaan murid baru dengan menggunakan perpindahan domisili,” jelasnya.
Satgas PPDB yang akan dibuat oleh Kemendikbudristek merupakan salah satu rekomendasi dari Komisi X DPR RI menyusul carut marut PPDB. Selain melibatkan kementerian/lembaga terkait, Satgas PPDB yang dibuat Kemendikbudristek juga harus berkoordinasi dengan dinas pendidikan (disdik) dan Ombudsman wilayah setempat yang di daerahnya terdapat masalah.
Editor : Faieq Hidayat
Follow Berita iNews di Google News
Ombudsman dilibatkan karena banyak pejabat daerah yang turut memanfaatkan proses PPDB demi kepentingan pribadi, dengan melakukan sejumlah pelanggaran.
"Kami minta dikuatkan Satgas PPDB bersama dengan Ombudsman terutama di daerah-daerah untuk melakukan fungsi pemantauan dan pengecekan atas penyimpangan-penyimpangan, termasuk memberikan sanksi kepada pejabat-pejabat berwenang yang mana justru banyak menjadikan PPDB ini semakin lebih bermasalah, seperti minta uang, titipan dan sebagainya," papar Dede.
Selain jalur zonasi, manipulasi juga banyak terjadi dalam sistem PPDB jalur prestasi. Sebab kriteria jalur prestasi tidak jelas, maka sering kali seleksi dengan cara ini dijadikan celah banyaknya titipan untuk dimasukkan ke sekolah yang dituju hingga tekanan kepada pihak sekolah.
Oleh karena itu, kata Dede, rekomendasi lain dari Komisi X DPR RI kepada Kemendikbudristek adalah terkait perbaikan sistem PPDB jalur prestasi.
“Dalam rekomendasi, Komisi X DPR juga mendesak Kemendikbudristek untuk memperjelas mekanisme, definisi dan kriteria pada jalur prestasi. Karena kriteria yang tidak jelas banyak dijadikan kesempatan pihak-pihak tertentu untuk melakukan manipulasi,” katanya.
Dede pun mengusulkan penerimaan siswa baru dikembalikan seperti sistem pendaftaran sekolah terdahulu, yakni seleksi berdasarkan NEM (Nilai EBTANAS Murni). Namun sistem seperti ini diseleraskan dengan kebutuhan di masing-masing daerah.
"Maka kita akan minta segera membuat sistem baru yang lebih mengedepankan azas dan hak ke testing (ujian), misalnya bisa kembali kepada sistem ‘NEM’, namun testing-nya itu hanya buat pendaftar-pendaftar yang non-zonasi,” sebut Dede.
“Jadi sistem zonasi-nya masih tetap ada, ya zonasi bisa berkurang lah menjadi 20%, lalu ada sistem prestasi, itu non-akademik,” katanya.
Editor : Faieq Hidayat
Follow Berita iNews di Google News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar