Pilihan

Polemik Kenapa Indonesia Tidak Menganut Dwi Kewarganegaraan Halaman all - Kompas

 

Polemik Kenapa Indonesia Tidak Menganut Dwi Kewarganegaraan Halaman all - Kompas

JAKARTA, KOMPAS.com - Perbincangan mengenai kewarganegaraan ganda kembali muncul setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan sempat menyinggungnya dalam sebuah pernyataan.

"Kami juga mengundang diaspora Indonesia, dan kami juga segera memberikan mereka [diaspora Indonesia] kewarganegaraan ganda," ujarnya Selasa (30/4/2024) pekan lalu di sebuah acara Microsoft.

Menurut Luhut, kewarganegaraan ganda akan ditawarkan agar diaspora Indonesia mau pulang dan membantu perekonomian di Tanah Airnya, karena akan "membawa orang-orang Indonesia yang sangat terampil kembali ke Indonesia."

Baca juga: Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Wacana dwi kewarganegaraan sebenarnya sudah lama dibahas dan hingga kini belum ada langkah nyata untuk mewujudkannya.

Setidaknya sudah lebih dari 15 tahun warga diaspora Indonesia di seluruh dunia mencoba untuk memperjuangkannya, ujar Hendra Wijaya, Presiden Indonesian Diaspora Network (IDN) Australia.

"Prosesnya saya rasa sudah cukup panjang, cukup lama, karena ini menyangkut Undang-Undang negara," kata Hendra ketika dihubungi ABC Indonesia.

"Waktu itu kita sudah melalui banyak cara, dengan banyak melakukan pendekatan dengan wakil rakyat supaya Undang-undang (kewarganegaraan) diubah."

Bila menjadi UU, batasan hak terhadap WNA yang nantinya berkewarganegaraan ganda harus jelas.

Lihat Foto

Masalah kewarganegaraan Indonesia diatur dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2006 yang hanya mengenal asas kewarganegaraan tunggal.

Indonesia cukup "hati-hati"

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Nur Widyastanti, akrab disapa Tanti, mengatakan bahwa memiliki dwi kewarganegaraan sebenarnya mungkin, namun perjalanannya masih panjang.

"Karena Indonesia itu menurut saya cukup hati-hati," katanya.

Tanti menjelaskan, Indonesia secara politik "bukan negara yang cukup kuat", terutama dalam hal bernegosiasi, tidak seperti negara lain yang memperbolehkan warganya punya lebih dari satu kewarganegaraan, seperti Amerika Serikat atau Jerman.

"Misalnya kalau orang punya kewarganegaraan ganda, berarti dia ini tunduk pada dua hukum negara, berarti dia juga harus bayar pajak pada dua negara," katanya.

"Kalau misalnya... harus membela dua negara kan enggak mungkin ya?" katanya.

Permintaan dwi kewarganegaraan dinilai terbanyak datang dari kelompok perkawinan campur.

Lihat Foto

Menurut Tanti, mewujudkan dwi kewarganegaraan membutuhkan waktu yang lama, karena untuk memperpanjang batas umur memilih kewarganegaraan hingga umur 30 tahun saja harus melalui proses advokasi selama bertahun-tahun yang dilakukan warga dengan anak hasil perkawinan campur.

Baca juga: New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

Apa keuntungan untuk Indonesia?

Dengan terbatasnya lahan pekerjaan untuk warga Indonesia dengan keterampilan tertentu, Tanti berpandangan, usulan dwi kewarganegaraan bisa membawa dampak positif.

"Kelebihannya... kita tidak kehilangan orang-orang dengan kompetensi sebesar itu," katanya.

"Terus walaupun mereka bekerja di luar, mereka akan tetap punya kewajiban bayar pajak di Indonesia. Nah itu akan menjadi devisa masuk untuk Indonesia."

Hendra dari IDN Australia mengatakan, dwi kewarganegaraan ini juga akan membuka peluang ekonomi.

"Banyak para bisnis (yang) dengan dwi kewarganegaraan mungkin bisa tertarik untuk bisa menyumbangkan atau investasi ke Indonesia juga," ujarnya.

Adakah kerugiannya?

Meski menurut Tanti tidak ada kerugiannya, tetapi ada sejumlah kekhawatiran bagi Indonesia.

Di antaranya adalah jika memegang kewarganegaraan dari negara yang sedang bersengketa dengan Indonesia, serta kekhawatiran spionase.

Selain itu, akan semakin ada persaingan kepemilikan properti dan lapangan kerja.

Ditetapkannya kebijakan kewarganegaraan ganda bisa saja menimbulkan perebutan lapangan pekerjaan.

Lihat Foto

"Jadi kalau punya dua kewarganegaraan artinya dia kan boleh punya properti," kata Tanti.

Saat ini, PP nomor 41 tahun 1996 mengatur bahwa warga negara asing hanya boleh memegang hak milik properti bila bernilai di atas Rp 10 miliar.

Dari sisi pekerjaan, warga asing yang juga memiliki status warga negara Indonesia dikhawatirkan akan mengambil jatah pekerja kelas menengah-bawah warga Indonesia.

"Karena kalau (untuk sekarang) pekerjaan di Indonesia untuk warga negara asing minimal level-nya manajer, kecuali kalau dia jadi tenaga pendidik," ujarnya.

Baca juga: Produk Fesyen Indonesia Tembus Pasar Singapura melalui Pameran

Akankah mengembalikan diaspora ke Indonesia?

Menko Luhut mengajukan proposal dua kewarganegaraan ini dengan harapan menarik perhatian diaspora terampil kembali ke Indonesia.

Namun, Tanti merasa hal ini tidak akan mengembalikan diaspora yang "sudah terbiasa di luar" negeri.

"Kecil kemungkinan, kecuali kalau mereka sudah cukup tua, sudah lelah berada di luar negeri," katanya.

"Tapi selama masih di usia produktif kemungkinannya kecil yang mau benar-benar balik."

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Nur Widyastanti menilai proposal dwi kewarganegaraan masih merupakan perjalanan panjang.

Lihat Foto

Apa langkah selanjutnya?

Tanti mengatakan, proposal dwi kewarganegaraan harus melalui beberapa langkah sebelum akhirnya bisa diloloskan.

Untuk mengubah sebuah undang-undang, diperlukan rancangan undang-undang (RUU) yang berasal dari DPR atau presiden.

RUU ini harus disetujui DPR dan presiden untuk kemudian dibahas.

"Kalau sudah ada persetujuan bersama DPR dan presiden, baru nanti RUU itu masuk dalam Prolegnas, Program Legislasi Nasional," katanya.

"Kalau sudah masuk Prolegnas nanti baru bisa dibahas."

"Jadi panjang banget untuk perubahan Undang-Undang."

Pembicaraan tentang kewarganegaraan ganda harus disetujui DPR dan presiden dahulu untuk bisa maju ke langkah selanjutnya.

Lihat Foto

Menurutnya, topik kewarganegaraan ini belum mencapai persetujuan, bahkan di DPR, yang menurutnya "masih terpecah."

"Kalau semakin dekat iya sih, cuma kayaknya kalau saat ini belum ke titik yang cukup dekat," katanya.

"Apalagi saat ini kan Pak Luhut berada di pemerintahan Pak Jokowi yang akan segera berakhir... titik terangnya itu belum ketahuan.

"Cuma biasanya kalau ada pejabat yang sudah berani memberikan statement mungkin memang sudah ada sebuah rancangan yang pemerintah siapkan untuk itu."

Hendra mengatakan, diaspora Indonesia di luar negeri termasuk Australia akan terus mengadvokasikan kewarganegaraan ganda ini.

"(Kami) mengharapkan... usulan mengenai dwi kewarganegaraan untuk dipertimbangkan lebih serius lagi," katanya.

"Saya percaya walaupun kita ada di Australia, kita punya darah Indonesia, jadi kita mencintai Indonesia."

Menurut data Direktorat Jenderal Imigrasi, hampir 4.000 orang Indonesia menjadi warga negara Singapura antara 2019 hingga 2022.

Direktorat Jenderal Imigrasi pun mengakali ini dengan mengeluarkan Golden Talent Visa bagi warga negara asing dengan keahlian khusus untuk bisa berkontribusi bagi Indonesia.

Masalah kewarganegaraan ganda menimbulkan kontroversi pada 2016, ketika Presiden Indonesia Joko Widodo mencopot Arcandra Tahar dari jabatan menteri energi dan pertambangan, hanya kurang dari sebulan ia menjabat.

Diketahui Arcandra memegang paspor Amerika Serikat dan Indonesia.

Baca juga: Serangan Iran ke Israel Bisa Berdampak ke Perekonomian Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Komentar

Baca Juga

Opsi Media Informasi Group

Arenanews

Antaranews

Berbagi Informasi

Kopiminfo

Liputan Informasi 9

Media Informasi

Opsi Informasi

Opsitek