Bea Masuk Anti Dumping Produk Keramik Segera Berlaku, Importir Bahan Bangunan Protes - Bagian all

Pemerintah bersiap menerapkan bea masuk anti dumping (BMAD) untuk produk keramik. Kebijakan tersebut pun menuai protes dari importir bahan bangunan.

Bea Masuk Anti Dumping Produk Keramik Segera Berlaku, Importir Bahan Bangunan Protes. (Foto: MNC Media)
IDXChannel - Penerapan bea masuk anti dumping (BMAD) untuk produk keramik tengah memasuki tahap akhir. Pemerintah disebut-sebut bakal menerapkan BMAD keramik sampai 199 persen.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Forum Suplier Bahan Bangunan Indonesia (FOSSBI), Antonius Tan, mengatakan rencana penerapan BMAD keramik oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) tidak sesuai aturan yang berlaku, termasuk memenuhi ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Menurutnya, perhitungan tarif Anti Dumping Final dari KADI melanggar ketentuan WTO lantaran menggunakan secondary data yang didapat dari sumber Direktorat Jenderal Bea Cukai.
“Bukan menggunakan primary data yang didapat dan sudah diverifikasi secara langsung, terutama terhadap sistem pembukuan perusahaan oleh KADI berdasarkan hasil verifikasi lapangan di China pada periode 18 sampai dengan 29 September 2023 yang lalu di 9 pabrik produsen keramik di RRT,” ujar Antonius Tan, Jumat (12/7/2024).
“Hasil perhitungan sementara KADI berdasarkan primary data ini disampaikan pada Laporan Data Utama (Essential Facts), dengan temuan 6 - 99 persen,” ujar dia menambahkan.
Namun demikian, dia menilai KADI pada laporan akhir secara sepihak memutuskan untuk tidak menggunakan Primary Data masing-masing perusahaan tersebut karena adanya tuduhan terkait keabsahan data produsen keramik China yang disampaikan oleh pihak industri dalam negeri. Anton menyebut, data dari industri dalam negeri pun tidak memiliki dasar yang kuat.
“Lebih jauh, sistem cara perhitungan berdasarkan Secondary Data ini juga tidak dapat diberikan kepada pihak eksportir untuk dikonfirmasi dan diklaim oleh KADI sebagai data rahasia, sehingga tidak ada kesempatan untuk melakukan pembelaan,” tuturnya.
Apalagi pihak yang mengajukan petisi anti dumping hanya diwakili oleh tiga perusahaan di bawah Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) yakni PT Jui Shin Indonesia, PT Satyaraya Keramindoindah, dan PT Angsa Daya. Ketiganya beralasan geliat industri keramik sedikit melambat akibat kerasnya persaingan di pasar.
“Saat penyampaian Petisi Anti Dumping Ubin Keramik, yang melakukan hanya 26 persen dari total produsen dalam negeri, yang artinya 74 persen lainnya tidak terpengaruh dengan import,” kata Antonius.
Di sisi lain, kebutuhan terhadap keramik khusus seperti ubin porcelain sangat besar, dengan kapasitas produksi maksimum yaitu kurang lebih 70 Juta M2, sedangkan kebutuhan dalam negeri per tahun mencapai 150 Juta m2. Artinya terdapat selisih sebesar kurang lebih 80 juta m2 yang dipenuhi melalui impor.
“Adanya selisih antara kebutuhan pasar domestik dengan kemampuan produksi produsen keramik dalam negeri mengakibatkan impor menjadi satu-satunya solusi yang logis oleh importir legal yang melakukan impor dengan membayar Pajak Bea Masuk, yang sudah dikenakan Lartas SNI, Surveyor SGS, Safeguard Tax (BMTP), PPh dan PPn Impor,” ujarnya.
(FRI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar