2025-2030: Kompetisi Rusia, AS, China, India, dan Jepang Menuju Bulan Halaman all - Kompas

 Dunia Internasional 

2025-2030: Kompetisi Rusia, AS, China, India, dan Jepang Menuju Bulan Halaman all - Kompas

SECARA berurutan, Rusia (bersama Ukraina, Kazakhstan dan negara-negara lain yang dulunya bagian dari Uni Soviet), Amerika Serikat, China, India, dan Jepang adalah lima negara yang berhasil melakukan pendaratan di Bulan.

Diperlukan sistem dan teknologi kendali yang sangat canggih untuk dapat mendarat dengan selamat tanpa kerusakan di permukaan Bulan. Itu sebab baru lima negara di atas yang sanggup melakukannya.

Bulan yang mengorbit Bumi merupakan satelit alami tanpa atmosfer sehingga wahana yang akan mendarat di Bulan tidak dapat memperoleh bantuan perlambatan kecepatan melalui parasut ataupun gesekan dengan atmosfer, seperti halnya ketika akan mendarat di permukaan Bumi, planet-planet lain ataupun satelit-satelit alami lain yang beratmosfer (misalnya sejumlah bulan beratmosfer yang mengorbit Planet Saturnus dan Jupiter).

Akibatnya, lebih dari 50 persen wahana-wahana yang hendak mendarat di Bulan berakhir dengan kecelakaan akibat kecepatan yang terlalu tinggi, mengalami benturan (impact) hingga hancur menabrak permukaan Bulan.

Zelensky Ungkap Satu Tentara Korut yang Ditangkap Ingin Tetap di Ukraina, Satunya Mau Pulang

Baca juga: Program Trump dan Musk ke Bulan, Bakal Berhasil atau Gagal?

Misalnya, kejadian terakhir menimpa wahana ruang angkasa Rusia Luna-25 yang gagal mendarat dengan selamat lalu hancur menabrak permukaan Bulan saat mencoba melakukan pendaratan di Kutub Selatan Bulan pada 19 Agustus 2023.

Selang 4 hari kemudian, 23 Agustus 2023, wahana Chandrayaan-3 dari India menjadi wahana ruang angkasa pertama yang berhasil mendarat di Kutub Selatan Bulan.

Kutub Selatan Bulan menjadi target pendaratan utama saat ini karena banyaknya kandungan air di sana. MIT Technology Review edisi Mei 2020 menyebutkan potensi hingga 1 miliar ton air beku di Kutub Selatan Bulan.

Selain berguna untuk kebutuhan sehari-hari para astronaut, air juga dapat dimanfaatkan melalui Elektrolisis untuk pembuatan bahan bakar roket.

Melalui Elektrolisis, air dapat diuraikan menjadi komponen-komponen atom penyusunnya, yaitu Hidrogen dan Oksigen.

Hidrogen beserta Oksigen itu merupakan komponen kimia utama bahan bakar dan pengoksidasi berbagai roket modern.

Secara umum ada empat kategori utama misi ruang angkasa menuju Bulan. Pertama, misi pendarat (lander) seperti yang telah dijelaskan di atas.

Misi pendarat ini dapat disertai misi turunan seperti eksplorasi oleh astronaut, misi penjelajah (rover) oleh robot, hingga misi pembawa material Bulan ke Bumi (sample return).

Misi sample return tersebut dapat dilakukan dengan wahana ruang angkasa berawak (seperti Apollo 11 pada 1969) maupun oleh wahana ruang angkasa tanpa awak (misalnya Chang'e 5 pada 2020).

Kedua, misi "pembentur" (impactor). Berbeda dengan misi pendarat yang gagal dan kemudian menabrak permukaan bulan, misi pembentur memang sengaja dirancang untuk membentur permukaan Bulan.

Benturan yang terjadi dapat mengakibatkan semburan serpihan-serpihan permukaan Bulan yang kemudian akan dipelajari berbagai karakteristik fisik dan komposisi kimianya.

Ketiga, misi pelintas (flyby). Misi pelintas biasa dilakukan sebagai tahap awal untuk mempelajari wilayah permukaan Bulan tertentu yang akan menjadi target misi pembentur ataupun misi pendarat.

Keempat, misi pengorbit (orbiter). Misi pengorbit biasa dilakukan untuk mendokumentasikan berbagai wilayah di permukaan Bulan melalui wahana ruang angkasa yang bergerak mengelilingi permukaan Bulan pada ketinggian tertentu.

Baca juga: Mobil Terbang sebagai Alat Transportasi: Mimpi atau Dapat Jadi Nyata?

Wahana ruang angkasa yang digunakan dalam misi pengorbit ini dapat berupa wahana ruang angkasa berawak (misalnya Apollo 8 pada 1968) ataupun tanpa awak (misalnya Chandrayaan 1 pada 2008).

Selain misi pendaratan yang sudah dilakukan oleh Rusia, Amerika Serikat, China, India dan Jepang, berbagai negara lain juga telah melakukan misi impactor, misi flyby ataupun misi orbiter ke Bulan.

Negara-negara tersebut adalah Korea Selatan, Kanada, Australia, Uni Emirat Arab, Pakistan, Israel, Meksiko serta negara-negara Eropa yang tergabung dalam ESA (European Space Agency),

Dalam rentang 2025-2030, kompetisi menuju Bulan akan memasuki babak baru. Berbagai negara akan melakukan misi-misi yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

Puncaknya adalah kompetisi antara Amerika Serikat dan China yang dalam rentang waktu tahun 2025-2030 tersebut akan mendaratkan kembali manusia di Bulan.

Adapun India berencana melakukan misi mengirim manusia ke Bulan pada 2040 dengan sejumlah misi penting yang juga akan dilakukan dalam periode 2025-2030.

Sejumlah negara seperti Jepang, Arab Saudi, Singapura, Uni Emirat Arab, Canada dan European Space Agency bekerjasama dalam misi ke Bulan yang digagas Amerika Serikat melalui Program Artemis.

Sementara sejumlah negara lainnya seperti Rusia, Pakistan, Venezuela, Mesir dan Belarusia bekerjasama dalam misi ke Bulan yang digagas China melalui Program Chang'e.

Program Artemis dan Chang'e bukan hanya akan meniru kembali Misi Apollo yang telah dilakukan pada 1960-an.

Kedua program tersebut akan melakukan misi yang lebih revolusioner, yaitu membangun hunian manusia dalam bentuk stasiun ruang angkasa di orbit dan di permukaan Bulan.

Stasiun ruang angkasa di Bulan dapat digunakan untuk berbagai program hingga berbagai industri ruang angkasa masa depan.

Misalnya, keberadaan stasiun ruang angkasa tersebut dapat digunakan sebagai tempat berlabuhnya berbagai program eksplorasi ilmu pengetahuan lanjutan di Bulan.

Permukaan Bulan juga cukup ideal untuk dijadikan platform berbagai teleskop ruang angkasa berukuran raksasa.

Orbit Bulan yang relatif stabil dapat mengurangi kompleksitas peluncuran teleskop ruang angkasa dari Bumi menuju orbit tersendiri.

Permukaan Bulan yang luas juga memungkinkan pembangunan teleskop ruang angkasa yang jauh lebih besar dibanding yang ada saat ini.

Ketiadaan atmosfer di permukaan Bulan juga meminimalkan distorsi terhadap input foton dari berbagai bintang, galaksi dan benda-benda langit lainnya.

Industri ruang angkasa juga memiliki kesempatan untuk tumbuh pesat dengan keberadaan stasiun ruang angkasa di orbit dan permukaan Bulan.

Mulai dari industri pariwisata ruang angkasa hingga industri pertambangan ruang angkasa dapat menjadikan stasiun di Bulan sebagai dermaga transit.

Kemudian secara bertahap dapat dibangun berbagai "hotel", "resort" hingga "stasiun pertambangan ruang angkasa".

Baca juga: Starship: Menuju Penerbangan Hypersonic Jakarta-Amsterdam di Bawah 1 Jam?

Berbagai jalur "tabung lava" purba yang telah membeku di Bulan serta debu-debu Bulan yang disebut "regolith" sangat potensial untuk dimanfaatkan membangun jaringan hunian ataupun hotel yang relatif luas di Bulan.

Ditambah dengan keberadaan sumber daya air di sekitar Kutub Selatan Bulan, maka jaringan hunian dan hotel di Bulan tersebut dapat berlangsung secara berkelanjutan dalam jangka panjang.

Sebagian ilmuwan dan entrepreneur bahkan telah merancang berbagai model tabung "container" yang dapat digunakan sebagai "lahan" pertanian hidroponik di Bulan dengan memanfaatkan sumber daya air di sekitar Kutub Selatan Bulan tersebut.

Dengan demikian, di masa yang akan datang, makanan untuk koloni umat manusia di Bulan dapat dihasilkan secara mandiri tanpa bergantung pada suplai makanan dari Bumi.

Sementara itu, berbagai observasi dan sample material Bulan yang berhasil dibawa ke Bumi menunjukkan bahwa Bulan juga kaya dengan berbagai bahan tambang seperti Helium-3 dan Titanium.

Seperti dijelaskan European Space Agency (ESA) dalam artikel di website resminya dengan judul "Helium-3 Mining on the Lunar Surface", Helium-3 merupakan isotop Helium yang tidak bersifat radioaktif dan dapat memberikan energi pada reaktor fusi nuklir.

Karena tidak bersifat radioaktif, maka Helium-3 tidak menimbulkan limbah berbahaya bagi lingkungan. Helium-3 jarang ditemukan di Bumi, namun ada dalam jumlah yang melimpah di Bulan.

Mengapa demikian?

ESA menjelaskan bahwa penyebabnya karena Bumi dilindungi dengan medan magnetik, sementara Bulan tidak memiliki medan magnetik.

Akibatnya, selama miliaran tahun Bulan "dibombardir" oleh Helium-3 yang dibawa "Angin Matahari" (Solar Wind) tanpa terhalang medan magnetik apapun.

Sementara NASA memperkirakan sekitar satu juta ton Helium-3 terdapat di Bulan. Titanium pun merupakan bahan tambang berharga yang terdapat di Bulan.

Media Teknologi dari perusahaan ruang angkasa dan pertahanan "Northrop Grumman Now" Edisi Desember 2022 menyebutkan bahwa pada 2011 ilmuwan menemukan bijih Titanium di Bulan yang 10 kali lebih kaya dibanding yang ditemukan di Bumi.

Ketika dipadu dengan Aluminum atau Besi, Titanium dapat hasilkan material yang sangat kuat sekaligus ringan, tahan korosi dan tahan terhadap suhu ekstrem.

Material tersebut dapat digunakan untuk membuat mesin, implantasi medis ataupun kerangka struktur sangat kuat sekaligus ringan yang banyak digunakan dalam industri penerbangan.

Program Chang'e dan Program Artemis berpotensi mentransformasi eksplorasi umat manusia di Bulan menuju tahapan baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan industri ruang angkasa.

Program Chang'e telah dimulai sejak 2004. Penerbangan perdananya, Chang'e 1, dilaksanakan pada 24 Oktober 2007.

Hingga saat ini telah dilaksanakan 6 misi penerbangan, dengan penerbangan terakhir (Chang'e 6) dilakukan pada 3 Mei 2024.

Misi Chang'e 7 dijadwalkan untuk meluncur pada 2026 dengan menggunakan Roket Long March 5.

Misi ini akan meliputi misi orbiter, lander dan rover sekaligus untuk mengeksplorasi lebih lanjut wilayah Kutub Selatan Bulan.

Dua tahun kemudian, 2028, dijadwalkan peluncuran Misi Chang'e 8. Misi kedelapan tersebut untuk pertama kalinya akan mendemonstrasikan penggunaan teknologi cetak tiga dimensi (3D printing) untuk aplikasi ISRU (In Situ Resource Utilization).

Melalui ISRU, Chang'e 8 akan mendemonstrasikan pemanfaatan berbagai material yang ada di Bulan untuk membuat perlengkapan atau bangunan tertentu melalui teknologi cetak tiga dimensi.

Pemanfaatan material Bulan untuk manufaktur berbagai perlengkapan dan bangunan di Bulan merupakan kapabilitas penting untuk menjamin pembangunan Stasiun Ruang Angkasa yang berkelanjutan di orbit maupun permukaan Bulan.

Puncaknya pada 2030 akan dilakukan peluncuran wahana ruang angkasa Mengzhou dengan menggunakan roket Long March 10.

Mengzhou akan mengantarkan dua awak manusia mendarat di permukaan Bulan melalui wahana pendarat Lanyue.

Adapun Program Artemis dimulai pada 2017. Penerbangan perdananya dilakukan pada 16 November 2022.

Penerbangan Artemis I tersebut sukses menghantarkan wahana ruang angkasa Orion untuk mengelilingi Bulan dan kembali ke Bumi dengan selamat.

Selain itu, Orion berhasil mencatatkan sejumlah rekor penting. Rekor pertama Orion adalah jarak terjauh dari Bumi untuk wahana ruang angkasa yang akan membawa manusia, yaitu sejauh 432.210 km dari Bumi.

Itu berarti Orion telah menempuh jarak seribu kali lebih jauh dibanding jarak Stasiun Ruang Angkasa Internasional dari Bumi.

Jarak tersebut memecahkan rekor sebelumnya yang dipegang oleh wahana ruang angkasa Apollo 13 pada April 1970 sejauh 400.171 km dari Bumi.

Rekor kedua Orion adalah waktu terbang terlama tanpa berlabuh (docking) di stasiun ruang angkasa selama 25,5 hari.

Orion pun berhasil dua kali melintasi Bulan pada jarak 129 km dari permukaan Bulan.

Orion kemudian memasuki kembali atmosfer Bumi dengan kecepatan 40.234 km/jam yang selama 20 menit diperlambat hingga kecepatan 26 km/jam sebelum mendarat splashdown di dekat Pulau Guadalupe, Meksiko.

Suhu 2760 derajat Celsius, sekitar setengah dari suhu permukaan Matahari, dilalui dengan baik oleh Orion saat memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan tersebut di atas.

Penerbangan Artemis II dijadwalkan akan dilaksanakan akhir Tahun 2025 nanti. Dalam penerbangan kedua ini, wahana ruang angkasa Orion akan disertai empat orang awak.

Termasuk di antara empat awak tersebut adalah awak perempuan pertama dan awak kulit hitam pertama yang akan terbang mengorbit Bulan.

Saat ini astronaut perempuan yang terpilih adalah Christina Koch, seorang insinyur dan fisikawan dari North Carolina State University.

Adapun astronaut kulit hitam yang terpilih adalah Victor Jerome Glover, seorang Kapten Penerbang pesawat jet F/A-18 Super Hornet Angkatan Laut.

Victor juga meraih tiga gelar master, satu gelar dari Naval Postgraduate School dan dua gelar dari Air Force University.

Sementara itu, penerbangan Artemis III dijadwalkan pada akhir 2026. Misi dengan durasi total 30 hari ini akan mengantarkan empat orang astronaut ke Orbit Bulan.

Dua di antara empat astronaut tersebut kemudian akan mendarat di Kutub Selatan Bulan.

Artemis III juga untuk pertama kalinya akan menggunakan "Starship Human Landing System" dari SpaceX.

Pada 2027, tahap penting berikutnya, yaitu peluncuran "Lunar Gateway". Lunar Gateway adalah stasiun ruang angkasa yang dibangun mengorbit Bulan.

Stasiun ruang angkasa tersebut dibangun melalui kerjasama NASA dengan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA), Canadian Space Agency (CSA), European Space Agency (ESA) dan Mohammed Bin Rashid Space Center (MBRSC).

Fungsi sebagai laboratorium, pusat komunikasi dan hunian para astronaut akan menyatu dalam Lunar Gateway.

Artemis IV yang dijadwalkan meluncur pada 2028 akan mengirimkan modul hunian internasional I-HAB untuk Lunar Gateway.

Misi yang dijadwalkan berlangsung selama 30 hari itu juga akan membawa empat orang astronaut untuk mengorbit dan mendarat di Bulan.

Misi Artemis V dijadwalkan berlangsung pada 2030. Untuk pertama kalinya misi tersebut akan menggunakan wahana ruang angkasa Blue Moon dari perusahaan Blue Origin milik Jeff Bezos.

Misi yang akan berlangsung selama 30 hari itu bakal membawa serta modul komunikasi dan pengisian ulang bahan bakar "ESPRIT" (European System Providing Refueling, Infrastructure and Telecommunications), berguna untuk relay komunikasi dan pengisian ulang bahan bakar.

Sistem pengisian ulang bahan bakar di ruang angkasa tersebut akan menjadi yang pertama di orbit Bulan sekaligus menjadi sistem yang sangat penting untuk masa depan penerbangan ruang angkasa jarak jauh ("deep space") ke Mars, Asteroids dan berbagai destinasi ruang angkasa lainnya.

Jika Program Chang'e dan Program Artemis berhasil, maka akan terbuka peluang-peluang baru untuk perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan industri ruang angkasa dunia.

Potensi pariwisata hingga pertambangan ruang angkasa di Bulan dan berbagai asteroid pun akan semakin mendekati kenyataan.

Negeri kita Indonesia tentu dapat menjadi bagian dari inovasi-inovasi teknologi penerbangan dan ruang angkasa jika kita dapat memanfaatkan berbagai potensi yang telah Tuhan anugerahkan pada negeri tercinta ini.

Salah satu langkah penting untuk itu adalah pembangunan "Biak, Papua Aerospace Industrial Complex", seperti yang telah penulis sampaikan dalam artikel sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya 

Artikel populer - Google Berita