Efisiensi anggaran: TVRI dan RRI batal 'rumahkan' pegawai imbas efisiensi anggaran Prabowo – 'Saya berharap honor kami bisa kembali seperti semula' - BBC News Indonesia
Efisiensi anggaran: TVRI dan RRI batal 'rumahkan' pegawai imbas efisiensi anggaran Prabowo – 'Saya berharap honor kami bisa kembali seperti semula' - BBC News Indonesia
![](https://ichef.bbci.co.uk/news/1024/branded_indonesia/2780/live/e1862300-e94e-11ef-80e0-a5172a55ed51.jpg)
TVRI dan RRI batal 'rumahkan' pegawai imbas efisiensi anggaran Prabowo – 'Saya berharap honor kami bisa kembali seperti semula'
Sejumlah kontributor TVRI di daerah berharap honor yang mereka terima tidak berkurang. Mereka juga mengaku masih was-was lantaran komitmen pembatalan 'pemecatan' itu belum diterjemahkan dalam sebuah keputusan resmi. Mengapa tenaga kontributor rentan dipecat?
Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada Tadjuddin Noer Effendi mengatakan hal itu disebabkan oleh status kontributor sebagai pekerja lepas.
"Pekerja lepas itu habis dia kerja sudah lepas, tidak ada ikatan apapun. Jadi perusahaan bisa sesuka hati memberhentikan mereka," kata Tadjuddin saat dihubungi BBC News Indonesia, Rabu (12/02).
Dia pun merujuk pekerja lepas ini sebagai prekariat, kelas sosial pekerja yang hidup dalam kondisi tidak stabil dan rentan, seperti para pengemudi ojek online.
Sebelumnya, Dirut TVRI Imam Brotoseno berkomitmen untuk tak 'merumahkan' pegawainya. Hal itu disampaikan Imam dalam rapat dengar pendapat (RD) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (12/02).
"Kami berkomitmen untuk tidak lagi membuat kebijakan merumahkan dan PHK terhadap seluruh karyawan. Jadi tidak ada dampak buat mereka. Mereka tetap bisa bekerja kembali menerima penghasilan seperti semula," ujar Imam.
Senada, Dirut RRI I. Hendrasmo juga mengatakan lembaganya tidak akan melakukan PHK kepada pegawainya, seperti pengisi acara, kontributor dan lainnya.
Komitmen yang disampaikan mereka ini disambut positif oleh beberapa kontributor TVRI di daerah.
Namun sebagian berharap keputusan itu dilaksanakan secara utuh.
"Saya berharapnya honor kami bisa kembali seperti biasanya. Karena bagi saya sendiri di TVRI ini satu-satunya mata pencarian saya," kata salah-seorang kontributornya di Sumatra Barat.
Keputusan lembaga penyiaran publik untuk memberhentikan sementara pegawai mereka tidak lepas dari adanya efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah pusat.
Sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, kebijakan itu mulai berlaku awal Februari 2025.
![](https://ichef.bbci.co.uk/ace/ws/800/cpsprodpb/f02e/live/163416f0-e951-11ef-80e0-a5172a55ed51.jpg.webp)
Cerita kontributor TVRI yang 'dirumahkan'
Abdul, kontributor TVRI di Sumatra Barat, menatap dengan serius siaran langsung RDP Komisi VII pada Rabu (12/02) dari telepon genggam di rumahnya.
Dia mengaku merasa lega saat atasannya Dirut TVRI Imam Brotoseno menyatakan komitmennya untuk tidak merumahkan dan memecat karyawannya.
"Kalau memang keputusannya seperti itu, alhamdulillah. Karena jika kami tetap seperti ini tentu akan susah. Apalagi seperti saya yang sudah berkeluarga," kata Abdul kepada wartawan Halbert Chaniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia di Padang, Sumbar.
Bukan hanya dirinya, istri Abdul juga disebut bahagia mendengar kabar itu.
"Saya tadi menonton siaran langsung itu bersama istri dan terlihat juga kebahagiaan terpancar di wajahnya," katanya yang telah menjadi kontributor TVRI sekitar lima tahun.
Di balik kelegaan itu masih tersimpan rasa was-was.
Abdul khawatir keputusan itu tidak dilaksanakan secara utuh.
"Saya berharapnya honor kami bisa kembali seperti biasanya. Karena bagi saya sendiri di TVRI ini satu-satunya mata pencarian saya," katanya.
![](https://ichef.bbci.co.uk/ace/ws/800/cpsprodpb/c7f8/live/ad4cd7f0-e94e-11ef-80e0-a5172a55ed51.jpg.webp)
Baca juga:
Setiap bulan, Abdul mengaku mendapatkan total honor sekitar Rp3,5 juta, tergantung berapa banyak berita yang dia kirim.
"Untuk satu berita hard news dihargai Rp85.000, lalu untuk live dan lainnya dibayar Rp100.000," katanya.
Selain itu, pengalaman 'dirumahkan ini' pun membuat Abdul khawatir dengan status pekerjaannya sebagai pegawai lepas yang sewaktu-waktu dapat diberhentikan sepihak.
Ia pun berharap agar kontributor diberikan status yang jelas dan kesejahteraan yang lebih baik.
Keputusan 'merumahkan' kontributor TVRI, kata Abdul, terjadi pada awal Februari. Saat itu, dia diminta untuk berhenti mengirimkan berita sampai batas waktu yang tak ditentukan.
Selama dua pekan Abdul pun tidak bekerja, sampai kemudian dia mendapatkan undangan rapat internal secara daring dari TVRI Sumbar.
Dalam rapat itu, katanya, kontributor dapat kembali mengirimkan berita. Namun, kuotanya hanya 15 berita setiap bulannya.
"Itupun dibayarnya hanya Rp35.000. Kalau ditotal hanya sebesar Rp500.000 sebulan. Tapi masih lebih baik dibanding tidak mengirim berita seperti kemarin-kemarin," katanya.
![](https://ichef.bbci.co.uk/ace/ws/800/cpsprodpb/b34e/live/295d3740-e913-11ef-a319-fb4e7360c4ec.jpg.webp)
Di Sulawesi Selatan, seorang kontributor TVRI, yang dikenal dengan nama Nono, juga kembali ceria usai mendengar keterangan pejabat TVRI dalam RDP Komisi VII, di Jakarta, Rabu siang (12/02).
Dia pun langsung kembali bekerja meliput berita di wilayahnya.
"Alhamdulillah ini sudah lega karena tadi ada keputusannya dari DPR RI kayak ada angin segar, ada harapan untuk bekerja lagi," katanya kepada wartawan Darul Amri yang melaporkan untuk BBC News Indonesia dari Makassar.
"Karena selama ini kami [kontributor] dirumahkan. Sekarang ada harapan untuk kami," lanjutnya.
Walaupun sudah kembali liputan, dia pun masih menyimpan rasa was-was "karena ini baru dari keputusan DPR, belum ada keputusan resmi direktur TVRI nasional sama dari TVRI Sulsel juga."
Sebelum bekerja, dia menyempatkan diri untuk menyampaikan berita gembira itu ke keluarganya.
"Waktu itu [dirumahkan] orang tua tanya kenapa bisa dirumahkan? Waktu itu orang tua bilang cari kerja lain sambil menunggu," ujarnya yang menjadi tulang punggung keluarga dan membiayai adik-adiknya.
Pasalnya, selama dirumahkan, dia merasa tak nyaman.
Selain tidak memproduksi berita, dia juga tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarganya karena gajinya sebagai kontributor TVRI hanya dibayar perberita sebesar Rp100.000.
Dia pun mengaku sempat mencari lowongan pekerjaan lain.
"Selama satu minggu itu ketakutan pasti ada, saya pikir terus itu bagaimana statusku, apakah akan di PHK atau seperti apa? Apalagi sekarang susah cari pekerjaan. Semoga tidak terulang lagi," katanya.
Tidak hanya Nono, beberapa kontributor TVRI yang lain di Sulsel juga menyampaikan kegelisahan yang sama.
Beberapa dari mereka mengaku diminta bersabar dalam menjalani proses 'dirumahkan' ini.
Bahkan, ada juga kontributor yang mengaku diminta oleh atasannya untuk tidak membicarakan ini lebih luas ke publik.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar mengatakan pemberhentian sementara atau permanen karyawan dapat dilakukan jika perusahaan mengalami pailit.
"Ini kan tidak ada proses pailit di TVRI atau RRI kan? Di undang-undang ketenagakerjaan kan sudah diatur semua kan. Termasuk itu status PKWTT [perjanjian kerja waktu tidak tertentu] dan PKWT [perjanjian kerja waktu tertentu]," jelas Direktur LBH Pers Makassar, Fajriani Langgen.
"Jadi kalau dia [kontributor] dirumahkan dan tidak ada penjelasan maka itu berpotensi pelanggaran," Fajriani menambahkan.
![](https://ichef.bbci.co.uk/ace/ws/560/cpsprodpb/5089/live/832f7f00-e99d-11ef-b315-d3ad35f02f5e.jpg.webp)
TVRI: 'Kami berkomitmen tidak merumahkan atau PHK karyawan'
Dirut TVRI Imam Brotoseno mengaku telah memberhentikan sekitar 100 kontributornya di daerah.
Total TVRI memiliki sekitar 402 kontributor di seluruh Indonesia. Anggaran untuk posisi ini sekitar Rp6,7 miliar.
Pemberhentian sementara ini tidak lepas dari adanya keputusan pemerintah pusat untuk melakukan efisiensi anggaran, termasuk di TVRI.
Awalnya, efisiensi di TVRI mencapai sebesar Rp732 miliar, dari pagu anggaran awal sebesar Rp1,52 triliun. Efisiensi ini diambil dari anggaran belanja barang dan modal yang mencapai Rp1 triliun.
Efisiensi yang hampir mencapai 50% ini pun menyebabkan TVRI mengaku kesulitan membayar honor kontributor di daerah, presenter dan tenaga kontrak lainnya.
"Tidak bisa membayar narasumber, artis, seniman, pengisi acara, host dan jasa profesi produksi," kata Imam.
![](https://ichef.bbci.co.uk/ace/ws/800/cpsprodpb/af40/live/ddb192a0-e912-11ef-bdbc-47ce167e574a.jpg.webp)
Namun dalam perkembangannya, pemerintah melakukan restrukturisasi sehingga efisiensinya berkurang dari Rp732 miliar menjadi Rp455 miliar.
Artinya pagu anggaran yang dapat dimanfaatkan TVRI bertambah menjadi Rp1,06 triliun.
Imam mengatakan, TVRI tidak akan merumahkan dan melakukan PHK pegawainya.
"Kami berkomitmen untuk tidak lagi membuat kebijakan merumahkan dan PHK terhadap seluruh karyawan. Jadi tidak ada dampak buat mereka. Mereka tetap bisa bekerja kembali menerima penghasilan seperti semula," ujar Imam.
Imam menegaskan efisiensi anggaran di lembanganya tidak akan menyasar pada penghasilan dan pekerjaan pegawainya, termasuk para kontributor di daerah.
Bagaimana dengan RRI?
![](https://ichef.bbci.co.uk/ace/ws/700/cpsprodpb/9726/live/36b5d7d0-e9a4-11ef-a819-277e390a7a08.jpg.webp)
Senada Dirut RRI I. Hendrasmo juga berkomitmen tidak akan menghentikan sementara atau permanen pegawainya.
"Pengisi acara, kontributor, dan tenaga outsourcing dapat dipekerjakan kembali sesuai kebutuhan yang dialokasikan sebelumnya. Sudah ada nota dinas ke kasatker," kata Hendrasmo.
Dia menjelaskan bahwa lembaganya memiliki 979 kontributor di seluruh Indonesia. Anggaran untuk posisi ini sebesar Rp2,5 miliar.
Sebelumnya, RRI melakukan efisiensi ke karyawan yang berstatus tenaga lepas, seperti kontributor, penyiar dan posisi lainnya, yang digaji berdasarkan durasi waktu kerja atau kegiatan tertentu dan tidak terikat dengan tugas rutin RRI.
Efisiensi yang dilakukan ditubuh RRI awalnya berjumlah Rp334,09 miliar, dari total pagu anggaran awal Rp1,07 triliun.
Namun, kemudian dilakukan restrukturisasi sehingga efisiensi menjadi Rp170 miliar. Akhirnya total pagu di TVRI menjadi Rp899 miliar.
Sementara itu, Lembaga Kantor Berita Nasional Antara tidak mengalami efisiensi anggaran. Pagu anggaran lembaga ini tetap sebesar Rp547 miliar.
![](https://ichef.bbci.co.uk/ace/ws/800/cpsprodpb/5168/live/e3ca8c00-e912-11ef-bdbc-47ce167e574a.jpg.webp)
Mengapa kontributor rentan dipecat?
Baik TVRI dan RRI mengatakan bahwa kontributor mereka, umumnya berprofesi sebagai jurnalis, berstatus sebagai pekerja lepas. Mereka dibayar berdasarkan jumlah berita yang dikirim ke kantor media.
Sebagai contoh, kata seorang kontributor TVRI, satu berita video yang dia kirim dihargai Rp100.000.
Para kontributor ini adalah salah satu garda terdepan media dalam mendapatkan berita di seluruh Indonesia.
Lalu pertanyaanya, mengapa mereka mudah sekali dirumahkan bahkan diberhentikan dari pekerjaan?
Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada Tadjuddin Noer Effendi mengatakan biang keroknya adalah status mereka sebagai pekerja lepas.
"Pekerja lepas itu habis dia kerja sudah lepas, tidak ada ikatan apapun. Jadi perusahaan bisa sesuka hati memberhentikan mereka. Mereka tidak punya kekuatan seperti pekerja permanen. Dan tidak ada tanggung jawab perusahaan untuk jaminan sosial, jaminan kehilangan pekerjaan, kesehatan, bagi mereka," kata Tadjuddin.
Tadjuddin mengutip posisi pekerja lepas ini sebagai prekariat, istilah yang disebut oleh Standing Guy dalam bukunya berjudul The Precariat: The New Dangerous Class.
"Prekariat itu merujuk pada kelas sosial pekerja yang hidup dalam kondisi tidak stabil dan rentan. Seperti ojek online, secara politik memang mereka merupakan suatu kekuatan, tapi dari segi jaminan pekerjaan mereka sebagai pekerja lepas sangat rentan," ujarnya.
Rangkaian permasalahan ini, kata Tadjuddin, disebabkan oleh sistem ketenagakerjaan di Indonesia yang sangat lemah. Salah satunya adalah masih mengakomodir sistem kerja lepas pada sektor-sektor vital, seperti jurnalistik.
"Sistem ketenagakerjaan kita tidak manusiawi. Para pekerja lepas hingga kontrak dieksploitasi, disuruh kerja tapi tidak ada jaminan. Begitu ada efisiensi, mereka sangat mudah dipecat, tanpa ada tanggung jawab perusahaan," katanya.
"Seharusnya ada aturan dan sistem yang melindungi kelompok kerja ini karena ke depan berpotensi akan banyak posisi yang menggunakan sistem kerja lepas."
Bagaimana kesimpulan RDP di Komisi VII DPR?
Dalam kesimpulan RDP, Komisi VII DPR RI meminta TVRI, RRI, dan Antara melakukan beberapa hal yang telah disepakati bersama, yaitu:
- Tidak melakukan pemutusan hubungan kerja, merumahkan (pemberhentian sementara), pengurangan pegawai dan atau jurnalis, dan pemotongan honor kontributor di seluruh Indonesia serta menyampaikan kepada publik;
- Menyampaikan secara tertulis rincian program dan penggunaan anggaran hasil rekonstruksi yang dilakukan kepada Komisi VII sebagai bahan pengawasan;
- Melakukan efisiensi anggaran hanya pada kegiatan yang diatur dalam surat menteri keuangan.
--
Wartawan Halbert Chaniago di Padang dan Darul Amri di Makassar berkontribusi dalam artikel ini
Komentar
Posting Komentar