Imbas Hanifah Siswi SMAN 7 Cirebon Bongkar Pungli di Sekolah, Orangtua Ketir-ketir, Sosoknya Terkuak - Halaman all - Surya

 Pendidikan 

Imbas Hanifah Siswi SMAN 7 Cirebon Bongkar Pungli di Sekolah, Orangtua Ketir-ketir, Sosoknya Terkuak - Halaman all - Surya

SURYA.CO.ID – Keberanian Hanifah Kaliyah Ariij, siswi SMA Negeri 7 Cirebon, yang membongkar adanya pungutan liar (pungli) di sekolah, membuat ketir-ketir orangtuanya. 

Hal ini terungkap saat Hanifah diundang Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi ke Lembur Pakuan, Kabupaten Subang, belum lama ini. 

Saat itu, Dedi Mulyadi bertanya ke Hanifah apakah setelah aksinya membongkar pungli di sekolah viral, dia ada yang menegur. 

Hanifah mengaku orangtuanya di rumah kerap menanyakan hal itu kepadanya.

Orangtua juga berpesan kepada Hanifah untuk berhati-hati. 

Baca juga: Nasib Hanifah Siswi SMAN 7 Cirebon Nekat Bongkar Pungli Di Sekolah, Dedi Mulyadi Gerak Cepat Bantu

"Dirumah ada, orangtua pasti nanyain. Ati-ati kamu, takut ada oknum yang jahat sama kamu. 
Takut guru-guru jadi nurunin nilai kamu," ungkap Hanifah dikutip dari tayangan channel youtube Kang Dedi Mulyadi Channel pada Kamis (13/1/2025).

Siapakah orangtua Hanifah

Dikutip dari channel youtube yang sama, orangtua Hanifah ternyata pensiunan ASN di kantor BKKBN. 

Pekerjaan orangtua Hanifah ini sempat membuat Dedi Mulyadi heran. 

"Berarti ASN. Kok ASN dapat PIP ya?" tanya Dedi. 

Hanifah kemudian menjawab bahwa ia kurang tahu. 

Dedi kemudian menanyakan apakah Hanifah dan temannya tahu tujuan PIP untuk apa.

Hanifah menjawab tidak tahu.

Dedi membuka ponselnya dan mencari PIP di Google.

Dia menjelaskan bahwa PIP adalah Program Indonesia Pintar, yang berupa bantuan uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah yang diberikan kepada peserta didik yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin, untuk membiayai pendidikan. 

"Kamu kenapa mau nerima (PIP untuk warga miskin)?" tanya Dedi.

Hanifah menjawab bahwa siswa tidak diperbolehkan untuk menolak.

Sebenarnya, ia sudah menolak, tetapi diharuskan menerima bantuan itu. 

"Itu program untuk keluarga miskin. Kamu di rumah masuk kategori miskin enggak?" kata Dedi lagi.

Hanifah menjawab bahwa ia dan keluarganya termasuk keluarga sederhana.

Dedi menjelaskan bahwa warga masuk kategori miskin jika per harinya kadang dapat Rp 50.000 atau tidak dapat uang. 

Hanifah lalu membeberkan bahwa uang PIP dipakai untuk melunasi tunggakan SPP, sehingga diambil pihak sekolah. 

"Rp 1,8 juta dipotong Rp 250.000, sisanya Rp 1.550.000. Habis itu setengahnya untuk melunasi SPP, sisanya dibalikin (ke siswa) tapi dikirim bukan lewat rekening yang ditahan sekolah, tapi lewat rekening pribadinya pihak sekolah," jelas Hanifah.

Hanifah menjelaskan bahwa orang tuanya belum bisa membayar karena uangnya terbatas, dibagi-bagi dengan kebutuhan kakaknya. 

"Akhirnya tunggakan dibayar PIP, sisanya buat lunasin yearbook sama graduation," kata Hanifah.

Menurut Dedi, hal ini artinya uang itu habis untuk membayar kewajiban pada sekolah.

Dedi kemudian bertanya bagaimana cara Hanifah bisa mendapat program PIP. 

Secara persis, Hanifah kurang mengetahuinya.

Hanya saja, Dedi dan teman-teman didata pihak sekolah.

"Jadi yang dapat PIP semua anak yang belum dapat KIP. Jadi yang punya KIP bisa dapat dari KIP. Anak yang enggak punya KIP dapat PIP," jelasnya.

Tak Takut

Lebih lanjut, Dedi bertanya, hal apa yang membuat dia berani berbicara. 

Kata dia, berita mereka yang melaporkan pemotongan PIP sudah viral di mana-mana.

"Viral di (media) Kompas dan semua media. Sebelum saya tayangkan, sudah tayang di mana-mana, ramai. Apa yang membuat kamu berani?" tanya Dedi.

Hanifah menjelaskan bahwa ia kasihan kepada teman-temannya kalau tidak berani berbicara.

Terlebih saat ini ada masalah PDSS dan SNBP.

"Merembet ke yang lain. Kita dengar aturannya bahwa sudah tak boleh lagi ada pungutan kayak SPP dan uang gedung, jadi menurut saya kalau saya speak up nggak ada salahnya," tegas Hanifah.

Dedi kemudian bertanya, "Kamu nggak takut?" ucapnya.

Dengan tegas, Hanifah menjawab tidak. "Kenapa nggak takut?" tanya Dedi lagi.

Hanifah menjelaskan bahwa karena hal ini tidak ada salahnya dilaporkan.

Terlebih, dia menyampaikannya dengan sikap sopan.

"Tapi kan lumayan daripada nggak dapat. Kan dapat Rp 1,8 juta, dipotong Rp 200.000 kan masih sisa Rp 1,6 juta. Ngapain (laporan), apa ada ruginya?" kata Dedi.

Hanifah menegaskan bahwa ia melaporkan hal ini karena kasihan kepada anak-anak yang benar-benar membutuhkan.

"Soalnya ada teman kita yang benar-benar butuh. Banyak yatim piatu, sedangkan uang, buku tabungan, kartu, dan PIN ditahan sekolah," tegas Hanifah.

Dedi yang penasaran bertanya kenapa buku dan kartu ATM ditahan sekolah.

Hanifah mengatakan bahwa ia tidak mengetahuinya.

Sebelumnya, Hanifah mengadu adanya pungutan SPP dari sekolah hingga bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) yang dipotong sebesar Rp 200 ribu.

Menurutnya, uang itu bukan untuk sekolah, melainkan untuk partai politik.

"PIP kita yang diambil. Harusnya kan tiap siswa dapat Rp 1,8 juta."

"Tapi ternyata kita itu diambil Rp 250 ribu untuk partai. Kita ke bank, di depan pintu ada guru dari TU buat ambil buku tabungan, pin, sama kartu kita."

"Angkatan kita juga dimintai uang gedung Rp 6,4 juta."

"Sebelumnya kita dimintai Rp 8,7 juta, orang tua enggak terima kalau kita harus bayar Rp8 juta. SPP kita tiap bulan Rp200 ribu," ungkap Hanifah.

Bukan cuma itu, Hanifah juga mengadukan perihal adanya permintaan uang pembelian buku dan juga sumbangan masjid.

"Uang LKS Rp300 ribuan ke atas. Kelas 10 juga kita ada sumbangan masjid, seharusnya kan seikhlasnya tapi dipatoki Rp150 ribu," pungkas Hanifah.

Terkait hal ini, pihak sekolah pun mengaku memungut SPP Rp 200 ribu karena memiliki banyak utang.

"Itu tuh mungkin karena kita banyak utang pak, pembangunan," kata Wakasek Humas SMAN 7 Cirebon Undang Ahmad Hidayat.

Baca juga: Kisah Bripka Joko Polisi Samarinda Menyambi Jadi Penggali Kubur, Gratiskan Tarif untuk Warga Miskin

Soal uang PIP yang dipotong Rp 200 ribu, menurut dia, uang itu bukan untuk sekolah, melainkan untuk partai politik.

Bahkan, ia mengungkap bahwa pemberian PIP itu tidak tepat sasaran.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dedi Mulyadi Bertemu 2 Siswi yang Laporkan Pemotongan PIP, Tanya Duduk Perkaranya"

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya 

Artikel populer - Google Berita