Dunia Internasional,Rusia Ukraina
Trump: Zelensky Diktator, Damai dengan Rusia atau Kehilangan Ukraina

Dafar Isi
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky makin meningkat setelah Trump menyebut pemimpin Ukraina itu sebagai "diktator tanpa pemilu".
Pernyataan itu disampaikan Trump pada Rabu (19/2/2025) waktu setempat, sembari memperingatkan Zelensky bahwa jika ia tidak segera bergerak untuk mencapai perdamaian, maka Ukraina mungkin tidak akan memiliki negara lagi untuk dipimpin.
Komentar kontroversial ini muncul beberapa jam setelah Zelensky membalas pernyataan Trump yang sebelumnya menuduh Ukraina bertanggung jawab atas invasi penuh Rusia pada 2022. Zelensky menyatakan bahwa Trump telah terjebak dalam gelembung disinformasi Rusia.
"Seorang diktator tanpa pemilu, Zelensky lebih baik bergerak cepat atau dia tidak akan memiliki negara lagi," tulis Trump di media sosialnya, dilansir Reuters.
Menanggapi pernyataan tersebut, Menteri Luar Negeri Ukraina Andrii Sybiha menegaskan bahwa negaranya tidak akan dipaksa untuk menyerah.
"Kami akan mempertahankan hak kami untuk eksis," tulisnya di platform media sosial X.
Kontroversi Pemilu
Masa jabatan lima tahun Zelensky sebenarnya berakhir pada 2024. Namun, Ukraina memberlakukan hukum darurat militer sejak Februari 2022, sebagai respons terhadap invasi Rusia.
Di bawah hukum darurat ini, pemilihan umum tidak dapat diselenggarakan, termasuk pemilihan presiden dan parlemen.
Sementara itu, Rusia terus memperluas wilayah pendudukannya. Hingga kini, Moskow telah menguasai sekitar 20% wilayah Ukraina dan perlahan memperluas cengkeramannya di bagian timur.
Rusia berdalih bahwa operasi militernya dilakukan untuk merespons ancaman eksistensial dari upaya Ukraina bergabung dengan NATO. Namun, Ukraina dan negara-negara Barat menyebutnya sebagai invasi imperialis.
Zelensky, yang pada Rabu bertemu dengan utusan khusus Trump untuk Ukraina, Keith Kellogg, menegaskan bahwa tim Trump seharusnya lebih memahami "kebenaran" mengenai situasi di Ukraina.
"Kami memiliki bukti bahwa angka-angka ini sedang dibicarakan antara Amerika dan Rusia. Itu berarti, Presiden Trump... sayangnya hidup dalam ruang disinformasi ini," kata Zelensky dalam wawancara dengan televisi Ukraina.
Zelensky juga menepis klaim Trump bahwa tingkat dukungan publik terhadapnya hanya 4%, dengan menyebutnya sebagai propaganda Rusia. Berdasarkan survei terbaru dari Kyiv International Institute of Sociology (KIIS) pada Februari 2024, 57% warga Ukraina masih memercayai Zelensky.
Eropa Terkejut
Kurang dari satu bulan sejak menjabat sebagai Presiden AS, Trump telah mengubah kebijakan luar negeri AS secara drastis terhadap Ukraina dan Rusia. Ia mengakhiri upaya Washington untuk mengisolasi Rusia, dengan melakukan panggilan langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, serta mengadakan pembicaraan tingkat tinggi antara pejabat AS dan Rusia.
Pernyataan Trump yang menyebut Zelensky sebagai diktator langsung mendapat kecaman dari berbagai pemimpin dunia.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric menegaskan bahwa Zelensky tetap menjabat berdasarkan pemilu yang sah. Ketika ditanya siapa yang memulai perang, Dujarric dengan tegas menjawab, "Rusia telah menginvasi Ukraina."
Sementara itu, Kanselir Jerman Olaf Scholz menyebut pernyataan Trump sebagai "salah dan berbahaya," seperti yang dilaporkan oleh surat kabar Spiegel.
Di Eropa, para pejabat dibuat terkejut oleh langkah Trump dalam beberapa hari terakhir. Presiden Prancis Emmanuel Macron bahkan menggelar pertemuan darurat dengan para pemimpin Eropa di Paris untuk membahas dukungan lebih lanjut bagi Ukraina dan memperkuat pertahanan Eropa.
Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dijadwalkan akan mengunjungi Washington minggu depan untuk membahas konflik Ukraina dengan pemerintahan Trump, seperti dikonfirmasi oleh Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz.
Dalam percakapannya dengan Zelensky, Starmer menegaskan dukungan penuh terhadap pemimpin Ukraina yang terpilih secara demokratis.
"Sangat masuk akal untuk menangguhkan pemilu selama masa perang," ujar Starmer.
Pertemuan Trump dan Putin
Trump mengisyaratkan kemungkinan pertemuan dengan Putin bulan ini. Sementara itu, Putin sendiri menyatakan bahwa Ukraina tidak dilarang untuk berpartisipasi dalam negosiasi perdamaian, tetapi keberhasilannya bergantung pada tingkat kepercayaan antara Moskow dan Washington.
"Kami perlu memastikan bahwa tim kami mempersiapkan isu-isu yang sangat penting bagi Amerika Serikat dan Rusia, termasuk-tetapi tidak terbatas pada-perkara Ukraina, untuk mencapai solusi yang dapat diterima kedua belah pihak," ujar Putin dalam pidatonya yang disiarkan di televisi.
Namun, pembicaraan antara Rusia dan AS yang diadakan di Riyadh, Arab Saudi, pada hari Selasa tidak melibatkan Ukraina maupun negara-negara Eropa. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Rusia dan AS mungkin akan membuat kesepakatan tanpa mempertimbangkan kepentingan keamanan Ukraina.
Trump juga menekankan bahwa Eropa harus lebih berperan dalam menjamin kesepakatan gencatan senjata.
Zelensky, dalam upayanya mencari dukungan dari AS, telah mengusulkan hak eksklusif bagi perusahaan-perusahaan AS untuk mengeksploitasi sumber daya mineral Ukraina sebagai imbalan atas jaminan keamanan dari Washington. Namun, menurutnya, Trump belum memberikan tanggapan yang jelas.
"Amerika telah memberikan Ukraina US$67 miliar dalam bentuk senjata dan US$31,5 miliar untuk dukungan anggaran. Tetapi permintaan Trump agar kami memberikan US$500 miliar dalam bentuk sumber daya mineral bukanlah pembicaraan yang serius," kata Zelenskiy. "Saya tidak bisa menjual negara saya."
Sementara itu, Keith Kellogg, yang tiba di Kyiv sebagai utusan AS untuk Ukraina, menegaskan bahwa Washington memahami pentingnya jaminan keamanan bagi Ukraina. "Bagian dari misi saya adalah duduk dan mendengarkan," ujarnya.
Zelensky berharap kunjungan Kellogg dapat memberikan arah yang lebih jelas bagi kebijakan AS terhadap Ukraina. Dalam pidato radio malamnya, ia menekankan pentingnya "persatuan Eropa dan pragmatisme Amerika" dalam menghadapi ancaman Rusia.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Komentar
Posting Komentar