Respons Prabowo soal Aksi Demonstrasi di Era Pemerintahannya: Demo Itu Murni atau Ada yang Bayar? - Halaman all - TribunNews
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Prabowo Subianto buka suara terkait maraknya demonstrasi yang terjadi di awal pemerintahannya.
Mulanya, Prabowo mengatakan aksi demonstrasi yang terjadi belakangan adalah hal biasa di negara demokrasi seperti Indonesia. Dia menegaskan hal tersebut dijamin oleh UUD 1945.
"Masalah demo adalah biasa. Dalam negara sebesar kita, kan kita sudah sepakat yaitu berdemokrasi."
"Orang berdemo itu dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945, hak berkumpul, berserikat, dan sebagainya," katanya dalam pertemuan bersama enam pemimpin redaksi (pemred) media nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (6/4/2025), dikutip dari YouTube IDN Times.
Diketahui, enam pemred yang hadir dalam pertemuan tersebut yaitu Alfito Deannova Ginting (Pemred Detik), Lalu Mara Satriawangsa (Pemred tvOne), Uni Lubis (Pemred IDN Times), Najwa Shihab (Founder Narasi), Sutta Dharmasaputra (Pemred Harian Kompas), dan Retno Pinasti (Pemred SCTV).
Prabowo pun meminta adanya investigasi terhadap para demonstran yang menjadi korban kekerasan oleh aparat penegak hukum.
Lalu, Prabowo mempertanyakan terkait aksi demonstrasi itu murni gerakan masyarakat atau merupakan aksi bayaran.
Baca juga: Prabowo Janji Tak Akan Khianati Reformasi Meski Dukung UU TNI 2025: Saya Menghendaki Perubahan
Dia ingin demonstrasi yang terjadi belakangan harus dilihat secara obyektif.
"Coba perhatikan secara obyektif dan jujur, apakah demo-demo itu murni atau ada yang bayar? Harus obyektif, dong," katanya.
"Pertama, ada demo melawan efisiensi, demo katanya dana pendidikan akan dikurangi, jadi harus obyektif," sambung Prabowo.
Prabowo hanya menginginkan agar demonstrasi yang dilakukan masyarakat dilakukan secara damai dan tidak menyulut terjadinya kerusuhan.
"Kalau bakar-bakar ban, itu bukan (demonstrasi) damai," tuturnya.
Prabowo juga mengomentari terkait tindakan aparat yang melakukan kekerasan terhadap demonstran saat aksi demo digelar.
"Dan kenapa abusive? Kita punya pengalaman, saya mantan petugas keamanan juga. Kadang-kadang petugas dilempar plastik kencing, kadang-kadang dilempar isinya kotoran manusia," jelasnya.
Ketua Umum Partai Gerindra itu juga menilai bahwa kekerasan yang kerap diperlihatkan saat aksi demonstrasi oleh aparat penegak hukum untuk menghalau kelompok-kelompok tertentu yang dinilai memecah belah masyarakat.
"Jadi selalu dalam pengelolaan suatu negara, kita waspada, apakah ada kelompok-kelompok atau kekuatan asing yang ingin adu domba," jelasnya.
Prabowo juga menganggap aksi demonstrasi yang berujung kerusuhan tidak sesuai dengan kepentingan nasional dan rakyat.
Dia lalu mencontohkan demonstrasi di beberapa negara yang berlangsung damai tanpa terjadinya kerusuhan hingga berujung perusakan fasilitas umum.
"Kalau demo dibuat untuk menimbulkan kekacauan dan kerusuhan, ini menurut saya adalah melawan kepentingan nasional dan melawan kepentingan rakyat."
"Demo kenapa? Bisa di London, di Amerika, di mana demo nggak usah merusak pagar, nggak usah merusak terminal bus, ini kan uang rakyat," pungkasnya.
Daftar Demonstrasi Era Pemerintahan Prabowo-Gibran

Seperti diketahui, sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 lalu, pemerintahan Prabowo-Gibran dilanda gelombang demonstrasi menyangkut berbagai isu.
Adapun demo pertama bertajuk 'Indonesia Gelap' yang digelar pada 18 Februari 2025 lalu di depan Istana Merdeka, Jakarta.
Aksi tersebut digelar terkait keresahan kebijakan pemerintah soal program makan bergizi gratis (MBG), pemberian konsesi tambang terhadap organisasi masyarakat (ormas), hingga efisiensi anggaran.
Dalam aksi demonstrasi tersebut, para mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyuarakan delapan tuntutan terkait pemerintahan Prabowo-Gibran yaitu:
1. Menuntut Pencabutan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terkait Efisiensi
2. Menolak Pasal RUU Minerba
3. Adanya Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis
4. Pengkajian Ulang Pemangkasan Anggaran
5. Tuntut Diterbitkannya Perppu Perampasan Aset
6. Desakan agar Tukin Dosen ASN Dicairkan
7. Dihentikannya Pembuatan Kebijakan Tanpa Kajian atau Riset
8. Mendesak Dilakukannya Efisiensi Kabinet
Setelah aksi 'Indonesia Gelap', demonstrasi terjadi kembali di berbagai daerah usai disahkannya revisi UU TNI yang dianggap menimbulkan dwifungsi seperti di era Orde Baru (Orba) pada 20 Maret 2025 lalu.
Gelombang demonstrasi pun terus terjadi hingga berhari-hari di berbagai daerah seperti Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan beberapa kota lainnya.
Bahkan, aksi ini sampai menimbulkan korban luka-luka akibat kekerasan yang dilakukan aparat terhadap demonstran.
Tak cuma demonstran, jurnalis yang tengah meliput aksi tidak luput menjadi korban kekerasan.
Menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bayu Wardana, ada 18 jurnalis yang tercatat menjadi korban kekerasan selama meliput demonstrasi revisi UU TNI.
Baca juga: Dua Mobil Polisi Dirusak Massa Demo Tolak RUU TNI di Bekasi, Pelaku Diburu
Bayu menjelaskan bentuk kekerasan yang dialami para jurnalis yang menjadi korban itu beragam. Salah satu kekerasan yang dialami adalah kekerasan seksual.
"Kekerasan yang dialami ketika terjadi demonstrasi ada kami mencatat sampai saat ini ada 18 jurnalis dan jurnalis pers mahasiswa yang mengalami kekerasan," kata Bayu dalam konferensi pers secara daring pada 26 Maret 2025.
Ia menuturkan 18 jurnalis yang menjadi korban tersebut saat meliput aksi di berbagai daerah seperti Jakarta, Sukabumi, Bandung, Surabaya, dan Malang.
Bayu mengatakan sebagian kekerasan yang dialami jurnalis telah dilaporkan ke kepolisian meski pesimis akan diungkap secara tuntas.
"Artinya polisi jangan masuk angin dari 18 kasus ini atau 18 jurnalis ini kita dorong untuk pemerintah lebih tegas terutama polisi untuk tidak masuk angin," tuturnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Reynas Abdilla/Danang Triatmojo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar