Skip to main content
728

Ini Sejumlah Faktor yang Bikin RI Kalah Saing dari Vietnam - IDX Channel

 

Ini Sejumlah Faktor yang Bikin RI Kalah Saing dari Vietnam - Bagian all

Ekonom mengungkapkan sederet masalah yang membuat ekonomi Indonesia kalah saing dibandingkan dengan negara tetangga, Vietnam.

Ini Sejumlah Faktor yang Bikin RI Kalah Saing dari Vietnam (foto inews media group)

Ini Sejumlah Faktor yang Bikin RI Kalah Saing dari Vietnam (foto inews media group)

IDXChannel - Ekonom mengungkapkan sederet masalah yang membuat ekonomi Indonesia kalah saing dibandingkan dengan negara tetangga, Vietnam. 

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan, masalah premanisme, terutama yang marak terjadi di kawasan industri berpotensi merusak iklim investasi di Tanah Air. 

"Berantas premanisme di kawasan industri. Preman bisa berkeliaran di kawasan industri, dan seolah-olah dibiarkan begitu saja. Perlu shock therapy mereka yang melakukan itu," kata Wijayanto dalam sebuah diskusi online yang berlangsung di Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Masalah kedua, kata Wijayanto, adalah perizinan usaha yang dianggap masih menyulitkan pelaku usaha. Meskipun masalah ini sudah banyak dibahas sebelumnya, pada kenyataannya permasalahan izin masih terus ditemukan.

Sektor keuangan juga disebutnya perlu mendapat perhatian khusus. Wijayanto menyoroti tingginya net interest margin (NIM) perbankan yang menyebabkan kredit mahal dan sulit diakses. 

Selain itu, pasar modal juga dinilai kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Padahal, diakuinya, pengembangan pasar modal penting untuk menciptakan persaingan sehat dengan sektor perbankan, sekaligus menurunkan suku bunga dan menyediakan alternatif pembiayaan jangka panjang.

"Kalau ingin ekonomi itu vibrant, pasar modal harus dikembangkan. Karena ini menjadi persaingan sektor perbankan. Sehingga akan menekan turun suku bunga. Karena pasar modal menyiapkan pinjaman untuk yang sifatnya modal jangka panjang. Sedangkan perbankan sangat terbatas," tuturnya.

Masalah lain yang menurut Wijayanto perlu dibenahi adalah terkait kuota dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang banyak dimanfaatkan untuk kepentingan rent-seeking. Dia mencontohkan praktik manipulasi TKDN di sektor elektronik yang justru merusak.

"TKDN, ya kita tahulah praktik TKDN. Dan handphone katanya TKDN-nya 35 persen. Tapi sebenarnya praktiknya adalah impor dari China, ganti bungkus, kemudian dijual kepada produsen di dalam negeri, dan itu sudah dianggap sebagai TKDN," ujar Wijayanto.

"Kalau TKDN, kebijakan yang kelihatan indah, tetapi praktiknya seperti itu, sebenarnya ini berpotensi membuat Indonesia tidak menarik untuk investasi," ujarnya.

Wijayanto juga menyinggung pentingnya keseriusan dalam menyusun kebijakan terkait free trade agreement (FTA), insentif pajak, dan pemberantasan ekonomi bawah tanah. 

Dia mencatat bahwa sektor ekonomi informal di Indonesia mencapai lebih dari 15 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan merugikan penerimaan negara serta industri nasional.

Selanjutnya, sektor ketenagakerjaan juga perlu dibenahi, khususnya dalam hal kepastian hukum, pengaturan tenaga kerja asing, serta pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan yang harus bebas dari politisasi dan intervensi.

"Saya rasa di Vietnam dan di banyak negara, ini sudah tuntas sejak lama dan kita masih berjuang hingga detik ini," kata Wijayanto.

Masalah terakhir yang disorot adalah tingginya biaya logistik dan belum optimalnya infrastruktur yang ada.

Wijayanto menuturkan, jika Indonesia ingin bersaing dengan Vietnam, perlu dilakukan deregulasi besar-besaran dengan strategi yang konkret.

“Kita harus mengejar mereka dengan pendekatan neck to neck, eye to eye,” katanya.

(Fiki Ariyanti)

Posting Komentar

0 Komentar

728