Skip to main content
728

Pemerintahan Trump Larang Harvard Terima Mahasiswa Asing yang Tak Memenuhi Syarat Halaman all - Kompas

 Pendidikan Tinggi Internasional,

Pemerintahan Trump Larang Harvard Terima Mahasiswa Asing yang Tak Memenuhi Syarat Halaman all - Kompas

WASHINGTON DC, KOMPAS.com – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (ASDonald Trump mengambil langkah tegas dengan mencabut sertifikasi Program Mahasiswa dan Pertukaran Pengunjung (SEVP) di Universitas Harvard.

Kebijakan ini berdampak langsung pada mahasiswa asing yang sedang kuliah di Harvard, serta melarang universitas bergengsi tersebut menerima mahasiswa asing baru tanpa memenuhi sejumlah persyaratan yang ketat.

Menteri Keamanan Dalam Negeri, Kristi Noem, mengumumkan pada Kamis (22/5/2025) bahwa lembaganya menghentikan sertifikasi SEVP di Harvard.

Baca juga: Pemerintahan Trump Bekukan Dana Hibah Masa Depan untuk Harvard

Trump Perintahkan AS Lipatgandakan Produksi Tenaga Nuklir

Kebijakan ini menempatkan mahasiswa asing Harvard dalam posisi genting karena mereka harus segera pindah ke institusi lain yang masih memiliki sertifikasi, atau menghadapi risiko kehilangan status hukum di Amerika Serikat.

"Merupakan hak istimewa, bukan hak, bagi universitas untuk menerima mahasiswa asing dan mendapatkan keuntungan dari pembayaran biaya kuliah yang lebih tinggi untuk membantu menambah dana abadi mereka yang bernilai miliaran dollar," ujar Noem, dikutip dari NBC Boston pada Kamis (22/5/2025). 

Dia menyebut kebijakan ini sebagai peringatan bagi semua lembaga akademik di AS.

Noem menegaskan, Harvard harus menyerahkan dalam waktu tiga hari catatan aktivitas ilegal, berbahaya, mengancam, atau kekerasan yang dilakukan mahasiswa non-imigran dalam lima tahun terakhir.

Serta catatan disiplin semua mahasiswa asing di universitas tersebut agar bisa dipertimbangkan untuk sertifikasi ulang.

Pihak Harvard menolak tuntutan tersebut dan menyatakan kebijakan ini melanggar hukum.

Baca juga: AS Kembali Pangkas Dana Universitas Harvard Rp 45 Triliun

"Kami berkomitmen penuh untuk mempertahankan kemampuan Harvard dalam menampung mahasiswa dan akademisi internasional kami, yang berasal dari lebih dari 140 negara dan memperkaya Universitas dan negara ini secara tak terkira," kata juru bicara universitas.

Harvard juga memperingatkan, tindakan pemerintah dapat menimbulkan kerugian besar bagi komunitas dan misi akademisnya.

Ivan Toth-Rohonyi, mahasiswa internasional asal Hongaria, mengaku cemas dengan kebijakan ini. Ia berharap bisa lulus pada Desember nanti, tetapi langkah terbaru pemerintah membuat masa depannya tidak pasti.

"Ini benar-benar menakutkan, dan membuat masa depan tampak seperti tempat yang tidak terlalu menyenangkan," ujarnya. Ivan berencana mengajukan permohonan pindah ke universitas lain jika memungkinkan.

Saat ini, lebih dari 6.000 mahasiswa internasional tercatat kuliah di Harvard, yang merupakan lebih dari seperempat dari total pendaftarannya. Wisuda universitas akan dilangsungkan dalam waktu seminggu ke depan.

Profesor Harvard, Ryan Enos, menilai kebijakan ini sebagai serangan politik yang tidak adil terhadap institusi pendidikan swasta.

Baca juga: Ketika Harvard Menantang Trump: Pelajaran Geopolitik untuk Dunia Akademik

"Ini merupakan serangan yang keterlaluan terhadap sebuah lembaga swasta di Amerika Serikat atas dendam politik," katanya.

Ia juga menyayangkan langkah ini terjadi di tengah perseteruan antara Harvard dan pemerintahan Trump terkait tuduhan lingkungan antisemit di universitas tersebut, yang selalu dibantah pihak Harvard.

Sebelumnya, Departemen Pendidikan AS membekukan dana hibah sebesar 2,2 miliar dollar AS (sekitar Rp 35,8 triliun) dan kontrak senilai 60 juta dollar AS (Rp 977 miliar) kepada Harvard sebagai bagian dari gugus tugas yang meninjau isu antisemitisme.

William Shen, mahasiswa di Harvard Medical School, menyatakan bahwa meskipun universitas berusaha melindungi beberapa kelompok tertentu, langkah pemerintah ini akhirnya justru membahayakan seluruh mahasiswa internasional.

"Saya sangat berharap universitas dapat bekerja sama, dalam beberapa hal, dengan pemerintah," katanya.

Di sisi lain, laman Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai AS (ICE) menjelaskan bahwa mahasiswa asing di sekolah yang sertifikasi SEVP-nya dicabut memiliki tiga pilihan: pindah ke sekolah lain yang masih memiliki sertifikasi, mengubah status visa, atau meninggalkan Amerika Serikat.

Ryan Enos berharap keputusan darurat dapat dikeluarkan agar tidak mengganggu kehidupan para mahasiswa.

Baca juga: Trump Ancam Cabut Status Bebas Pajak Harvard Usai Tolak Tuntutan Pemerintah

"Yang saya harapkan mereka akan lakukan adalah mengajukan putusan darurat tentang hal ini sehingga tidak mengganggu kehidupan siswa-siswa ini dan saya berharap hal itu akan memungkinkan siswa-siswa ini untuk melanjutkan aktivitas mereka," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Posting Komentar

0 Komentar

728