Sulsel Surplus Hewan Kurban: Kebutuhan Hanya 48.701, Tersedia 136.817 Ekor - Halaman all - Tribun-timur


TRIBUN-TIMUR.COM - Menjelang hari raya Idul Adha 1446 Hijriah, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulawesi Selatan memastikan ketersediaan hewan kurban melimpah.
Disnakkeswan Sulsel, Minggu (25/5/2025), mengonfirmasi, jumlah ternak tersedia sebanyak 136.817 ekor. Rinciannya, 5.276 ekor Kerbau, 80.665 ekor Sapi, dan Kambing 50.876 ekor.
Sementara kebutuhan warga diperkirakan hanya sekira 48.701 ekor. Terdiri dari 3.449 Kerbau, 45.087 Sapi, dan 165 ekor Kambing. Sulsel pun surplus stok hewan kurban.
Kepala Disnakkeswan Sulsel drh Nurlina Saking menyatakan permintaan ternak cenderung naik setiap tahun, meski tidak signifikan.
“Tapi tetap tergantung kondisi ekonomi masyarakat. Peternak selalu siap, daya beli masyarakat menentukan,” katanya, Minggu (25/5/2025).
Baca juga: Wajo Siapkan 2.443 Hewan Kurban, Kerbau Absen 3 Tahun Berturut-turut
Nurlina mengaku terus memantau kesehatan hewan kurban melalui dinas kabupaten/kota, terutama menjelang puncak distribusi ternak ke tempat-tempat penjualan.
Juga terkait tata cara penyembelihan yang baik dan halal, bekerja sama MUI serta pengurus masjid.
“Sudah jalan pemeriksaan di daerah karena kabupaten/kota yang memberi kartu sehat,” kata Nurlina.
Dia mengimbau masyarakat yang berkurban mandiri tetap berkoordinasi dengan pengurus masjid setempat, terutama dalam hal penyembelihan dan pembuangan limbah, demi mencegah pencemaran lingkungan.
Sekarang sudah jauh lebih tertib. Pemotongan di sembarang tempat sudah jarang terjadi karena masyarakat semakin sadar pentingnya koordinasi.
Terkait pengawasan lalu lintas hewan ternak antar kabupaten/kota, Nurlina menilai masih rawan.
Saat ini, tidak ada lagi checkpoint atau pemeriksaan di perbatasan terkait hewan-hewan yang masuk dari luar provinsi. Sulsel, Sulbar, dan Sultra.
“Dulu ada check point. Kalau antar pulau masuk melalui pintu pelabuhan kan terdeteksi karena ada karantina,” kata Nurlina.
Ketiadaan checkpoint ini dikhawatirkan sulit mendeteksi kondisi kesehatan hewan-hewan ternak seperti sapi jika terjangkit penyakit.
Salah satu dikhawatirkan adalah pergerakan pedagang dari satu daerah ke daerah lain yang beresiko membawa penyakit seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Nurlina pun mengimbau pelaku usaha ternak menjaga kebersihan diri dan peralatan saat berpindah lokasi. Imbauan ini terutama berlaku jika mereka menemukan gejala penyakit pada hewan.
Pantauan tribun-timur.com, harga sapi di Makassar saat ini berkisar antara Rp12,5 juta hingga Rp50 juta per ekor, tergantung jenis dan bobotnya.
Amran, peternak asal Desa Salassae, Kecamatan Bulukumpa, Bulukumba menyebut menjual sekira 70 ekor sapi tahun ini.
Ada sapi Bali, sapi lokal, Limosin, Simental, dan Brahman. Harga paling murah Rp12,5 juta untuk bobot sekira 60 kg.
“Yang mahal Rp50 juta untuk jenis Limosin berbobot sekira 700 kg,” ujarnya di Jl Borong Raya, Kecamatan Manggala, Makassar.
Sementara itu, Sabir penjual sapi asal Gowa, menyewa lahan di Jl Hertasning Baru, perbatasan Makassar-Gowa, untuk menjual hewan kurban. Ia membawa 70 ekor sapi jenis Bali dan Limosin dari daerah Tombolo Pao, Gowa.
Harga sapi tahun ini naik sekira Rp1 juta dibanding tahun lalu. Sapi Bali dijual mulai Rp12 juta hingga Rp30 juta. Untuk limosin bisa sampai Rp50 juta. “Sepekan 20 ekor sapi terjual,” jelasnya.
Sabir memastikan seluruh hewan dijual dilengkapi surat keterangan pemeriksaan hewan kurban dari Dinas Peternakan Gowa.
Harus Selektif
Kepala Disnakeswan Sulsel Nurlina Saking menyebut masyarakat harus selektif memilih ternak kurban.
“Tolong sampaikan saudara kita hendak kurban, pastikan dari tempat telah ditetapkan Pemerintah,” katanya.
Nurlina menyebut kondisi hewan ternak harus bebas dari penyakit menular. Terlebih hewan ini akan dikonsumsi masyarakat umum.
Sebelum membeli hewan kurban, pembeli harus melihat surat keterangan sehat dari hewan tersebut.
Pastikan sudah diperiksa kesehatannya dan dapat kartu keterangan sehat dan sudah divaksin.
Secara visual, kesehatan hewan ternak bisa dilihat dari bulu bersih dan mengkilap, kemudian gemuk dan lincah.
Hewan tersebut memiliki nafsu makan baik, tidak cacat, pincang, buta, serta telinga tidak rusak.
Nurlina mengaku sudah memantau lalu lintas hewan ternak antar provinsi maupun antar pulau sejak Februari.
Proses pemenuhan dokumen lalu lintas ternak dikerjakan secara digital melalui aplikasi nasional. Mulai dari permohonan teknis hingga sertifikasi kesehatan. Ternak tersebut wajib bebas virus PMK.
Sistem lalu lintas ternak dinilai sudah rapi dan teratur. Sebab daerah terdeteksi memiliki penyakit menular, terutama pada ternak sapi, tidak diizinkan mengirim ternak ke wilayah bebas penyakit.
“Untuk saat ini, cukup tertata tapi yang ilegal-ilegal kami tidak mendapatkan lagi laporan-laporan,” ujarnya.
0 Komentar