Hakim MK Arief Hidayat: Sejarah Harus Ditulis Objektif, Tidak Ditulis oleh Penguasa
/data/photo/2025/06/28/685f92cca7ddb.jpg)
/data/photo/2025/06/28/685f92cca7ddb.jpg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengingatkan agar penulisan sejarah nasional dilakukan secara objektif dan jujur, bukan berdasarkan kepentingan kelompok atau kekuasaan tertentu.
Pernyataan ini disampaikan Arief saat menanggapi pertanyaan mengenai proyek penulisan buku sejarah yang saat ini tengah dilakukan pemerintah.
Sejumlah kelompok masyarakat sipil sebelumnya menilai proyek tersebut sarat muatan politik, mengarah pada desoekarnoisasi, dan minim memuat catatan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada masa lalu.
Baca juga: Dekolonialisasi Istilah Prasejarah dalam Penulisan Ulang Sejarah Kebangsaan Indonesia
Putra Shah Iran Ajukan Diri Ambil Alih Kekuasaan di Tengah Konflik dengan Israel
“Ada pameo, sejarah itu dituliskan oleh orang yang berkuasa. Supaya untuk penulisan sejarah yang akan dilakukan, jangan menggunakan pameo itu. Sejarah harus ditulis secara objektif, tidak ditulis oleh orang yang berkuasa,” kata Arief ditemui di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, usai menghadiri Seminar Nasional mengenai pendidikan gratis, Senin (30/6/2025).
Meski menyuarakan kehati-hatian, Arief menyatakan tidak menolak adanya proyek penulisan buku sejarah oleh pemerintah.
Namun ia menegaskan bahwa proses penulisan harus dilakukan secara adil dan berdasarkan fakta, bukan berdasarkan versi atau sudut pandang penguasa.
“Ya boleh diteruskan. Tapi penulisannya secara objektif dan jujur, tidak mengatakan bagaimana ada pameo sejarah dituliskan oleh orang yang berkuasa menurut versinya,” ujarnya.
Baca juga: Fadli Zon Tegaskan Penulisan Ulang Sejarah Dilakukan Tim: Bukan Politikus atau Aktivis
Arief pun mengingatkan bahwa apabila buku sejarah tetap ditulis sesuai narasi penguasa dan tidak objektif, maka hal itu merupakan langkah yang keliru.
“Ya, enggak benar itu,” tegasnya.
Rencana penulisan ulang sejarah nasional oleh pemerintah telah menuai kritik dari berbagai kalangan, karena dinilai berpotensi menyingkirkan peran tokoh-tokoh tertentu, termasuk Bung Karno, serta mengabaikan narasi pelanggaran HAM dalam sejarah bangsa.
Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia yang digagas Kementerian Kebudayaan, dilakukan oleh tim yang dibentuk kementeriannya.
Fadli Zon memastikan bahwa tim penulisan ulang sejarah itu tidak terdiri dari politikus maupun aktivis.
"Jadi yang menulis sejarah ini kan sejarawan ya, sekali lagi bukan aktivis, bukan politisi, bukan LSM," ujar Fadli Zon di IPDN Jatinangor, Jawa Barat, Selasa (24/6/2025), dikutip dari Antaranews.
Atas dasar itu, dia memastikan bahwa proyek penulisan sejarah ulang bukan untuk menulis tentang sejarah hak asasi manusia, tetapi sejarah Indonesia yang diklaim bebas dari kepentingan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Di Hadapan Menlu Iran, Putin Kecam Serangan AS Tidak Bisa Dibenarkan
0 Komentar