Skip to main content
728

Iran, Israel, dan AS Berebut Narasi di Tengah Gencatan Senjata - Metrotv

 Dunia Internasional,Konflik Timur Tengah,

Iran, Israel, dan AS Berebut Narasi di Tengah Gencatan Senjata

Washington: Gencatan senjata antara Israel dan Iran tampaknya berhasil diterapkan, dan apa yang disebut Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebagai “Perang 12 Hari” tampaknya telah berakhir—setidaknya untuk sementara.

Namun, baik Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, maupun para pemimpin Iran mengklaim bahwa gencatan itu terjadi atas inisiatif masing-masing pihak.

Mengutip dari Al Jazeera, Rabu, 25 Juni 2025, ketegangan memuncak ketika pada Sabtu lalu, Amerika Serikat menyerang fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Iran membalas pada hari Senin dengan meluncurkan rudal ke pangkalan udara AS, Al Udeid, di Qatar.

Beberapa jam kemudian, Trump mengumumkan melalui Truth Social bahwa ketiga negara sepakat memberlakukan gencatan senjata.

Namun, hanya empat jam setelah gencatan berlaku, Israel kembali menyerang Iran sebagai balasan atas dugaan serangan yang menurut klaimnya berasal dari Teheran. Iran membantah tuduhan tersebut.

Merespons serangan itu, Trump dilaporkan sangat marah dan mengeluarkan peringatan langsung kepada Netanyahu: "Israel tidak akan menyerang Iran. Gencatan senjata berlaku!"

Israel telah lama menilai Iran sebagai ancaman eksistensial utama, namun belum pernah secara terbuka menyerang langsung ibu kota Teheran. Pada 13 Juni, Israel membom beberapa fasilitas nuklir Iran, yang memicu respons langsung dari Republik Islam berupa serangan rudal ke Tel Aviv.

Israel mengklaim bahwa serangannya telah menghancurkan fasilitas strategis di Iran, sementara AS menyatakan telah mengebom instalasi nuklir bawah tanah. Namun hingga kini, belum ada konfirmasi independen atas klaim-klaim tersebut.

Kepala Organisasi Energi Atom Iran, Mohammad Eslami, menyatakan bahwa program nuklir Iran akan tetap berjalan.

"Kami telah menyiapkan langkah-langkah pemulihan sebelumnya. Target kami adalah mencegah gangguan apa pun terhadap produksi," kata Eslami, dikutip kantor berita Mehr.

Sejumlah pakar menilai ada dua kemungkinan jalur ke depan terkait isu nuklir Iran. Pertama, memperbarui inspeksi PBB terhadap fasilitas nuklir. Kedua, membentuk kesepakatan baru yang serupa dengan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) tahun 2015, yang dibuat saat kepemimpinan Presiden Barack Obama.

Eropa diyakini dapat memainkan peran penyeimbang. Inggris, Prancis, dan Jerman telah bertemu Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi pada 20 Juni, bersama Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Kaja Kallas, dalam upaya mencegah eskalasi lebih lanjut.

Meski pertemuan itu belum menghasilkan kesepakatan, Uni Eropa tetap dinilai memiliki peluang menjembatani perbedaan antara AS, Israel, dan Iran.

“Iran kemungkinan akan mencoba melibatkan Eropa dalam diplomasi, menawarkan peningkatan pengawasan dan komitmen baru terhadap program nuklirnya,” ujar Loannis Kotoulas, dosen geopolitik di Universitas Athena, kepada Al Jazeera.

Sementara itu, Komite Keamanan Nasional Parlemen Iran telah menyetujui rancangan undang-undang yang mendorong penangguhan penuh kerja sama Teheran dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), jika disahkan dalam sidang pleno. Di sisi lain, Trump bersikeras bahwa ia tidak akan membiarkan program nuklir Iran dilanjutkan. (Nada Nisrina)

Baca juga:  Israel dan Iran Saling Klaim Kemenangan Setelah Gencatan Senjata

Posting Komentar

0 Komentar

728