Dunia Internasional,Konflik Timur Tengah,
Kronologi Panjang Konflik AS-Iran: Kudeta 1953, Revolusi hingga Serangan AS ke Situs Nuklir Iran - Halaman all - Tribunnews


TRIBUNNEWS.COM - Kronologi panjang konflik AS–Iran dimulai dari kudeta 1953, berlanjut ke Revolusi Iran, hingga serangan AS ke situs nuklir pada 2025.
Hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran kembali memanas setelah serangan udara terbaru Presiden Donald Trump terhadap fasilitas nuklir Iran pada Juni 2025.
Ketegangan ini bukan hal baru.
Konflik Amerika–Iran telah berlangsung selama lebih dari 70 tahun.
Akar permasalahannya mencakup intervensi politik, perang ideologi, hingga aksi militer terbuka yang berulang kali mengguncang kawasan Timur Tengah.
Dikutip dari Al Jazeera dan CBC News, berikut ini kronologi panjang konflik AS-Iran.
1953: Kudeta yang Didukung AS
Ketegangan dimulai sejak tahun 1953 saat badan intelijen AS, CIA, membantu menggulingkan Perdana Menteri Iran Mohammad Mossadegh.
Mossadegh saat itu hendak menasionalisasi industri minyak Iran, yang membuat marah negara-negara Barat.
Kudeta ini membuka jalan bagi Shah Mohammad Reza Pahlavi untuk kembali berkuasa dengan dukungan penuh dari Washington.
“Kudeta 1953 menjadi luka sejarah yang belum sembuh bagi bangsa Iran,” kata sejarawan Ervand Abrahamian dalam wawancara dengan BBC.
Baca juga: Trump Klaim Dapat Pujian dari Sekjen NATO karena Damaikan Iran-Israel
1979: Revolusi Iran dan Putusnya Hubungan Diplomatik
Rezim Shah akhirnya runtuh pada 1979 lewat Revolusi Islam yang dipimpin Ayatollah Khomeini.
Iran berubah menjadi Republik Islam yang anti-Barat, dan hubungan dengan Amerika Serikat langsung terputus.
Krisis penyanderaan 52 diplomat AS di Teheran oleh mahasiswa Iran selama 444 hari.
Hal tersebut memperburuk keadaan dan memicu permusuhan mendalam di antara kedua negara.
1980–2000-an: Sanksi dan Retorika Permusuhan
Sejak Revolusi, Amerika memberlakukan berbagai sanksi ekonomi terhadap Iran.
Pada awal 2000-an, Presiden George W. Bush memasukkan Iran ke dalam “Poros Kejahatan.”
Ketegangan meningkat ketika program nuklir Iran mulai mencemaskan dunia.
Washington menuduh Teheran berupaya membangun senjata nuklir, sementara Iran bersikeras bahwa programnya untuk tujuan damai.
2015: Kesepakatan Nuklir JCPOA
Pada masa pemerintahan Barack Obama, AS dan lima negara besar dunia menandatangani kesepakatan nuklir dengan Iran, dikenal sebagai JCPOA.
Iran sepakat membatasi aktivitas nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional.

2018: Trump Mundur dari JCPOA
Pada 2018, Presiden Donald Trump secara sepihak menarik AS dari kesepakatan JCPOA.
Ia meluncurkan kampanye “tekanan maksimum” berupa sanksi ekonomi baru dan tekanan diplomatik.
Tensi makin panas ketika AS membunuh Jenderal Qassem Soleimani lewat serangan drone di Irak pada Januari 2020.
Iran bersumpah membalas, dan hubungan kedua negara kembali ke titik beku.
2025: Serangan Udara AS ke Situs Nuklir Iran
Puncak terbaru terjadi pada Juni 2025, saat Presiden Trump memerintahkan serangan udara ke tiga fasilitas nuklir utama Iran: Natanz, Fordow, dan Isfahan.
Baca juga: Israel Dilaporkan Sudah Ketahui Lokasi Sisa Stok Uranium Iran, Tapi Pilih Hindari Bencana Radiasi
Serangan ini menandai eskalasi militer terbuka setelah bertahun-tahun konflik tidak langsung.
Iran mengecam keras tindakan itu dan menyebutnya sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.
Sejumlah negara, termasuk Rusia dan Tiongkok, menyerukan de-eskalasi dan memperingatkan potensi pecahnya perang skala besar di kawasan.
Mengulang Pola Irak?
Serangan udara Amerika Serikat ke Iran pada 2025 bukanlah kali pertama Washington menggunakan narasi ancaman senjata pemusnah massal sebagai pembenaran aksi militer.
Pola ini pernah terjadi dua dekade sebelumnya saat invasi ke Irak pada 2003.
Waktu itu, AS menuduh Saddam Hussein memiliki senjata nuklir—klaim yang kemudian terbukti tidak berdasar.
Kini, narasi serupa kembali digunakan terhadap Iran, meski Badan Energi Atom Internasional (IAEA) tidak menemukan bukti bahwa Iran tengah mengembangkan senjata nuklir.
“Retorika soal senjata nuklir telah menjadi pembenaran favorit Washington untuk intervensi militer,” kata Hans Blix, mantan ketua tim inspektur senjata PBB di Irak.
Baca juga: Ironi di Tengah Gencatan Senjata Iran vs Israel, Palestina Terus Jadi Sasaran Kebengisan Zionis
Analisis: Ke Mana Arah Konflik AS-Iran?
Pertanyaannya kini: apakah ini akan menjadi perang terbuka?
Iran telah mengisyaratkan akan membalas, dan analis memperkirakan potensi serangan terhadap pangkalan militer AS di Teluk.
"Iran memiliki ribuan rudal jarak pendek yang bisa menjangkau pangkalan AS di Qatar, Bahrain, atau Arab Saudi," ujar analis CNN, Barak Ravid.
"Yang lebih menakutkan, jika Iran menutup Selat Hormuz, dampaknya akan global—harga minyak akan melonjak tajam."
(Tribunnews.com/ Andari Wulan Nugrahani)
0 Komentar