Skip to main content
728

MK Putuskan Pemilu Lokal dan Nasional Dipisah, PAN: Biaya Akan Makin Besar - Liputan 6

 

MK Putuskan Pemilu Lokal dan Nasional Dipisah, PAN: Biaya Akan Makin Besar

Eddy Suparno menyebut, di internal PAN, secara keseluruhan masih mempelajari pemisahan pemilu sesuai putusan MK.

oleh Tim News Diperbarui 27 Jun 2025, 13:17 WIB

PANPAN
Wakil Ketua Umum PAN Eddy Soeparno. (Ist).

Advertisement

  • PAN menilai pemisahan pemilu nasional dan daerah berpotensi meningkatkan biaya politik.
  • Anggota legislatif tak bisa bekerja tandem, sehingga biaya pemilu semakin besar.
  • MK memutuskan pemilu daerah digelar minimal 2 tahun setelah pemilu nasional.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno merespons soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan pemilu nasional dan daerah atau lokal. Dia menilai, adanya pemisahan itu, bakal membuat biaya politik makin tinggi.

"Bagaimana konsekuensi biaya dengan pelaksanaan terpisah itu juga merupakan satu hal yang sedang kita pertimbangkan," kata Eddy, melalui keterangan tertulis, Jumat, (27/6/2025).

BACA JUGA:

Eddy mengatakan, biasanya anggota DPR, DPRD provinsi, serta kabupaten/kota dapat bekerja secara tandem untuk sukses di pemilu serentak. Ke depannya diyakini tak bisa lagi dan bakal bekerja secara mandiri.

Advertisement

"Sekarang sudah tidak bisa diperpanjang lagi. Sehingga, biaya akan semakin besar untuk masing-masing anggota," ujar Eddy.

Dia menyebut, di internal PAN, secara keseluruhan masih mempelajari pemisahan pemilu tersebut. Termasuk soal pemilu tingkat daerah baru bisa digelar 2031.

"Jabatan kepala daerah yang dilantik 2024 begitu jatuh tempo 2029 diperpanjang 2 tahun lagi menjadi 2031. Begitu juga anggota DPRD provinsi kabupaten/kota yang berakhir masa jabatan 2029 diperpanjang dua tahun otomatis," imbuh Eddy.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.

Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025), dikutip dari Antara.

Jeda Waktu 2 Tahun

Gedung MK
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat(Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.

Secara lebih perinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:

"Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.”

Advertisement

Pemilu Daerah Dilaksanakan Setelah Pemilu Nasional

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (25/6/2019).(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pada diktum lainnya, MK menyatakan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:

"Pemungutan suara diselenggarakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden diselenggarakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota.”

Kemudian, MK juga menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:

"Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden."

Dengan amar putusan tersebut, MK memerintahkan bahwa pemilu daerah diselenggarakan setelah pemilu nasional.

Reporter: Alma Fikhasari

Sumber: Merdeka.com

Infografis PPP dan PSI Gagal, 10 Parpol Tidak Masuk ke DPR. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis PPP dan PSI Gagal, 10 Parpol Tidak Masuk ke DPR. (Liputan6.com/Abdillah)

Posting Komentar

0 Komentar

728