Darwanto Dipidana karena Pelihara Landak Jawa, Pakar Hukum: Lebai, Lebih Baik Dibina - Kompas,
Darwanto Dipidana karena Pelihara Landak Jawa, Pakar Hukum: Lebai, Lebih Baik Dibina

KOMPAS.com - Kasus seorang petani Madiun pelihara landak Jawa dan dipidana menjadi sorotan publik.
Petani Madiun bernama Darwanto itu kini harus duduk di kursi terdakwa setelah perbuatannya menyelamatkan dan merawat dua ekor landak Jawa berujung persoalan hukum.
Warga Desa Tawangrejo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur itu ditahan dan diadili karena memelihara satwa yang berstatus dilindungi.
Darwanto dibawa ke meja hijau meski ia mengaku tidak pernah memperjualbelikan hewan dilindungi itu dan bertindak semata untuk mengamankan tanaman kebunnya.
Kasus ini pun menyita perhatian publik, terutama karena Darwanto mengaku minim pengetahuan soal aturan satwa dilindungi, sedangkan nasibnya kini bergantung pada putusan majelis hakim.
Kasus ini pun mendapatkan sorotan dari pakar hukum pidana yang menilai penahanan Darwanto cukup berlebihan dan bisa diselesaikan melalui pembinaan atau edukasi.
Pakar hukum nilai penahanan Darwanto lebay
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai penahanan terhadap Darwanto sebagai langkah yang tidak proporsional.
Ia menegaskan, perkara tersebut seharusnya diselesaikan melalui pendekatan pembinaan dan edukasi, bukan langsung dibawa ke ranah pemidanaan.
“Dalam hukum pidana, yang utama dilihat adalah mens rea atau niat jahat. Apakah perbuatan itu dilakukan secara sengaja atau hanya karena kelalaian, dan itu sangat menentukan berat-ringannya hukuman,” ujar Abdul Fickar.
Menurutnya, dalam kasus Darwanto pelihara landak, ketidaktahuan bahwa satwa yang dikuasai merupakan hewan dilindungi lebih tepat dimaknai sebagai bentuk kelalaian.
“Ketidaktahuan memang tetap merupakan kesalahan, tetapi masuk kategori lalai. Seharusnya memang ada upaya untuk mencari tahu, tetapi itu berbeda dengan kesengajaan,” katanya.
Bahkan, jika perbuatan tersebut dilakukan tanpa niat jahat, tindakan merawat atau melindungi satwa justru dapat menjadi faktor yang meringankan.
Pembinaan lebih tepat ketimbang pemidanaan
Abdul Fickar menekankan, penahanan Darwanto seharusnya tidak dilakukan meski pasal yang disangkakan memiliki ancaman pidana lima tahun atau lebih.
Menurut dia, penahanan bertujuan untuk mempermudah proses hukum dan mencegah pengulangan tindak pidana.
“Faktanya, yang bersangkutan hanya menyelamatkan. Kalau terbukti menjual atau berniat menjual, itu lain cerita. Jadi, penahanan ini sangat lebai,” tegasnya.
Ia menambahkan, hingga kini tidak ada pihak yang dirugikan dalam perkara tersebut.
Negara juga tidak kehilangan satwa dilindungi, bahkan sebaliknya, satwa itu justru dirawat.
“Dalam kondisi seperti ini, sangat mungkin hakim menjatuhkan putusan lepas (vrijspraak), kecuali jika ternyata Darwanto bukan sekadar petani, tetapi juga pedagang satwa,” ujarnya.
Lebih jauh, Abdul Fickar menilai perkara ini bisa menjadi momentum bagi negara dan instansi terkait untuk memperkuat penyuluhan serta penerangan hukum mengenai perlindungan satwa langka.
“Ini bukan kejahatan murni. Lebih bijak diselesaikan dengan pembinaan dan edukasi daripada pemidanaan terhadap masyarakat yang tidak tahu. Bahkan, absennya sosialisasi dari negara bisa dilihat sebagai kesalahan utama,” pungkasnya.