Turki Begitu Getol Tolak Finlandia dan Swedia Gabung NATO, Ternyata Ini Penyebabnya - inews

 

Turki Begitu Getol Tolak Finlandia dan Swedia Gabung NATO, Ternyata Ini Penyebabnya

Turki Begitu Getol Tolak Finlandia dan Swedia Gabung NATO, Ternyata Ini Penyebabnya
Bendera Turki (ilustrasi). (Foto: Reuters)

JAKARTA, iNews.id – Setelah puluhan tahun mempertahankan sikap netral, Finlandia dan Swedia kini secara terbuka menyatakan niatnya untuk bergabung dengan NATO. Keputusan dua negara Skandinavia itu sebagai reaksi mereka terhadap agresi militer Rusia di Ukraina.

Akan tetapi ada kendala besar yang bakal merintangi jalan mereka, yaitu Turki. Ankara sampai hari ini menolak keras rencana Helsinki dan Stockholm untuk menjadi anggota pakta pertahanan yang didirikan oleh Amerika Serikat itu. 

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebelumnya telah menyatakan, dia tidak akan menyetujui masuknya Finlandia dan Swedia ke dalam NATO. Sementara, persetujuan Turki diperlukan agar kedua negara Nordik itu dapat bergabung ke dalam aliansi militer itu.

Erdogan menjadi satu-satunya pemimpin NATO yang secara terbuka menyatakan bahwa dia menentang Finlandia dan Swedia bergabung dengan pakta tersebut. Sikap oposisi presiden Turki itu didasarkan pada pandangannya bahwa kedua negara itu mendukung teroris

Yang dimaksud Erdogan adalah, Finlandia dan Swedia telah memberikan perlindungan dan tempat tinggal kepada para anggota Partai Pekerja Kurdistan (PKK). PKK adalah kelompok pemberontak bersenjata di wilayah perbatasan Turki yang melakukan perlawanan sengit terhadap Ankara. 

Masyarakat Kurdi termasuk salah satu kelompok etnik besar di Turki. Sayangnya, nasib mereka sangat terpinggirkan dan bahkan banyak di antara mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan di negeri itu.

Meskipun PKK juga dilabeli AS dan Uni Eropa sebagai kelompok teroris, Finlandia dan Swedia tetap enggan mengekstradisi anggota kelompok itu ke Turki. Helsinki dan Stockholm berdalih, mereka tak mau menyerahkan para pemberontak itu ke Ankara karena masalah hak asasi manusia. 

Erdogan pun menanggapinya dengan menyebut Swedia sebagai “tempat penetasan” terorisme. Pemimpin Turki itu menilai Stockholm dan Helsinki tidak memiliki sikap yang jelas dan terbuka terhadap organisasi teroris. “Bagaimana kami (Turki) bisa mempercayai mereka (Swedia dan Finlandia)?” kata Erdogan saat konferensi pers di Ankara, Senin (16/5/2022) lalu.

Kemarahan Erdogan kepada Finlandia dan Swedia juga diburuk oleh tindakan kedua negara Nordik itu menampung para pengikut ulama karismatik Turki, Fethullah Gulen. Erdogan menuduh para Gulenis melakukan kudeta yang gagal terhadap pemerintahnya pada 2016.

Tidak cukup sampai di situ, Finlandia dan Swedia juga mengutuk serangan Turki tahun 2019 ke Suriah. Dalam operasi itu, pasukan Turki menargetkan Rojava—daerah kantong kaum sosialis, feminis, dan pejuang otonomi Kurdi di dekat perbatasan Turki. Yang memperumit masalah, orang-orang Suriah di Rojava—terlepas dari hubungan mereka dengan PKK—adalah sekutu pasukan Amerika. 

Suku Kurdi di Rojava memainkan peran penting dalam mengalahkan kelompok ISIS di Suriah. Akan tetapi, mereka kemudian ditinggalkan oleh AS setelah Presiden Donald Trump menarik pasukannya kembali dari perbatasan Turki. Langkah Trump kala itu memungkinkan Turki melancarkan operasi militer melawan Kurdi.

Pakar sejarah dan ilmu politik dari Universitas Michigan AS, Ronald Suny mengatakan, kebijakan luar negeri hampir selalu terkait erat dengan urusan dalam negeri. Dalam kasus Pemerintah Turki, ketakutan utamanya adalah ancaman yang dapat ditimbulkan oleh kelompok Kurdi terhadap kekuasaan Ankara. 

“Juga tekanan internasional atas catatan Turki dalam menindas kelompok (Kurdi) tersebut,” kata Suny, seperti dilansir laman The Conversation, hari ini.

Penduduk Kurdi di Turki tidak diizinkan untuk memiliki hak untuk memilih dan dipilih secara bebas di wilayah Anatolia Timur. Padahal, mereka adalah masyarakat mayoritas di sana. Sementara itu, lembaga pendidikan dan budaya berbahasa Kurdi juga menghadapi larangan secara de facto.

Finlandia dan Swedia selama ini dikenal sebagai negara netral. Keduanya tidak terikat pada kompromi strategis yang dipaksakan oleh Amerika Serikat maupun NATO untuk mengambil sikap moral atas tindakan keras Turki terhadap masyarakat Kurdi.

Helsinki dan Stockholm sampai saat ini juga masih bebas untuk memprotes kebijakan Ankara memerangi para pemberontak Kurdi.

Sementara itu, negara-negara NATO setuju untuk melabeli PKK sebagai organisasi teroris, demi menunjukkan dukungan mereka kepada Turki sebagai sesama anggota aliansi.

Jadi, bagaimana nasib lamaran Finlandia dan Swedia untuk keanggotaan mereka di NATO? Perlu diketahui bahwa aturan untuk masuk ke dalam aliansi militer itu membutuhkan kebulatan suara dari anggota NATO saat ini, termasuk Turki.

Dengan demikian, Turki dapat secara efektif memveto rencana bergabungnya Finlandia dan Swedia ke NATO.

Editor : Ahmad Islamy Jamil

Bagikan Artikel:
line sharing button

Baca Juga

Komentar