Catat! Tak Akan Ada Lagi Program Pengampunan Pajak - Detik

 

Catat! Tak Akan Ada Lagi Program Pengampunan Pajak

Anisa Indraini - detikFinance
Sabtu, 02 Jul 2022 11:30 WIB
Ketua DPR RI Puan Maharani didampingi anggota dewan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan kerangka kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF) tahun 2022, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/05/2021).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II sudah ditutup setelah diselenggarakan pada 1 Januari-30 Juni 2022. Pemerintah memastikan tidak akan lagi memberikan program pengampunan pajak.

"Kami tidak akan memberikan lagi program pengampunan pajak," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di kantor DJP Kementerian Keuangan, Jakarta Selatan, Jumat (1/7/2022).

Tax amnesty jilid II ditutup dengan total Pajak penghasilan (PPh) yang berhasil dikantongi negara senilai Rp 61,01 triliun. Terdapat 247.918 wajib pajak yang bergabung dengan harta bersih yang diungkapkan sebesar Rp 594,82 triliun.

Sri Mulyani menyebut selanjutnya pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan melakukan upaya kepatuhan dan penegakan hukum bagi seluruh wajib pajak dari data yang diperoleh.

"Ini tidak di dalam rangka untuk memberikan ketakutan, tapi saya ingin menyampaikan bahwa kita akan menjalankan undang-undang secara konsisten dan tentu setransparan dan akuntabel mungkin," tuturnya.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa program tax amnesty jilid II bertujuan untuk menciptakan pajak yang adil. Bagi yang mampu, mereka diminta membayar pajak untuk membantu yang tidak mampu.

"Berbagai manfaat yang diperoleh yaitu membangun Indonesia. Jadi dalam hal ini pajak adalah terjemahan dari prinsip gotong royong, keadilan," imbuhnya.

Sri Mulyani Belum Puas

Sri Mulyani mengaku belum puas terhadap capaian negara yang memperoleh Rp 61,01 triliun dari program tax amnesty jilid II. Pasalnya tax ratio Indonesia disebut masih rendah.

"Kita sebagai policy maker terus memikirkan atau berikhtiar untuk terus memperbaiki pondasi pajak kita. Jadi kalau ngomong puas ya nggak pernah puas karena kalau sudah puas, tax ratio kita berarti sudah tinggi, (sekarang) tax ratio kita masih rendah," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani menyebut program tax amnesty jilid II merupakan salah satu ikhtiar untuk terus-menerus membangun pondasi pajak Indonesia yang kuat dan berkeadilan. Dia mengingatkan kepada jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bahwa tugasnya belum selesai dengan berakhirnya program ini.

"Jadi saya sampaikan kepada teman-teman (DJP), tugas Anda nggak selesai dengan PPS karena masih panjang dan tax ratio di Indonesia masih termasuk yang terendah di asia maupun among peer kita. Jadi pasti kita belum puas, pasti belum dan kita akan terus menguji kepatuhan terus," tuturnya.

Daftar negara asal deklarasi dan repatriasi di halaman berikutnya.

Dengan kondisi geografis yang tinggi, Sri Mulyani mengaku memperbaiki iklim perpajakan di Indonesia bukanlah hal yang sederhana. Melihat perbaikan dari negara tetangga juga merupakan tekanan tersendiri.

"Jadi ini merupakan tugas terus-menerus bagi DJP. Aku nggak boleh ngomong puas, kalau puas nanti langsung libur Pak Suryo (Direktur Jenderal Pajak) dan teman-teman. Ini sebuah hasil yang kita harapkan terus jadi pondasi bagi kita untuk memperbaiki kepatuhan jadi baik, lingkungan perpajakan jadi pasti, compliance jadi jauh lebih meningkat sehingga akhirnya tax ratio kita betul-betul mencerminkan apa yang kita sebut potensi penerimaan perpajakan Indonesia," bebernya.

Berikut 15 negara asal deklarasi dan repatriasi harta bersih wajib pajak yang mengikuti tax amnesty jilid II:

1. Singapura 7.997 wajib pajak dengan nilai harta Rp 56,96 triliun dan total PPh Rp 7,29 triliun

2. Virgin Britania Raya 50 wajib pajak dengan nilai harta Rp 4,97 triliun dan total PPh Rp 601,90 miliar

3. Hong Kong 432 wajib pajak dengan nilai harta Rp 3,58 triliun dan total PPh Rp 440,71 miliar

4. Australia 1.154 wajib pajak dengan nilai harta Rp 2,76 triliun dan total PPh Rp 372,14 miliar

5. Tiongkok 332 wajib pajak dengan nilai harta Rp 1,51 triliun dan total PPh Rp 180,63 miliar

6. Malaysia 422 wajib pajak dengan nilai harta Rp 1,18 triliun dan total PPh Rp 162,24 miliar

7. Amerika Serikat 399 wajib pajak dengan nilai harta Rp 1,27 triliun dan total PPh Rp 160,39 miliar

8. India 141 wajib pajak dengan nilai harta Rp 417,47 miliar dan total PPh Rp 59 miliar

9. Swiss 45 wajib pajak dengan nilai harta Rp 342,74 miliar dan total PPh Rp 49,10 miliar

10. Britania Raya 120 wajib pajak dengan nilai harta Rp 357,79 miliar dan total PPh Rp 42,48 miliar

11. Virgin Amerika Serikat 3 wajib pajak dengan nilai harta Rp 326,21 miliar dan total PPh Rp 29,04 miliar

12. Kanada 63 wajib pajak dengan nilai harta Rp 177,12 miliar dan total PPh 26,70 miliar

13. Cayman Kepulauan 135 wajib pajak dengan nilai harta Rp 147,05 miliar dan total PPh Rp 24,19 miliar

14. Filipina 16 wajib pajak dengan nilai harta Rp 164,26 miliar dan total PPh Rp 22,97 miliar

15. Uni Emirat Arab 26 wajib pajak dengan nilai harta Rp 121,46 miliar dan total PPh Rp 22,97 miliar




(ara/ara)

Baca Juga

Komentar