Apakah Seorang Kleptomania Bisa Dipidana? Halaman all - Kompas.com
KOMPAS.com - Kasus dugaan pencurian cokelat di Alfamart Sampora, Cisauk, Tangerang Selatan, baru-baru ini ramai di media sosial.
Bermula pada Sabtu (12/8/2022), karyawan Alfamart memergoki dan merekam pelaku beserta barang bukti cokelat yang dibawa pergi tanpa membayarnya.
Masalah kian melebar usai pelaku mengancam karyawan dengan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) lantaran menyebarkan video memperlihatkan dirinya.
Tak terima karyawannya ditekan, Alfamart melaporkan pelaku ke Polres Tangerang Selatan pada Senin (15/8/2022).
Kapolres Tangerang Selatan AKBP Sarly Sollu mengatakan, kasus dugaan pencurian ini berujung dengan damai.
Diberitakan Kompas.com, (16/8/2022), pelaku memiliki kebiasaan tanpa sadar mengutil barang belanjaan. Bahkan, pihak keluarga menyebutnya "kelainan".
"Kami ketahui bahwa keterangan dari keluarganya ataupun suaminya bahwa memang terlapor Ibu M ini memang sedikit ada kelainan tetapi bukan ODGJ," ujar Sarly di Mapolres Tangerang Selatan, Senin (15/8/2022).
Dikutip dari Kompas.com, (15/8/2022), klepto atau kleptomania adalah gangguan kepribadian, kebiasaan, dan impuls, di mana ciri orang yang mengalaminya sering mengambil dan mencuri barang secara berulang.
Lantas, apakah seorang kleptomania yang ketahuan mencuri tidak bisa dipidana?
Penjelasan pakar hukum
Pakar hukum acara pidana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Muhammad Rustamaji menjelaskan, pelaku yang terbukti secara medis menderita gangguan jiwa termasuk kleptomania, tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Sebab secara teori, pertanggungjawaban pidana harus memenuhi asas afwezig-heids van alle materiele wederrechtelijkheid (AVAW) dan afwezigheids van alle schuld (AVAS).
"Maka yang namanya pertanggungjawaban pidana itu harus memenuhi pertama AVAW atau perbuatannya itu ada. Perbuatan itu diatur dalam undang-undang," ujar Rustamaji, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/8/2022).
Misalnya, tindak pidana pencurian yang erat dikaitkan dengan klepto, telah diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Kemudian harus dipenuhi juga afwezigheids van alle schuld, schuld itu masalah kesalahan," tutur Rustamaji.
Ia mengatakan, jika aspek kesalahan tidak terbukti karena ada cacat psikologi seperti kleptomania, maka pertanggungjawaban pidana tidak dapat dilakukan.
"Itu kemudian yang bisa menjadi argumentasi teoritik bahwa pertanggungjawaban pidana itu perbuatannya mungkin ada, tapi kesalahannya tidak terpenuhi, maka tidak memungkinkan orang dipidana," imbuhnya.
Ada alasan pemaaf
Dilansir dari Kompas.com, alasan pemaaf adalah alasan yang menghapuskan kesalahan dalam diri pelaku tindak pidana.
Artinya, perbuatan yang dilakukan tetap bersifat perbuatan pidana, tetapi "dimaafkan" karena sebab-sebab berikut:
- Ketidakmampuan bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP)
- Daya paksa (overmacht) (Pasal 48 KUHP)
- Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Pasal 49 ayat (2) KUHP)
- Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah (Pasal 51 ayat (2) KUHP)
Ketidakmampuan bertanggung jawab dalam Pasal 44 KUHP, yakni karena jiwa pelaku cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit.
"Jadi bukan hanya siapa, melakukan apa, di mana, kapan, bagaimana caranya, tetapi ada unsur atau syarat penghapus pidana," ujar Rustamaji.
"Kalau dia cacat secara psikis karena kleptomania, maka ini terpenuhi karena ada alasan pemaaf, karena dia kurang sehat jiwanya. Orang yang kurang sehat jiwanya, tidak bisa dipersalahkan," imbuh dia menjelaskan.
Komentar
Posting Komentar