Pengamat Minta Penerobos Pelintasan Sebidang Ditilang
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg2.beritasatu.com%2Fcache%2Fberitasatu%2F960x620-3%2F2023%2F07%2F1689691462-1600x1200.webp)
Jakarta, Beritasatu.com - Wakil Ketua Umum Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mendorong kepolisian melakukan tindakan tegas berupa sanksi tilang kepada penerobos pelintasan sebidang.
"Kami mengusulkan, orang yang bandel itu ditilang polisi. Buat pelanggar, ditilang saja seperti orang melawan arus. Lama-lama juga jengah ditilang," kata Djoko kepada Beritasatu.com, Sabtu (22/7/2023).
Djoko mengatakan, sanksi tersebut sudah memiliki aturan dalam Pasal 296 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Aturan itu berbunyi dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 750.000," jelas Djoko.
Sanksi tersebut dirasa adil. Sebab, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, disebutkan bahwa pemakai jalan wajib mendahulukan kereta api.
"Pasal 110 ayat (4) menyebutkan, pintu perlintasan untuk mengamankan perjalanan kereta api, bukan sebagai pengaman pengguna jalan," kata dia.
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg2.beritasatu.com%2Fcache%2Fberitasatu%2F620x350-2%2F2023%2F07%2F1689691391-4080x3060.webp)
Menurut Djoko, pemakai jalan wajib mematuhi semua rambu-rambu jalan di pelintasan sebidang. Dalam hal terjadi pelanggaran yang menyebabkan kecelakaan, maka hal itu bukan merupakan kecelakaan perkeretaapian.
"Pintu perlintasan pada perpotongan sebidang berfungsi untuk mengamankan perjalanan kereta api," imbuh dia.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Selain tindakan sanksi, Djoko juga mengusulkan dilakukan sosialisasi lebih masif terkait bahayanya menerobos palang pintu.
"Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat juga perlu terus dilakukan sebagai bentuk pencegahan. Perlu pertimbangan memasang videotron yang menunjukkan kejadian dan bahaya akibat melanggar aturan di pelintasan sebidang supaya masyarakat yang melihat tahu risiko yang akan mereka tanggung kalau melanggar," harap Djoko.
Di sisi lain, Djoko mengakui, upaya meminimalisir kecelakaan di pelintasan sebidang dengan menutup pelintasan liar masih mengalami kendala.
"Pelintasan sebidang yang sudah ditutup, malah dicabut patoknya oleh masyarakat. Malah didukung sama anggota dewan di Depok. Itu sangat disayangkan. Kalau saya jadi masyarakatnya, kalau ada anggota dewan seperti itu, saya enggak pilih lagi, karena dia tidak peduli dengan keselamatan masyarakat. Dia menjerumuskan orang biar tidak selamat. Sebab, yang rugi itu pasti masyarakatnya," ungkapnya.
Lebih jauh, ia meminta masyarakat agar lebih bijak demi keselamatan bersama. Pasalnya, saat terjadi kecelakaan di pelintasan sebidang, korbannya bukanlah warga setempat.
"Pelintasan liar itu wajib ditutup. Karena yang rugi siapa? Rata-rata yang jadi korban itu orang yang melintas baru sekali dua kali lewat," tandasnya.
Hal ini dirasanya perlu, sebab, sebagian besar kecelakaan lalu lintas di pelintasan sebidang, terjadi di pelintasan sebidang liar/tak berizin dan tidak dijaga. "Secara umum, 80 persen kecelakaan pelintasan sebidang itu terjadi di pelintasan liar dan tidak dijaga," pungkasnya.
Berdasarkan laporan PT KAI per Desember 2022, lanjut Djoko, selama 4 tahun terakhir sejak 2019, jumlah kecelakaan di pelintasan sebidang tidak dijaga mencapai 1.004 kejadian. Sedangkan kecelakaan di pelintasan sebidang dijaga hanya berjumlah 138 kasus.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar