10 Tahun Jokowi, Beragam Kasus Korupsi Triliunan Rupiah Terbongkar Halaman all - Kompas

 

10 Tahun Jokowi, Beragam Kasus Korupsi Triliunan Rupiah Terbongkar Halaman all - Kompas

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama sepuluh tahun Presiden Joko Widodo (Jokowi) menduduki pucuk kekuasaan, persoalan korupsi terus menjadi sorotan.

Laporan Transparency International Indonesia (TII) menyebut, skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia berada di angka 34 dari 100 pada 2014 silam atau awal Jokowi menjabat.

Meski sempat naik hingga angka 38, skor itu kembali turun ke angka 34 tepat pada tahun terakhir Jokowi menjabat.

Baca juga: [POPULER NASIONAL] KPK Cari Kaesang | Paus Fransiskus Pakai Innova di Jakarta

Meski demikian, selama satu dasawarsa Jokowi berkuasa tidak sedikit kasus-kasus megakorupsi yang ditangani aparat penegak hukum.

Berdasarkan catatan Kompas.com, ada sejumlah kasus dengan nilai kerugian mencapai triliunan rupiah yang terbongkat selama masa kepemimpinan Jokowi, berikut daftarnya:

Megakorupsi E-KTP

Kasus e-KTP atau KTP elektronik merupakan salah satu perkara korupsi paling besar yang pernah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga menang di pengadilan.

Begitu rumitnya kasus ini, KPK membutuhkan waktu empat tahun untuk mengusut skandal yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun dan menjerat para pejabat negara, termasuk Ketua DPR RI saat itu, Setya Novanto.

Kasus ini terungkap dari kicauan eks Bendahara Umum partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Skandal korupsi e KTP yang dilakukan pada 2011-2012 pun terungkap.

Baca juga: Kilas Balik Kasus E-KTP Setya Novanto, Kembali Disorot Usai Pernyataan Eks Ketua KPK

Nilai proyek pengadaan e KTP disebut mencapai Rp 5,9 triliun namun digelembungkan. Penyidikan berlangsung sekitar tahun 2016 hingga 2017. Namun, saat ini masih terdapat tersangka yang berstatus buron.

“Jadi gini, proyek nilainya RP 5,9 triliun, saya (Setya) Novanto, semua, merekayasa proyek ini, mark up Rp 2,5 triliun” kata Nazaruddin pada 23 September 2013.

Sejumlah pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini adalah Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sugiharto.

Baca juga: [POPULER NASIONAL] Sandra Dewi Akui Transfer Rp 10 M ke Istri Bos Smelter | Helena Lim Akui Musnahkan Transaksi Valas Harvey Moeis

Kemudian, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman, pengusaha Andi agustinus alias Andi Narogong, Setya Novanto, dan lainnya.

Sugiharto dihukum 5 tahun penjara, denda Rp 400 juta, dan membayar uang pengganti 50.000 dollar AS.

Irman dihukum 7 tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan uang pengganti 500.000 dollar AS. Kemudian, Andi Narogong dihukum 8 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti 2,5 juta dollar AS dan Rp 1,1 miliar.

Sementara, Setya Novanto divonis 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan uang pengganti 7,5 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar.

Kemudian, pihak swasta seperti mantan Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sugiharjo dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Baca juga: Kisah Setya Novanto Minta Perlindungan Jokowi Saat Terjerat Kasus E-KTP...

Anggota DPR Markus Nari dihukum 6 tahun penjara, denda Rp 300 juta, dan mengembalikan uang Rp 5,6 miliar.

Dalam persidangan Setya Novanto disebutkan, total anggaran yang dibagi-bagi untuk anggota DPR dan pejabat Kemendagri mencapai Rp 4,9 triliun.

Megakorupsi BLBI 

Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan kasus korupsi yang dimulai pada 1998 ketika  Indonesia mengalami krisi ekonomi dan banyak bank dalam negeri kesulitan likuiditas.

Melalui Bank Indonesia (BI), pemerintah mengucurkan bantuan kredit sebesar Rp 147,7 triliun ke 48 bank. Salah satunya Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim yang mendapatkan kredit Rp 47 triliun.

Dalam perjalanannya, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengambil alih saham dan pengelolaan BDNI menemukan terdapat piutang ke petambak udang Dipasena Lampung RP 4,8 triliun macet. Sjamsul dianggap misrepresentasi.

Baca juga: Buru Para Pengemplang BLBI, Di Era Prabowo Bakal Ada Komite Khusus

BPPN kemudian menyatakan BDNI sebagai bank yang melanggar hukum yang menguntungkan pemegang saham.

Namun, pada 2004 BDNI memperoleh Surat Keterangan Lunas (SKL) dari pemerintah. Menurut KPK, akibat penerbitan SKL ini negara diduga rugi Rp 3,7 triliun.

KPK kemudian menetapkan Kepala BPPN Syafruddin Temenggung sebagai tersangka. Pada 2019, pemegang saham BDNI, Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, juga jadi tersangka.

Baca juga: 10 Tahun Jokowi, Capain Penegakan HAM dan Pekerjaan Rumah yang Tertinggal

Namun, Mahkamah Agung (MA) menyatakan Syafruddin tidak melakukan tindak pidana. KPK mengajukan Peninjauan Kembali (PK) namun ditolak MA.

KPK Kemudian menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk perkara Sjamsul dan istrinya.

Sementara, pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI untuk mengumpulkan piutang dari para obligor.

Baca juga: [POPULER NASIONAL] Capaian Penegakan HAM di Era Jokowi | PAN Masih Cari Pengganti Benny Laos

Pencaplokan Lahan Surya Darmadi

Kasus korupsi bernilai triliunan lainnya adalah perkara korupsi penyerobotan lahan oleh PT Duta Palma Group yang dimiliki taipan Surya Darmadi.

Menurut Kejaksaan Agung, penyerobotan di Kabupaten Indragiri Hulu Riau itu diduga merugikan keuangan negara dan kerugian ekonomi Rp 78,8 triliun.

Namun, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyimpulkan Surya Darmadi merugikan perekonomian negara Rp 39,7 triliun serta merugikan keuangan negara Rp Rp 2.641.795.276.640 dan 4.987.677.36 dollar Amerika Serikat pada 23 Februari 2023.

Baca juga: Fakta Seputar Kasus Korupsi Duta Palma Group, Perusahaan Surya Darmadi

Kerugian perekonomian itu timbul akibat aktivitas sejumlah perkebunan kelapa sawit di bawah payung PT Duta Palma Group tidak dilengkapi izin sebagaimana ketentuan undang-undang,

Sementara, kerugian negara timbul karena T Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Palma 1, dan PT Seberida Subur tidak memenuhi kewajibannya kepada negara.

Kewajiban itu berupa pembayaran dana reboisasi, potensi sumber daya hutan, kompensasi perkebunan kawasan hutan, dan denda.

Baca juga: Membangun dari Pinggiran: Warisan Infrastruktur Jokowi untuk Indonesia

“Terdakwa tidak pernah memenuhi kewajibannya kepada negara dari tahun 2004 hingga 2022,” ujar Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat Fahzal Hendri saat membacakan pertimbangan amar putusannya, Kamis (23/2/2023).

Kasus Asabri dan Jiwasraya

Perkara berikutnya adalah korupsi dan pencucian uang pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) yang menjerat Benny Tjokro.

Benny merupakan Direktur PT Hanson International Tbk. Ia diduga melakukan korupsi ini bersama tujuh orang lainnya, termasuk pihak swasta.

Baca juga: Pemberantasan Korupsi di 10 Tahun Jokowi: Antara Janji dan Realitanya

Dalam perkara ini, uang dari gaji pokok TNI, Polri, dan ASN di Kementerian Pertahanan yang dipotong 8 persen setiap bulan dikorupsi dengan modus investasi.

Jaksa menuntut Benny Tjokro dihukum mati karena melakukan korupsi secara berlanjut dan merugikan keuangan negara Rp 22,788 triliun.

Namun, pada 4 Desember 2023 Benny Tjokro divonis nihil karena ia telah dihukum seumur hidup dalam kasus pengelolaan dana PT Asuransi Jiwasraya.

Meski demikian, Benny dihukum membayar uang pengganti Rp 5,733 triliun.

Adapun kasus Jiwasraya disebut merugikan negara Rp 16,8 triliun. Perusahaan tersebut gagal membayar polis nasabah terkait investasi Saving Plan Rp 12,4 triliun.

Baca juga: Tolak Tapera, Pekerja Singgung Kasus Korupsi Asabri dan Jiwasraya

Kasus Proyek BTS 4G Kominfo

Selanjutnya adalah perkara proyek base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1,2, 3, 4, dan 5 tahun 2020-2022.

Proyek ini dilaksanakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) di Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Perkara ini menjerat eks Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate. Perbuatannya disebut merugikan negara lebih dari Rp 8 triliun.

Plate divonis 15 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 15,5 miliar pada 8 November 2023 lalu.

Baca juga: 15 Tahun Penjara untuk Johnny G Plate

Kasus Timah Rp 300 Triliun

Terbaru adalah kasus dugaan korupsi tata niaga dalam komoditas timah pada PT Timah Tbk di Bangka Belitung tahun 2015-2022.

Perkara ini menjerat puluhan tersangka dan tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Perkeara ini menjerat mantan Direktur Utama PT TImah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra.

Baca juga: Harvey Moeis Beli Porsche 911 Speedster Rp 13 M, Jumlahnya Terbatas di Indonesia

Kemudian, suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis; pengusaha Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim, pejabat Dinas ESDM Bangka Belitung, dan sejumlah bos smelter timah swasta.

Harvey selaku perwakilan perusahaan smelter swasta, PT Refined Bangka Tin (RBT) menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.

Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.

Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Baca juga: Walhi Ungkap Dampak Tambang Timah di Babel, Masyarakat Jadi Tak Hargai Nilai Luhur Jaga Lingkungan

Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.

Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.

Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca Juga

Komentar