Titik Puspa lahir dari Tanah Kalimantan, Bersinar di Panggung Nasional - Radar Kediri
Titik Puspa, terlahir dengan nama Sudarwati. Lahir di Tanjung, Tabalong, Kalimantan Selatan, pada 1 November 1937.
Berdarah Jawa dari pasangan Tugeno Puspowidjojo dan Siti Mariam, masa kecilnya penuh dinamika.
Namanya sempat berganti dua kali—menjadi Kadarwati, lalu Sumarti. Sejak kecil, Sumarti bercita-cita menjadi guru taman kanak-kanak. Namun garis hidup berkata lain.
Suara emasnya mulai dikenal publik setelah ia memenangkan sejumlah kompetisi menyanyi. Di usia 14 tahun, Sumarti memilih jalan sebagai penghibur.
Keputusan ini ditentang keras oleh orang tuanya. Diam-diam, ia tetap mengikuti lomba. Nama “Titiek Puspo” digunakan sebagai samaran agar tidak dikenali keluarga.
Titiek berasal dari nama panggilan sehari-harinya, sedangkan Puspo dari nama sang ayah. Nama ini kemudian disempurnakan menjadi Titiek Puspa—identitas yang kelak melegenda di jagat hiburan Indonesia.
Baca Juga: Titiek Puspa Berjuang Lawan Penyakit Ini Sebelum Meninggal Dunia
Langkah Awal di Dunia Musik dan Panggung Operet
Karier profesional Titiek Puspa dimulai dari Semarang, saat ia mengikuti ajang Bintang Radio. Tidak berhenti pada dunia tarik suara, ia melebarkan sayap ke seni pertunjukan.
Bersama grup Papiko, Titiek menghidupkan operet-operet populer yang ditayangkan TVRI seperti Bawang Merah Bawang Putih, Ketupat Lebaran, Kartini Manusiawi, hingga Ronce-ronce.
Langkah besarnya dalam industri rekaman dimulai lewat piringan hitam rilisan label Gembira.
Lagu-lagu seperti Di Sudut Bibirmu, Esok Malam Kau Kujelang, dan duet Indada Siririton bersama Tuty Daulay menjadi pembuktian awalnya di dunia musik profesional.
Pada era 1960-an, ia bergabung dengan Orkes Studio Jakarta, tempatnya mendapat bimbingan langsung dari Iskandar dan suaminya sendiri, Zainal Ardi, yang juga penyiar RRI.
Menulis Lagu, Mencetak Album Legendaris
Meski awalnya hanya menyanyikan lagu ciptaan orang lain seperti Mus Mualim dan Wedasmara, Titiek akhirnya mulai menciptakan sendiri lagu-lagunya.
Album Si Hitam dan Pita (1963) menjadi tonggak penting, masing-masing berisi 12 lagu karya sendiri yang sukses di pasaran. Doa Ibu menyusul, memuat 11 lagu ciptaannya dan satu lagu dari Mus Mualim.
Lagu-lagu seperti Si Hitam, Aku dan Asmara, Minah Gadis Dusun, dan Pantang Mundur menjadikannya bukan hanya sebagai penyanyi, tapi juga pencipta lagu ulung yang diperhitungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar