Pangan Olahan Impor Tanpa Izin Edar Marak Jelang Nataru, Masuk Lewat Jalur Tikus di Perbatasan - Halaman all - TribunNews
Pangan Olahan Impor Tanpa Izin Edar Marak Jelang Nataru, Masuk Lewat Jalur Tikus di Perbatasan - Halaman all - TribunNews
- Marak peredaran produk pangan yang berisiko terhadap kesehatan di tengah meningkatnya aktivitas belanja akhir tahun
- BPOM kembali intensif melakukan pengawasan
- Nilai ekonomi temuan pangan yang tidak memenuhi ketentuan pada jalur offline diperkirakan mencapai Rp 1,3 miliar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali melakukan Intensifikasi Pengawasan Pangan Menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Inwas Nataru).
Langkah ini sebagai upaya melindungi masyarakat dari peredaran produk pangan yang berisiko terhadap kesehatan di tengah meningkatnya aktivitas belanja akhir tahun.
Intensifikasi pengawasan ini dilaksanakan bersama lintas sektor terkait sejak 28 November hingga 31 Desember 2025 oleh 74 unit pelaksana teknis (UPT) BPOM yang tersebar di seluruh Indonesia.
Baca juga: BPOM Tindak 13 Kosmetik Pria dengan Klaim Vitalitas Vulgar dan Menyesatkan di Platform Digital
Dua UPT di wilayah Sumatra, yakni Loka POM Kabupaten Aceh Tengah dan Loka POM Kabupaten Aceh Selatan, tidak dapat melaksanakan Inwas Nataru karena terdampak bencana alam.
Pengawasan dilakukan pada 1.612 sarana peredaran pangan olahan di 38 provinsi hingga 17 Desember 2025.
Sasaran pengawasan meliputi ritel modern, ritel tradisional, gudang distributor, gudang importir, hingga gudang marketplace atau e-commerce.
Strategi pengawasan berbasis risiko diterapkan dengan menyasar sarana peredaran yang memiliki rekam jejak pelanggaran.
Fokus utama pengawasan adalah produk pangan olahan terkemas yang tidak memenuhi ketentuan, yakni tanpa izin edar (TIE), kedaluwarsa, dan rusak.
Hasil pengawasan menunjukkan sebanyak 65,1 persen atau 1.049 sarana telah memenuhi ketentuan.
Sementara itu, 34,9 persen atau 563 sarana dinyatakan tidak memenuhi ketentuan (TMK), yang mayoritas berasal dari ritel tradisional dan ritel modern.
BPOM mencatat temuan terbesar berupa pangan olahan tanpa izin edar dengan persentase mencapai 73,5 persen atau 92.737 pieces.
Produk ilegal tersebut banyak ditemukan di wilayah perbatasan dan pintu masuk produk impor, seperti Tarakan, Jakarta, dan Pekanbaru, serta di toko oleh-oleh.
Pangan olahan impor tanpa izin edar tersebut antara lain berasal dari Malaysia, Korea, India, dan Tiongkok.
“Kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak jalur masuk ilegal atau jalur tikus di perbatasan, seperti Tarakan dan Dumai, sulit diawasi sepenuhnya, sehingga dibutuhkan pengawasan lintas sektor yang lebih intensif. Temuan ini juga menunjukkan bahwa pengawasan di sarana peredaran perlu diperketat lagi,” ungkap Kepala BPOM Taruna Ikrar dilansir dari website resmi, Jumat (19/12/2025).
Selain pangan ilegal, BPOM juga menemukan produk pangan olahan kedaluwarsa dan rusak, terutama di wilayah Indonesia timur.
Temuan pangan kedaluwarsa banyak ditemukan di Kupang, Sumba Timur, Ambon, Bau-Bau, dan Kepulauan Tanimbar.
Jenis produk temuan berupa minuman serbuk berperisa, permen, bumbu siap pakai, serta pasta dan mi.
Produk pangan rusak ditemukan dalam bentuk olahan perikanan dalam kaleng, susu kental manis, krimer kental manis, susu UHT, serta pasta dan mi.
Panjangnya rantai pasok dan sistem penyimpanan yang tidak memenuhi ketentuan menjadi faktor utama tingginya temuan di wilayah tersebut.
Selain pengawasan offline, BPOM juga melakukan patroli siber dengan menjaring 2.607 tautan penjualan pangan di platform perdagangan elektronik dan media digital.
Pelanggaran yang ditemukan didominasi produk pangan tanpa izin edar serta pangan mengandung bahan kimia obat.
Nilai ekonomi temuan pangan yang tidak memenuhi ketentuan pada jalur offline diperkirakan mencapai Rp 1,3 miliar, sementara hasil patroli siber selama periode intensifikasi pengawasan mencapai Rp 40,8 miliar.
”Nilai ekonomi temuan produk TMK pada intensifikasi pengawasan pangan secara total dari jalur offline dan online mencapai lebih dari Rp 42 miliar,” jelas Taruna Ikrar.
BPOM telah menindaklanjuti temuan tersebut dengan pengembalian produk kepada pemasok, pemusnahan produk, serta penelusuran lanjutan terhadap pelaku usaha.
Koordinasi dengan Asosiasi E-commerce Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan Digital juga dilakukan untuk penurunan konten penjualan produk ilegal.
”Saya mengimbau agar pelaku usaha meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi serta memastikan produk yang dihasilkan memenuhi ketentuan,” imbau Taruna Ikrar.
BPOM memastikan akan terus mendampingi pelaku usaha, termasuk usaha mikro dan kecil, dalam pemenuhan persyaratan pendaftaran, produksi, hingga peredaran pangan olahan.
Masyarakat juga diharapkan berperan aktif dengan melaporkan temuan produk pangan ilegal, kedaluwarsa, atau rusak melalui kanal pengaduan resmi BPOM.
(Tribunnews.com/ Aisyah Nursyamsi)