Amit-amit Putin Deklarasikan PD III, Kita Kudu Investasi Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Perang antara Rusia dengan Ukraina telah berlangsung hingga hampir tiga bulan. Ini terjadi sejak pasukan Presiden Rusia Vladimir Putin menyerang tetangganya itu, 24 Februari lalu.
Kedua belah pihak telah berulang kali mengadakan perundingan untuk mencapai kesepakatan damai. Tetapi, tujuan perundingan tersebut hingga kini masih belum tercapai dan keduanya terus berperang.
Meski saat ini negara yang berperang masih antara Rusia-Ukraina, tetapi ada potensi bahwa perang ini dapat menjadi perang Blok Barat dengan Blok Timur. Bantuan persenjataan Barat dan potensi negara baru masuk NATO dikhawatirkan membuat Putin memanas.
Terbaru, Putin diramal akan segera mengumumkan Perang Dunia 3 (World War 3) dalam waktu dekat. Hal ini disampaikan Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace sebagaimana dimuat Express.co.id, dikutip Minggu (1/5/2022).
Ia mengatakan Putin bisa mengumumkannya 9 Mei mendatang, kala Rusia melakukan hari perayaan kemenangan Uni Soviet terhadap NAZI Jerman dalam Perang Dunia 2. Ini untuk memobilisasi rakyat Rusia melawan dunia.
Perang tak bisa dipungkiri telah membawa harga sejumlah komoditas melonjak, termasuk pangan dan energi. Sejumlah negara, seperti Eropa dan Amerika Serikat (AS) bahkan diramal kembali resesi karena inflasi tinggi dan ketidakpastian.
Lalu apakah kita masih bisa berinvestasi? Atau adakah investasi yang cocok dalam kondisi saat ini.
Berikut Riset CNBC Indonesia:
1. Emas
Emas dapat menjadi tempat perlindungan aset agar nilainya tidak rusak karena perang. Dalam sejarah dunia, tercatat beberapa kejadian yang menyebabkan lonjakan harga emas dunia akibat perang.
Saat Perang Dunia I, harga emas dunia mencapai US$ 536,69/ troy ons pada April 1915. Setelah perang reda, harga emas pun ambrol dan mencapai harga terendah di US$ 275,2/troy ons.
Lebih dari 50 tahun berselang, harga emas dunia melejit hingga 290% sejak Desember 1970 hingga mencapai level tertinggi pada Maret 1974. Saat itu puncak harga emas berada di US$ 999,67/troy ons. Aset safe haven ini meroket karena perang Timur Tengah yang pecah pada 1973.
Sementara pada dekade 2000-an, ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Irak pada membuat harga emas melambung hingga 50% dalam kurun waktu setahun.
Sepanjang tahun 2022 saja, harga emas sudah melesat 3,72%, meski dari awal terjadinya perang Rusia-Ukraina yakni 20 Februari lalu hingga Jumat pekan ini, harga emas dunia cenderung melemah 0,48%.
Emas dijuluki sebagai aset safe haven karena menawarkan perlindungan bagi investor dari keadaan ekonomi yang tak pasti atau krisis. Sebab emas memiliki pergerakan harga yang stabil dan minim risiko sehingga cocok sebagai aset lindung nilai.
Lagipula, perang juga akan menyebabkan inflasi yang meroket lantaran pemerintah yang akan getol mengeluarkan duit demi menang perang. Selain itu, produksi akan mandek sehingga menyebabkan barang atau jasa menjadi langka. Ketika terjadi kelangkaan maka harga akan meningkat.
Inflasi melesat mengakibatkan mata uang menjadi tidak ada nilainya. Inilah alasan kenapa investor perlu berburu emas saat perang mengancam.
2. Reksadana Pasar Uang
Selain emas, reksadana pasar uang juga cenderung dianggap sebagai alternatif safe haven lainnya bagi sebagian investor. Reksadana jenis ini risikonya juga cenderung relatif rendah dibandingkan dengan reksadana jenis lainnya.
Tetapi, perlu dicatat bahwa reksadana pasar uang harus dipilih menggunakan mata uang yang cenderung stabil saat perang berlangsung. Jika memilih mata uang yang cenderung berfluktuasi saat perang, maka risikonya pun tidak jauh dari reksadana lainnya.
3. Obligasi
Sejatinya, obligasi, baik korporasi maupun pemerintah merupakan salah satu aset safe haven, karena imbal hasil (yield) yang ditawarkan cenderung kompetitif dan tidak terlalu berfluktuatif.
Di pasar obligasi pemerintah Indonesia atau surat berharga negara (SBN) saja, terutama untuk tenor 10 tahun, yield-nya saat ini sudah berada di kisaran 8%. Artinya, yield-nya sudah cukup tinggi dan hal ini menjadi daya tarik sendiri.
Meskipun dianggap menjadi salah satu safe haven, tetapi pasar obligasi pemerintah global saat ini cenderung masih kurang menarik karena yield-nya masih akan berpotensi meninggi. Hal ini karena adanya pengetatan kebijakan moneter bank sentral global yang membuat yield obligasi pemerintah cenderung masih akan naik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar