Pilihan

OJK Kaji Batas Ekuitas bagi Perusahaan Asuransi, Ini Tujuannya - Beritasatu

OJK Kaji Batas Ekuitas bagi Perusahaan Asuransi, Ini Tujuannya

Jumat, 10 Maret 2023 | 07:59 WIB
Oleh: Prisma Ardianto / WBP

Ilustrasi OJK.
Ilustrasi OJK. (Foto: Beritasatu Photo)

Jakarta, Beritasatu.com- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji batas ekuitas terbaru bagi perusahaan asuransi. Langkah OJK ini sebagai bagian sebagai upaya mendongkrak kemampuan menyerap dampak pelemahan ekonomi sekaligus mendukung pengembangan bisnis perusahaan.

Advertisement

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyampaikan, industri asuransi merupakan pasar yang sangat kompetitif dan teregulasi. Kondisi demikian, mengharuskan perusahaan asuransi untuk mencari keunggulan kompetitif untuk mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi operasi bisnis.

Pada saat yang sama, kata dia, perusahaan asuransi harus waspada dan tetap fleksibel untuk mengidentifikasi cara-cara baru dan tren yang sedang berkembang. Pendekatan tersebut menjadi krusial untuk mengelola margin dan mempertahankan modal, di antaranya dengan menerapkan proses pengambilan keputusan yang baik dan strategi manajemen risiko.

"Oleh karena itu, saat ini OJK sedang melakukan kajian mengenai kebutuhan ekuitas yang optimal bagi perusahaan perasuransian yang tidak hanya penting untuk menyerap dampak pelemahan ekonomi, tetapi juga diperlukan untuk mendukung pengembangan bisnis perusahaan," beber Ogi dalam International Insurance Seminar Ke-9 dikutip Investor Daily di Hotel Shangrila, Jakarta, Kamis (9/3/2023).

Advertisement

Ogi menjelaskan, kebutuhan ekuitas minimum ini salah satunya akan berguna untuk memastikan penyelenggaran proses pengumpulan, penyimpanan, dan analisis data berjalan baik dari perusahaan asuransi. Dengan begitu, perusahaan dapat dipastikan memiliki kapasitas untuk mendesain produk asuransi, menghitung premi asuransi, dan membentuk cadangan teknis pun dengan baik.

"Penting bagi perusahaan asuransi untuk terlibat dalam inovasi TI, seperti komputasi awan (cloud computing), enterprise data warehouse, dan big data analytics untuk dapat mengoptimalkan penggunaan data dalam mendukung efektivitas dan efisiensi operasi bisnis utamanya," jelas Ogi.

Permodalan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan asuransi diatur dalam POJK Nomor 67 Tahun 2016 (POJK 67/2016). Pasal 6 dalam ketentuan tersebut menjabarkan modal disetor pada saat pendirian dari perusahaan asuransi paling sedikit sebesar Rp 150 miliar, reasuransi sebesar Rp 300 miliar, asuransi syariah sebesar Rp 100 miliar, dan reasuransi syariah Rp 175 miliar.

Jika mengacu pada statistik OJK tentang Perasuransian Tahun 2020, ada sebanyak sembilan perusahaan dari 55 perusahaan asuransi umum lokal yang memiliki ekuitas di atas Rp 10 triliun. Adapun sebanyak 37 perusahaan asuransi umum lokal bahkan hanya memiliki ekuitas di bawah Rp 500 miliar.

Sedangkan asuransi umum patungan (joint venture) mencatat ada 5 dari 18 perusahaan memiliki ekuitas di atas Rp 1 triliun, sembilan diantaranya memiliki ekuitas di bawah Rp 500 miliar. Di samping itu, masih ada dua dari enam perusahaan reasuransi yang memiliki ekuitas di bawah Rp 1 triliun.

Sementara di asuransi jiwa, terdapat enam dari 30 perusahaan lokal yang telah memiliki ekuitas di atas Rp 1 triliun. Sebanyak 22 perusahaan asuransi jiwa lokal lainnya memiliki ekuitas di bawah Rp 500 miliar, bahkan beberapa tercatat negatif ekuitas.

Ada sebanyak 15 dari 23 perusahaan asuransi jiwa patungan yang telah memiliki ekuitas di atas Rp 1 triliun. Serta hanya ada tiga perusahaan asuransi jiwa patungan yang memiliki ekuitas di bawah Rp 500 miliar.

Permasalahan permodalan ini sempat disinggung Ogi dalam acara 26th Indonesia Rendezvous, di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Badung, Bali, Oktober 2022 silam. Dalam hal ini, salah satu masalah struktural di industri perasuransian adalah tantangan mengenai kurangnya dukungan permodalan.

Ogi bilang, masalah struktural harus ditangani dengan baik untuk membangun industri yang kuat, sehat, dan, berkelanjutan. Apalagi pandemi Covid-19 juga memberikan pelajaran tentang pentingnya dukungan modal sebagai penyangga untuk menyerap dampak krisis ekonomi.

"Salah satu tantangan utama adalah mengenai kurangnya dukungan modal yang diperlukan untuk memastikan bahwa perusahaan asuransi memiliki kapasitas yang cukup untuk beroperasi dengan dukungan infrastruktur yang memadai dan keahlian yang sangat mumpuni," kata Ogi.

Tantangan
Lebih lanjut, di tengah pemulihan ekonomi nasional, aset dan premi asuransi umum dan reasuransi memang terus tumbuh masing-masing sebesar 7,01% dan 19,8% yoy per Januari 2023. Namun demikian, masih terdapat potensi ketidakpastian ekonomi global yang dapat berdampak pada siklus pasar asuransi.

"Kami memperkirakan pasar asuransi akan terus berada dalam siklus pasar yang sulit (hard market), karena meningkatnya biaya modal dan eksposur risiko yang dapat diasuransikan yang lebih tinggi, terutama risiko-risiko yang sensitif terhadap kondisi ekonomi," ujar dia.

Melihat kondisi tersebut, perusahaan asuransi perlu melakukan proses underwriting secara lebih hati-hati dan disiplin, untuk menghindari dampak memburuknya kondisi ekonomi terhadap kondisi likuiditas dan solvabilitas. Hal ini sangat penting untuk menghindari terulangnya kasus salah urus (mismanagement) pada lini bisnis asuransi kredit, pada masa krisis akibat pandemi.

"Dan yang terpenting, penting bagi perusahaan asuransi untuk sepenuhnya menyadari siklus pasar asuransi, dan menggunakannya sebagai salah satu pertimbangan utama dalam penerapan strategi bisnisnya," kata Ogi.

Tidak sampai di sana, sambung Ogi, industri perasuransian memerlukan dukungan teknologi informasi dan digital untuk membuka peluang peningkatan akses terhadap produk dan layanan asuransi. Pemanfaatan juga terkait dengan mengatasi tantangan geografis, sehingga perusahaan asuransi dapat menjangkau pasar yang lebih luas, sekaligus hemat dan sesuai dengan preferensi profil calon nasabah.

Dia meyakini, teknologi asuransi atau insurtech, akan menjadi pendorong perubahan yang sangat penting. Karena industri asuransi memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan solusi pembiayaan risiko yang inovatif untuk mengurangi kesenjangan perlindungan dan membangun masa depan yang berkelanjutan.

"Namun, salah satu catatan penting adalah bagaimana mencapai keseimbangan yang tepat antara mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dengan kebutuhan untuk melindungi kepentingan konsumen," tambah Ogi.

Selain tantangan dari sisi kemampuan keuangan, OJK juga menekankan pentingnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik di dalam perusahaan perasuransian. Dalam hal ini, kegiatan operasional bisnis utama di perusahaan asuransi, seperti pengelolaan data, desain produk, dan technical reserving, harus didukung oleh fungsi aktuaria internal yang mumpuni.

Dalam waktu dekat, perusahaan asuransi juga mesti menerapkan PSAK 74. Penerapan ini juga harus dilengkapi aktuaris internal yang mengambil peran strategis pelaporan keuangan perusahaan asuransi.

"Mengingat implementasi PSAK 74 sangat penting untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan asuransi kepada seluruh pemangku kepentingan, termasuk konsumen, investor, dan regulator, OJK bermaksud untuk memastikan kesiapan perusahaan asuransi dalam mengimplementasikan standar pelaporan tersebut," kata Ogi.

Berita ini juga sudah tayang di Investor.id dengan judul: Bersiap! Bakal Ada Batas Ekuitas Terbaru untuk Perusahaan Asuransi

Saksikan live streaming program-program BTV di sini

TAG: 

Komentar

Baca Juga (Konten ini Otomatis tidak dikelola oleh kami)

Antarkabarid

Arenanews

Antaranews

Berbagi Informasi

Kopiminfo

Liputan Informasi 9

Media Informasi

Opsi Informasi

Opsitek