Dunia Internasional
Bela Gaza, Korea Utara Sebut AS Perampok - Bagian All

DOHA, iNews.id - Media pemerintah Korea Utara (Korut) KCNA menyebut Amerika Serikat (AS) sebagai pembantai sekaligus perampok terkait rencana Presiden Donald Trump merebut Jalur Gaza serta mengusir penduduknya.
"Dunia sekarang mendidih seperti panci bubur atas deklarasi mengejutkan AS," demikian artikel KCNA, Rabu (12/2/2025).
Rencana AS untuk mengambil alih Gaza merupakan bukti ambisi hegemonik dan invasif AS untuk mendominasi dunia.
KCNA juga menyebut AS sebagai perampok ganas terkait seruan pemerintahan Trump untuk mengambil alih Terusan Panama dan Greenland, serta mengganti nama Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika.
"AS harus terbangun dari lamunan lawas dan segera menghentikan tindakan melanggar martabat dan kedaulatan negara dan bangsa lain," demikian isi artikel, seraya menambahkan praktik itu bukan masalah dilakukan terhadap Gaza.
Korut secara konsisten mengecam tindakan Israel, mengutuk negara Yahudi itu atas pembantaian kejam terhadap warga Palestina serta menyebut AS sebagai kaki tangan.
Dalam wawancara dengan Fox News yang disiarkan pada Senin (10/2/2025), Trump tak akan mengizinkan warga Gaza yang sudah direlokasi untuk kembali.
"Kita akan membangun komunitas aman, sedikit jauh dari tempat mereka berada saat ini, tempat yang berbahaya ini. Sementara itu, saya akan memilikinya. Anggap saja ini sebagai pengembangan real estate untuk masa depan. Ini akan menjadi sebidang tanah yang indah," kata Trump.
Saat ditanya lagi, apakah warga Palestina yang telah direlokasi itu bisa kembali? Trump menjawab dengan tegas, warga Gaza yang sudah direlokasi, disediakan tempat baru, tak bisa masuk wilayah mereka lagi.
"Tidak, mereka tidak akan melakukannya, karena mereka akan memiliki perumahan yang jauh lebih baik. Dengan kata lain, saya berbicara tentang membangun tempat tinggal permanen bagi mereka," ujarnya.
Dia menambahkan, Gaza saat ini tidak layak huni sehingga warganya butuh tempat baru. Selain itu untuk merekonstruksinya butuh waktu yang sangat panjang.
"Akan butuh waktu bertahun-tahun sebelum itu bisa terjadi. Saya berbicara tentang memulai pembangunan dan saya kira saya bisa membuat kesepakatan dengan Yordania.Saya kira saya bisa membuat kesepakatan dengan Mesir," ujarnya.
Komentar
Posting Komentar