Massa di Surabaya Kembali Aksi Indonesia Gelap Besok

--
Mahasiswa, akademisi dan masyarakat sipil di Surabaya bakal kembali menggelar aksi #INDONESIAGELAP di depan Gedung DPRD Jawa Timur, Jumat (21/2) besok.
Korlap aksi, Thanthowy Syamsuddin mengatakan, gerakan dan aksi Indonesia Gelap ini muncul sebagai respons terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat dan melemahkan demokrasi.
Sebelum aksi besok, Thanthowy mengatakan, pihaknya pun sudah melakukan kajian sejumlah kebijakan pemerintah, dan hal itu masuk dalam tuntutan demonstrasi.
"Kajian substantif yang menjelaskan urgensi tuntutan aksi, dilengkapi dengan data, dampak sosial-ekonomi, serta rekomendasi kebijakan," kata Thanthowy, Kamis (20/1).
Yang pertama mereka mendesak DPR dan pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang dinilainya pro rakyat. Yang pertama RUU Masyarakat Adat.
"Konflik agraria dan kriminalisasi terus terjadi akibat belum ada payung hukum yang kuat. Dampaknya, berdasarkan data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sekitar 1,6 juta hektare tanah adat berkonflik dengan korporasi," ucapnya.
Kedua, pihaknya juga meminta DPR segera mengetok RUU Perampasan Aset. Tanpa UU itu, aset koruptor akan sulit disita dan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp200 triliun berdasarkan data ICW.
"Dampaknya negara kehilangan potensi pemulihan aset," ujar Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini.
Berikutnya, masyarakat sipil mendorong RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) disahkan. Pasalnya, sebanyak 4,2 juta pekerja PRT tidak memiliki perlindungan hukum.
Lalu menolak revisi UU TNI & Polri yang dianggap tidak pro terhadap rakyat sipil, karena meningkatkan potensi represi dan melemahkan demokrasi.
"Adanya potensi perluasan peran TNI-Polri di ranah sipil. Hal itu berpotensi meningkatkan represi dan melemahkan demokrasi," katanya.
Thanthowy mengatakan, masyarakat sipil juga menolak revisi UU Minerba & Kejaksaan. Sebab revisi ini dinilai menguntungkan oligarki tambang dan melemahkan independensi hukum.
"Dampaknya eksploitasi sumber daya alam serta berkurangnya independensi kejaksaan," kata dia.
Lebih lanjut, mereka juga meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan efisiensi anggaran dan kabinet yang gemuk.
"Pemborosan anggaran akibat struktur kabinet yang terlalu besar. Lalu pemangkasan anggaran di sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Maka harus ada evaluasi INPRES No. 1 Tahun 2025 dan realokasi anggaran yang lebih tepat," ucapnya.
Pihaknya juga mengkritisi Program Makan Bergizi (MBG). Sebab ditemukan masalah distribusi, pengawasan, dan kualitas makanan yang tidak memadai.
"Sekitar 30 persen makanan yang didistribusikan tidak layak konsumsi. Kami meminta ada audit menyeluruh, perbaikan skema distribusi atau pembatalan program," ucapnya.
Mereka juga mengkritisi peran yang disebut sebagai Multifungsi TNI-Polri. Peran ini dinilai bertentangan dengan reformasi demokrasi. Hal itu menimbulkan potensi pelanggaran HAM meningkat.
Terakhir mereka menuntut dihentikan proyek IKN, MBG serta Danantara yang tidak mendasar, dan lebih memprioritaskan sektor pendidikan dan kesehatan.
"Pembebanan APBN untuk proyek-proyek non-prioritas bakal berdampak pada defisit anggaran diprediksi mencapai Rp150 triliun dalam 10 tahun," ucapnya.
"Tuntutan aksi #INDONESIAGELAP ini didasarkan pada kajian data dan fakta yang kuat. Gerakan ini mendesak pemerintah dan DPR untuk segera bertindak demi kepentingan rakyat, bukan oligarki. Masyarakat sipil akan terus mengawal dan memastikan demokrasi tetap berada di jalur yang benar," pungkasnya.
(wis/wis/frd)
Komentar
Posting Komentar