Ekonom Dunia Bingung dengan Rumusan Tarif Impor Trump - Beritasatu - Opsiin

Informasi Pilihanku

demo-image
demo-image

Ekonom Dunia Bingung dengan Rumusan Tarif Impor Trump - Beritasatu

Share This
Responsive Ads Here

 

Ekonom Dunia Bingung dengan Rumusan Tarif Impor Trump

1743661271-5071x3381

New York, Beritasatu.com - Para ekonom perdagangan global dibuat bingung oleh rumus yang digunakan Gedung Putih untuk menghitung ketidakseimbangan perdagangan dan mengenakan sanksi tarif impor terhadap hampir semua mitra dagang Amerika Serikat.

ADVERTISEMENT

Dalam konferensi pers di Taman Mawar Gedung Putih pada Rabu (2/4/2025) waktu AS, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan alasan di balik kebijakan tarif timbal balik atau tarif impor yang diberlakukan terhadap berbagai negara, mulai dari kekuatan ekonomi seperti Tiongkok dan Uni Eropa hingga negara-negara berkembang.

Trump menetapkan tarif sebesar 34% terhadap barang-barang dari Tiongkok, di atas tarif sebelumnya sebesar 20%, sehingga totalnya menjadi 54%. Sementara itu, Uni Eropa dikenakan tarif sebesar 20%, Jepang 24%, dan India 26%.

Mitra dagang lainnya dikenai tarif impor dasar sebesar 10% untuk seluruh produk impor ke AS.

Menurut Gedung Putih, tarif impor tersebut dihitung berdasarkan ketidakseimbangan perdagangan setiap negara terhadap AS, kemudian dibagi dengan jumlah impor dari negara tersebut, lalu diubah menjadi persentase. Angka tersebut kemudian dibagi dua untuk menentukan tarif akhir yang diberlakukan.

Pemerintah AS menyatakan pendekatan ini dimaksudkan untuk mencegah tarif yang terlalu tinggi dan menunjukkan bahwa Trump bersikap adil terhadap mitra dagang global. Selain itu, tarif impor dasar 10% disebut penting untuk menghindari pengalihan produksi ke negara lain guna menghindari tarif, seperti di Vietnam, Kamboja, dan Meksiko.

Namun, para ekonom menilai pendekatan tersebut keliru dan tidak mencerminkan kondisi perdagangan yang sebenarnya. Mantan Menteri Keuangan AS, Larry Summers, menyamakan kebijakan ini dengan kreasionisme dalam biologi atau astrologi dalam astronomi.

Sementara itu, grafik yang ditampilkan Trump menyebutkan bahwa China mengenakan tarif sebesar 67% terhadap produk AS, padahal data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menunjukkan bahwa tarif rata-rata Tiongkok pada 2024 hanya 4,9%. Ketidaksesuaian serupa juga terjadi pada Uni Eropa (39% vs 1,7%) dan India (52% vs 6,2%).

Gedung Putih mengeklaim bahwa mereka mempertimbangkan faktor non-tarif seperti regulasi lingkungan, manipulasi mata uang, dan hambatan perdagangan lainnya.

Paul Krugman, penerima Nobel Ekonomi dan kritikus kebijakan Trump, menyatakan bahwa pendekatan tersebut sangat bermasalah. "Terlalu banyak yang salah dalam metode ini hingga sulit menentukan dari mana harus mulai," tulisnya di blog pribadinya.

Mary Lovely, peneliti senior di Peterson Institute, mengkritik bahwa tidak ada metodologi yang jelas dalam perhitungan tarif impor tersebut. “Ini seperti mendiagnosis kanker lalu memilih pengobatan berdasarkan berat badan dibagi usia. Istilah timbal balik sangat menyesatkan,” ungkapnya.

John Denton, Kepala Kamar Dagang Internasional, menyoroti bahwa negara-negara berkembang seperti Madagaskar, Lesotho, Kamboja, dan Laos menjadi korban utama kebijakan ini, dengan tarif mencapai lebih dari 47%.

Beberapa negara seperti Iran, Korea Utara, Kuba, Belarus, dan Venezuela justru tidak terdampak oleh tarif baru karena rendahnya volume perdagangan akibat sanksi dan hambatan lain.

Gedung Putih menegaskan bahwa tarif impor ini ditujukan untuk menutup defisit perdagangan, merangsang sektor manufaktur domestik, dan meningkatkan pendapatan negara, bukan sebagai langkah awal dalam negosiasi perjanjian dagang baru.

Meski begitu, pemerintahan Trump menyatakan tetap terbuka untuk bernegosiasi. “Setiap negara kini menghubungi kami. Kami sekarang berada di posisi pengendali. Jika kami meminta bantuan sebelumnya, mereka menolak. Kini mereka akan melakukan apa pun demi kami," ujarnya terkait kebijakan tarif impor AS.

Comment Using!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arenanews

Berbagi Informasi

Media Informasi

Opsiinfo9

Post Bottom Ad

Pages