Kasus F-15EX Jadi Preseden Buruk Indonesia, Pengadaan 48 KAAN Belum Tentu Jadi Kenyataan - Zona Jakarta
ZONAJAKARTA.COM - Meski sempat mengagetkan dan menjadi pembicaraan dunia, tapi pembelian 49 pesawat KAAN oleh Indonesia dinilai masih sebagai rancangan dan belum tentu jadi kenyataan.
Kasus Memorandum of Understanding (MoU) pesawat tempur F-15EX yang dilakukan Indonesia dan Boeing menjadi preseden buruk yang bisa terjadi hal sama pada rencana pengadaan 48 jet KAAN.
Sebab, MoU belum bersifat mengikat dan segalanya bisa berubah, apalagi pesawat generasi kelima KAAN belum benar-benar diproduksi.
Salah satu pakar yang berpendapat seperti itu adalah wartawan senior yang intensif mengikuti hubungan luar negeri, Prakash Nanda.
Kepada eurasiantimes.com, 19 Juni 2025, Prakash Nanda mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat rencana pengadaan 48 KAAN oleh Indonesia itu belum tentu jadi kenyataan, setidaknya soal jumlahnya.
Memang, pihak Indonesia dan Turki sudah menandatangani MoU untuk pengadaan KAAN bagi Indonesia.
Penandatangan dilakukan oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Sekretaris Turkish Defense Industries (TAI), Haluk Gorgun.
Setelah penandatanganan itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan langsung mengunggah pernyataan di akun X.
Eedogan dengan gamblang menyatakan bahwa Indonesia akan mengakuisisi 48 pesawat KAAN.
"Kemampuan lokal Indonesia juga akan dilibatkan dalam produksi jet KAAN,” tulis Erdogan.
TAI sebagai produsen jet tempur generasi kelima KAAN itu kemudian juga mengeluarkan pernyataan.
Menurut mereka, 48 KAAN pesanan Indonesia itu akan dikirimkan dalam waktu 120 bulan atau dalam 10 tahun ke depan.
Pada 12 Juni 2025, Kepala Biro Informasi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Brigjen TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang langsung membuat pernyataan.
Seperti dilansir rri.co.id, Frega menanggapi unggahan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di platform X yang sudah menyebut angka 48 KAAN akan dipesan Indonesia.
"Dari Kemhan kemarin yang memang ditandatangani itu adalah MOU, belum kontrak," kata Frega saat diwawancarai di pameran Indo Defence Expo 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 12 Juni 2025.


Frega mengatakan, meskipun Presiden Turki telah mengunggah informasi tentang rencana pembelian 48 unit namun belum dapat dipastikan.
"Saya tidak berani bicara angkanya. Kemungkinan terbesar adalah 48 itu dalam konteks MOU," jelasnya.
Soal rencana pengadaan KAAN oleh Indonesua, menurut Frega, masih dalam tahap negosiasi mulai jumlah pembelian dan skema teknis lainnya, seperti proporsi alih teknologi dan komponen produksi bersama.
Angka 48 pesawat KAAN, kata Frega, juga hanya akan resmi jika telah tertuang dalam kontrak final.
"Ketika kita sudah tulis kontrak 48, baru saya bisa disclose," tandasnya.
Hal itu pula yang menjadi perhatian Prakash Nanda saat diwawancara eurasiantimes.com.
Sebelum MoU KAAN, Indonesia juga sudah menandatangani MoU dengan Boeing untuk pengadaan 24 pesawat F-25EX.
Faktanya, MoU itu belum mengikat dan Indonesia tak jua merealisasikan pembelian F-15EX.
Bahkan, Presiden Boeing ASEAN, Penny Burtt, sampai datang ke Jakarta untuk memberi tawaran lebih menggiurkan, yakni memberi porsi produksi dalam negeri sampai sebesar 85 persen.
Namun, tawaran itu tak juga ditindaklanjuti oleh Indonesia, bahkan kemudian menandatangani MoU baru dengan TAI untuk pengadaan KAAN.
Sebab itu, muncul analisis juga bahwa MoU KAAN bisa juga akan bernasib sama dengan MoU F-15EX yang tak jua segera menjadi kenyataan.
Menurut Prakash Nanda, kemampuan anggaran menjadi salah satu alasan keraguan itu.
Pada 2024, anggara pertahanan Indonesia saja hanya 9 miliar dolar AS (sekitar Rp 146 triliun).
Sedangkan untuk mendatangkan 48 KAAN, Indonesia harus membayar 10 miliar dolar AS (sekitar Rp 162,6 triliun).
Tak bisa dipungkiri, Indonesia juga sedang dalam kesulitan anggaran.


Sebab itu, MoU 48 KAAN tersebut baru mengernyitkan alis publik, tapi belum benar-benar mengagetkan sebagai langkah atau kebijakan besar.
"Anggaran Indonesia terbatas. Tentu saja, Indonesia memang harus mencari pesaat tempur yang tersedia dan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan masing-masing. Selain itu, (Indonesia) harus mempertimbangkan jauh dari sekadar menandatangani atau menyelesaikan kesepakatan," kata Prakash Nanda.
Selain itu, Nanda menjelaskan lebih lanjut tentang masalah yang terkait dengan pembelian KAAN.
“Pesawat-pesawat ini (KAAN) akan menggunakan mesin GE Amerika untuk waktu yang cukup lama, sehingga membatasi kebebasan negara pembeli tentang bagaimana dan kapan menggunakannya, karena itu memerlukan persetujuan Amerika,” katanya.
Meski begitu, TAI sempat mengeluarkan bahwa KAAN yang akan diekspor ke Indonesia menggunakan mesin buatan Turki sendiri, yakni TF35000.
Menurut laporan, KAAN akan memasuki uji terbang awal tahun 2026.
“Tujuan kami adalah menyelesaikan prototipe pertama pada kuartal pertama tahun depan dan memulai uji terbang,” kata CEO TAI, Mehmet Demiroglu.
Setelah itu, prototipe kedua diharapkan mengudara pada pertengahan 2026, dan yang ketiga dijadwalkan menyusul pada awal 2027.
Berbicara di sela pameran Paris Air Show 2025, Demiroglu mengatakan, pesanan KAAN Indonesia merupakan cerminan kepercayaan terhadap Turki, penerbangan Turki, dan KAAN.
"Apa yang telah kami lakukan di masa lalu dan apa yang telah kami berikan kepada pasukan keamanan kami menunjukkan bahwa mereka dapat mempercayai kami," tambah Demiroglu.
Indonesia memang sangat membutuhkan pesawat tempur canggih untuk memodernisasi angkatan udara, sekaligus merespons situasi geopolitik di kawasan.
Indonesia sudah memastikan akan mendatangkan 42 Rafale yang akan mulai dikirimkan pada tahun depan.
Indonesia juga masih aktif menjajaki tambahan Rafale, pembelian KAAN, F-15EX, J-10C, dan Su-35E.
Sampai sekarang, tidak satu pun dari opsi ini yang saat ini dikunci untuk dikrealisasikan.
Sebab itu, untuk kasus KAAN, rencana Indonesia mendatangkan 48 unit ini masih diragukan.


Penandatanganan MoU dengan Boeing soal pengadaan 24 F-15EX menjadi preseden.
Sejauh ini Indonesia belum juga menindaklanjuti MoU itu dan hal yang sama juga bisa terjadi pada KAAN.
Karena, seperti kata Kepala Biro Informasi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Brigjen TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang, ini sifatnya baru MoU, belum menjadi kontrak yang mengikat. ***
0 Komentar