Keuntungan Bagi Korsel Serta Membuat Indonesia Dipastikan Akan Kebanjiran Jet Tempur Modern Hampir 100 Unit Usai Pastikan Kontrak KF-21 Boramae - Zona Jakarta
ZONAJAKARTA.com - Dalam ajang Indo Defense 2025, Indonesia disebut telah melakukan kesepakatan dengan Turki terkait dengan jet tempur KAAN.
Laporan Associated Press, pada 12 Juni 2025, dalam artikel berjudul "Turki Akan Mengekspor 48 Jet Tempur Produksi Dalam Negerinya ke Indonesia."
Mengungkapkan bahwa, Turki akan mengekspor 48 jet tempur KAAN produksi nasionalnya ke Indonesia, menurut keterangan Turki.
Menurut keterangan tersebut, 48 jet tempur KAAN akan diproduksi di Turki dan akan diekspor ke Indonesia, menurut keterangan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Kesepakatan itu terjadi di sela-sela pameran industri pertahanan, Indo Defence 2025, di Jakarta, surat kabar Sabah Turki melaporkan.
"Perjanjian ini menunjukkan kemajuan dan pencapaian industri pertahanan dalam negeri dan nasional kita," kata Erdogan.
Ia juga memuji Presiden Indonesia Prabowo Subianto atas perannya dalam mengamankan perjanjian tersebut.
Para analis menganggap pertahanan Indonesia sebagai prioritas bagi Presiden Prabowo Subianto.
Baca Juga:
Ia ingin memperluas militer dengan membeli kapal selam, fregat, dan jet tempur serta memulai lebih banyak kerja sama pertahanan dengan berbagai negara.
Indonesia telah memulai upaya untuk meningkatkan dan memodernisasi persenjataannya serta memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
Tak hanya KAAN saja, Indonesia juga mengamankan kesepakatan dengan Korsel terkait jet tempur KF-21 Boramae yang selama ini menuai polemik.
Menurut keterangan Army Recognition, pada 14 Juni 2025, dalam artikel berjudul "Indonesia dan Korea Selatan menandatangani kesepakatan baru untuk pengiriman 48 jet KF-21 dan pelestarian produksi bersama."
Mengungkapkan bahwa, Pada 10 Juni 2025, selama IndoDefense 2025, Korea Selatan dan Indonesia menyelesaikan perjanjian revisi yang menyesuaikan kontribusi finansial Jakarta terhadap program pengembangan jet tempur KF-21 Boramae.

Kesepakatan tersebut dicapai selama pertemuan trilateral di Jakarta yang dihadiri oleh Menteri Pertahanan Korea Selatan Shin Won-sik, Presiden Indonesia Prabowo Subianto, dan CEO Hanwha Aerospace Son Jae-il.
Kontrak yang diperbarui tersebut mengurangi porsi Indonesia dari 1,6 triliun won menjadi 600 miliar won.
Selain mengubah kontribusi finansial, perjanjian tersebut menetapkan struktur pembayaran alternatif, menegaskan kembali rencana pengalihan 48 pesawat ke Indonesia, dan menegaskan partisipasi berkelanjutan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dalam produksi.
Baca Juga:
Negosiasi ulang ini menyusul penundaan pembayaran, diskusi berulang selama lima tahun terakhir, dan kekhawatiran yang diajukan Korea Selatan pada tahun 2024 atas pemenuhan kewajiban Indonesia.
Berdasarkan perjanjian yang direvisi, peran Indonesia dalam program tersebut akan berlanjut melalui produksi komponen pesawat oleh PTDI dan keterlibatan di masa mendatang dalam operasi pemeliharaan dan dukungan.
Pengaturan ini memastikan bahwa Indonesia tetap terintegrasi dalam jaringan industri dan logistik program tersebut, termasuk infrastruktur pendukung untuk 48 pesawat yang akan diperolehnya.
Kemampuan untuk menyediakan komoditas untuk pembayaran sebagian juga sejalan dengan saran sebelumnya yang dibuat oleh otoritas Indonesia, yang telah mengusulkan mekanisme kompensasi selama diskusi sebelumnya.
Kontrak tersebut memungkinkan Indonesia untuk menghindari penarikan diri dari program dan mempertahankan struktur kerja sama bilateral.
Meskipun porsi keuangan Indonesia telah diturunkan, negara tersebut tetap memiliki akses ke aset operasional dan partisipasi industri dalam negeri.
Persyaratan yang dinegosiasikan ulang juga dapat menjadi model bagi kerangka kerja sama internasional di masa mendatang, di mana pembayaran parsial dan partisipasi industri disesuaikan berdasarkan kondisi ekonomi nasional.
Hanwha Aerospace kini diharapkan memimpin diskusi terkait ekspor, memanfaatkan keterlibatan berkelanjutan Indonesia sebagai bentuk kolaborasi internasional.
Baca Juga:
Pasar potensial untuk KF-21 mencakup negara-negara di Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika. Bagi Indonesia, perjanjian tersebut mengamankan rencana akuisisi 48 pesawat dan mengonfirmasi keterlibatan industri, sekaligus mengurangi kewajiban finansial.
Bagi Korea Selatan, kesepakatan tersebut menghilangkan hambatan yang sudah berlangsung lama, memperjelas struktur keuangan program, dan memungkinkan kemajuan tanpa gangguan menuju produksi skala penuh.


Dengan demikian hal ini membuat Indonesia dipastikan akan memperoleh jet tempur modern seperti KAAN dan KF-21 Boramae, yang masing-masing berjumlag 48.
Jika ditotal kedua jet tempur ini akan dimiliki Indonesia dalam jumlah 96 di masa depan, jika kesepakatan tersebut berjalan dengan lancar.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar