KKP Terjunkan Tim Polisi Khusus Periksa Tambang Nikel di Raja Ampat - Halaman all - Tribunnews


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerjunkan tim polisi khusus (Polsus) untuk mengecek keberadaan tambang nikel di Raja Ampat Papua Barat Daya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono mengatakan, KKP tengah berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menangani hal tersebut.
"Tadi pak menteri sudah sampaikan akan koordinasi dengan instansi terkait yang menangani tersebut. Tapi kami juga sudah menurunkan tim ke sana dari Polsus kita jadi tunggu nanti setelah pemeriksaan dari kami juga," kata Pung di Kementerian KKP, Kamis (5/6/2025).
Baca juga: Raja Ampat Terancam Tambang Nikel, Legislator PKS Haji Jalal: Jangan Korbankan Warisan Ekologis
Pung enggan menjelaskan lebih rinci menyoal ekosistem laut yang berada di wilayah tersebut. Sebab KKP masih menunggu hasil daripada tim Polsus KKP tersebut.
"Ya sebetulnya kalau di pesisir nya sih enggak (terancam) itu kan agak di atasnya, tim Kamis sudah turun hanya memang belum tuntas belum selesai sampai finish. Jadi kami tunggu nanti tim kami kembali bisa kita sampaikan," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa saat ini KKP tengah berkoordinasi dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Kementerian Lingkungan Hidup.
"Soal nikel ya ini kita tentu akan koordinasikan dengan banyak kementerian. Itu ada Menteri ESDM, ada Menteri Lingkungan Hidup. Tapi yang pasti kita akan bawa itu ke arah sana," tutur dia.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia akan mengevaluasi keberadaan tambang-tambang nikel yang ada di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Menurut Bahlil, diperlukan perlakuan khusus untuk pembangunan smelter di Papua karena daerah tersebut merupakan otonomi khusus.
Bahlil pun akan memanggil para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di kawasan Raja Ampat agar bisa mengevaluasi aktivitas pertambangan di sana.
"Nanti saya akan evaluasi. Saya ada rapat dengan dirjen saya, saya akan panggil pemilik IUP, mau BUMN atau swasta. Kita memang harus menghargai karena di Papua itu kan ada otonomi khusus sama dengan Aceh. Jadi perlakuannya juga khusus," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (3/6/2025).
"Ini mungkin saja saya melihat ada kearifan-kearifan lokal yang belum disentuh dengan baik. Jadi saya akan coba untuk melakukan evaluasi," jelas Bahlil.
Pria yang juga Ketua Umum Partai Golkar itu memastikan keberadaan tambang nikel di Raja Ampat akan disesuaikan dengan kaidah yang terkandung dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Sebagaimana diketahui, keberadaan industri nikel di Raja Ampat tengah menjadi sorotan.
NGO Greenpeace dalam akun media sosial X-nya menyebut Raja Ampat kini sedang berada dalam ancaman industri nikel dan program hilirisasi yang dijalankan pemerintah.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty telah menaruh perhatian pada kasus ini. Ia menegaskan, Raja Ampat merupakan kawasan dengan kekayaan alam luar biasa, mulai dari pantai, hutan, hingga ekosistem laut yang unik.
Keberadaan pertambangan yang tidak terkelola secara baik menjadi ancaman bagi masa depan pariwisata di kawasan tersebut.
“Kita tahu ini sudah diviralkan oleh Greenpeace, banyak demo, karena mereka punya kekhawatiran yang sama kelestarian lingkungan dan keberlanjutan wisata,” ujar Evita pada kunjungan kerja reses Komisi VII DPR RI di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Rabu (28/5/2025), dikutip dari Tribun Sorong.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap perusahaan tambang karena semua perizinan dikelola dari pusat tanpa pelibatan maksimal pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum setempat.
Evita meminta agar pemerintah pusat segera mengevaluasi secara menyeluruh terhadap izin-izin tambang yang telah dikeluarkan, terutama di wilayah yang sensitif terhadap pariwisata seperti Raja Ampat.
Politisi perempuan dari PDI Perjuangan tersebut menilai, narasi “pertambangan berdampingan dengan pariwisata” hanyalah ilusi.
“Suka tidak suka, kalau ada tambang, tidak mungkin bisa menjaga ekosistem. Bohong itu,” katanya.
0 Komentar