Asal Usul Wacana Kenaikan PPN hingga 15 Persen
CNN Indonesia
Selasa, 11/05/2021 14:57
Indef menjelaskan latar belakang penyelenggaraan diskusi soal rencana kenaikan PPN 15 persen dan asal usul wacana tersebut.(Adhi Wicaksono/CNN Indonesia).
Jakarta, CNN Indonesia --
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menjelaskan latar belakang penyelenggaraan webinar bertajuk 'PPN 15 Persen, Perlukah di Masa Pandemi?'
Ia mengatakan hal ini merespons yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Musrenbang yang diselenggarakan Bappenas beberapa waktu lalu.
"Bahkan beberapa kali kami diminta responsnya oleh media, dan saya kira publik harus mendengar jauh lebih luas, dan ini menjadi titik penting agar keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus didiskusikan banyak kalangan, banyak pihak," ujarnya saat membuka webinar tersebut, Selasa (11/5).
Pernyataan tersebut juga disampaikan untuk menanggapi cuitan Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo yang mempertanyakan dari mana isu kenaikan PPN 10 persen menjadi 15 persen yang dibahas dalam webinar.
Tauhid juga menjawab mengapa dalam webinar ini ia tak menyertakan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan agar topik yang dibahas lebih berimbang seperti yang disampaikan Yustinus.
"Karena acara ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Mudah-mudahan tidak mengurangi respect kami kepada teman-teman Ditjen Pajak. Mungkin di lain kesempatan ada diskusi lanjutan, saya kira kami tidak masalah. Jadi saya kira itu cukup fair. Giliran pertama Indef giliran selanjutnya Ditjen Pajak," imbuhnya.
Menurut Tauhid, peluang untuk menaikkan PPN memang terbuka lebar dalam Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambangan Nilai. Sebab dalam pasal 1 beleid tersebut, tarif PPN bisa diubah paling rendah 5 persen dan paling tinggi 10 persen.
"Mengetahui bahwa tarif PPN saat ini 10 persen dan bisa saja dinaikkan paling tinggi 15 persen. Tentu range 10-15 persen sangat mungkin bisa saja diputuskan dalam beberapa waktu ini. Karena ini penerapan pada 2022 maka saya kira ditetapkan di tahun ini," jelasnya.
Tauhid berharap webinar ini bisa jadi salah satu usulan yang dipertimbangkan pemerintah dalam pengambilan kebijakan terkait PPN di masa pandemi.
"Kami ingin mengetahui respons masyarakat terhadap hal ini agar isu ini bisa berkembang lebih luas dan tentu saja apapun yang diputuskan bisa benar-benar menghasilkan keputusan yang baik," pungkasnya.
Sebelumnya, dalam Yustinus Prastowo melalui akun Twitter pribadinya @prastow mencuit: "Dear @IndefEconomics, kok bisa bilang 15 persen ini sumbernya apa atau siapa? Lalu kenapa tak hadirkan narsum dari @DitjenPajakRI atau @BKFKemenkeu untuk informasi lebih lengkap dan seimbang?".
Saat dikonfirmasi, Yustinus juga membantah Sri Mulyani pernah mengatakan bakal menaikkan tarif PPN yang objeknya sangat luas.
"Menkeu tidak pernah menyampaikan akan naik 15 persen. Tapi dalam konteks kebijakan fiskal, kalau mau optimalisasi pajak untuk kesinambungan, menaikkan tarif PPN bisa jadi opsi yang dikaji secara lebih serius," jelasnya.
(hrf/age)
CNN Indonesia
Selasa, 11/05/2021 14:57
Indef menjelaskan latar belakang penyelenggaraan diskusi soal rencana kenaikan PPN 15 persen dan asal usul wacana tersebut.(Adhi Wicaksono/CNN Indonesia).
Jakarta, CNN Indonesia --
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menjelaskan latar belakang penyelenggaraan webinar bertajuk 'PPN 15 Persen, Perlukah di Masa Pandemi?'
Ia mengatakan hal ini merespons yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Musrenbang yang diselenggarakan Bappenas beberapa waktu lalu.
"Bahkan beberapa kali kami diminta responsnya oleh media, dan saya kira publik harus mendengar jauh lebih luas, dan ini menjadi titik penting agar keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus didiskusikan banyak kalangan, banyak pihak," ujarnya saat membuka webinar tersebut, Selasa (11/5).
Pernyataan tersebut juga disampaikan untuk menanggapi cuitan Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo yang mempertanyakan dari mana isu kenaikan PPN 10 persen menjadi 15 persen yang dibahas dalam webinar.
Tauhid juga menjawab mengapa dalam webinar ini ia tak menyertakan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan agar topik yang dibahas lebih berimbang seperti yang disampaikan Yustinus.
"Karena acara ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Mudah-mudahan tidak mengurangi respect kami kepada teman-teman Ditjen Pajak. Mungkin di lain kesempatan ada diskusi lanjutan, saya kira kami tidak masalah. Jadi saya kira itu cukup fair. Giliran pertama Indef giliran selanjutnya Ditjen Pajak," imbuhnya.
Menurut Tauhid, peluang untuk menaikkan PPN memang terbuka lebar dalam Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambangan Nilai. Sebab dalam pasal 1 beleid tersebut, tarif PPN bisa diubah paling rendah 5 persen dan paling tinggi 10 persen.
"Mengetahui bahwa tarif PPN saat ini 10 persen dan bisa saja dinaikkan paling tinggi 15 persen. Tentu range 10-15 persen sangat mungkin bisa saja diputuskan dalam beberapa waktu ini. Karena ini penerapan pada 2022 maka saya kira ditetapkan di tahun ini," jelasnya.
Tauhid berharap webinar ini bisa jadi salah satu usulan yang dipertimbangkan pemerintah dalam pengambilan kebijakan terkait PPN di masa pandemi.
"Kami ingin mengetahui respons masyarakat terhadap hal ini agar isu ini bisa berkembang lebih luas dan tentu saja apapun yang diputuskan bisa benar-benar menghasilkan keputusan yang baik," pungkasnya.
Sebelumnya, dalam Yustinus Prastowo melalui akun Twitter pribadinya @prastow mencuit: "Dear @IndefEconomics, kok bisa bilang 15 persen ini sumbernya apa atau siapa? Lalu kenapa tak hadirkan narsum dari @DitjenPajakRI atau @BKFKemenkeu untuk informasi lebih lengkap dan seimbang?".
Saat dikonfirmasi, Yustinus juga membantah Sri Mulyani pernah mengatakan bakal menaikkan tarif PPN yang objeknya sangat luas.
"Menkeu tidak pernah menyampaikan akan naik 15 persen. Tapi dalam konteks kebijakan fiskal, kalau mau optimalisasi pajak untuk kesinambungan, menaikkan tarif PPN bisa jadi opsi yang dikaji secara lebih serius," jelasnya.
(hrf/age)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar