Di Balik Layar Mata Najwa, Oknum Dosen Minta Mahasiswa Kirim Foto Tubuh Hingga Berhubungan Badan By Tribunnews

 

Di Balik Layar Mata Najwa, Oknum Dosen Minta Mahasiswa Kirim Foto Tubuh Hingga Berhubungan Badan

By
Christoper Desmawangga
google.com
5 min

TRIBUNKALTIM.CO - Baru-baru ini kekerasan seksual kembali mencari perhatian publik setelah adanya dugaan kasus kekerasan seksual di Universitas Riau.

Isu kekerasan seksual di kampus sering diibaratkan seperti gunung es. Hanya sedikit yang terlihat di permukaan, padahal banyak cerita yang tidak terungkap di baliknya.

Dikutip dari instagram @matanajwa, Minggu (14/11/2021), sejumlah perwakilan mahasiswa dari berbagai kampus yang tergabung dalam layanan tanggap dan pencegahan kekerasan seksual kampus, HopeHelps, mengungkapkan cerita-cerita kasus kekerasan seksual yang sejauh ini mereka tangani.

Di balik layar acara Mata Najwa, beberapa mahasiswa perwakilan dari Indonesia bercerita terkait bentuk-bentuk kasus kekerasan seksual di kampus mereka.

Anggota HopeHelps Universitas Trisakti, M.Yossi mengungkapkan bentuk kekerasan yang pernah terjadi di kampusnya salah satunya adalah ada yang diminta untuk berhubungan seksual.

"Waktu itu ada yang diminta untuk mengirimkan foto bagian tubuhnya, ada juga yang diminta untuk pergi melakukan hubungan seksual di suatu tempat, ada juga yang diminta untuk sexting,"kata M Yossi.

Anggota HopeHelps Universitas Gajah Mada, Erica mengatakan bahwa di kampusnya sendiri, Ia pernah mendengar isu-isu kekerasan seksual.

Dan, bentuk kekerasannya pun baik secara verbal maupun fisik.

"Mungkin dari yang seperti pelecehan verbal, seperti catcalling, atau sampai ke tahap perkosaan itu ada sih, berbagai macam banget kasusnya,"ucap Erica.

Sementara, Anggota HopeHelps Universitas Udayana, Bintang mengaku pernah ada kejadian di mana salah satu dosennya pernah memanggil mahasiswanya untuk datang bimbingan ke rumahnya.

"Jadi waktu itu ada dosen pembimbing yang memanggil mahasiswanya untuk datang ke rumahnya bukan untuk bimbingan, tetapi untuk maksud dan tujuan lain, yaitu menggoda mahasiswanya,"tutur Bintang.

Dalam penanganan kasus tersebut, Kementerian Kebudayaan Riset dan Teknologi mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi/ Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS)

Leon Alvinda Putra yang merupakan Ketua BEM UI mengaku mendukung penuh Permendikbud Ristek.

Menurut Leon, BEM UI bersama HopeHelps UI sudah bertahun-tahun memperjuangkan adanya peraturan di internal UI dalam penanganan dan pencegahan kekerasan seksual, namun sering menemui jalan buntu.

"Kita sudah membuat kajian, kita sudah melakukan audiensi namun sering menemui jalan buntu. Karena banyak sekali faktor-faktor misalnya tadi, terkait dengan nama baik kampus, yang justru memutuskan kasusnya misalnya dihentikan atau tidak dilanjuti. Kemudian kekosongan hukum tidak jelas, yang menyebabkan birokrasinya gak jelas," kata Leon dikutip dari kanal YouTube Najwa Shihab, Kamis (11/11/2021).

Gabrielle Sarasvati yang merupakan Direktur Lokal HopeHelps UNPAR juga setuju dengan adanya Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 itu.

Gabrielle Sarasvati mengatakan bahwa peraturan tersebut sangat penting bagi mahasiswa dalam menciptakan tempat aman bagi mahasiswa dalam belajar dan juga menimba ilmu.

Ia melihat jika di UNPAR sendiri ada korban pelecehan seksual, namun tidak melapor lantaran takut kembali dikorbankan ketika melapor.

Sementara, Voppi Rosea Bulki selaku Vice Mayor Komahi Universitas Riau sangat berterima kasih pada menteri Nadiem Makarim yang telah menerbitkan Permendikbud Ristek selang beberapa waktu terjadinya pelecehan seksual di kampusnya.

Bahkan Voppi Rosea menyampaikan bahwa sejak awal masuk kuliah di Universitas Riau, ia sudah mendengar desas desus terkait pelecehan seksual.

Baca Juga

Komentar