Jebakan Utang Buat APBN Indonesia Terpuruk, Ini Alasan Pemerintah Selalu Tambah Pinjaman Negara
Anggapan ini ditegaskan oleh Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu.
Ahmad Syaikhu menegaskan, Pemerintah perlu mengambil kebijakan untuk menarik investor di sektor hulu migas.
Menurutnya, peranan investasi di sektor hulu semakin krusial. Sebab, tidak mungkin beban eksplorasi ladang dan sumber energi baru didorong oleh APBN.
"Terlebih APBN kita semakin terpuruk dengan jebakan utang yang semakin menguat, kita perlu ada kebijakan yang menarik investor di hulu migas yang efektif,” ujar Ahmad Syaikhu
Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), utang Indonesia mencapai Rp6.626,4 triliun. Ahmad Syaikhu memaparkan, terdapat defisit produksi dengan kebutuhan minyak bumi dalam negeri.
Hal ini menyebabkan kebijakan impor minyak semakib besar.
Ia menerangkan, saat ini lifting energi produksi minyak bumi hanya 800 ribu barel per hari sementara kebutuhan dikisaran 1,5 juta barel.
Defisit tersebut menyebabkan impor semakin besar dan menekan neraca pembayaran dalam transaksi berjalan.
"Dan bisa jadi berdampak pada rupiah dalam skala embayaran fiskal,” kata Ahmad Syaikhu.
Selama ini, menurut Ahmad Syaikhu, energi nasional tergantung pada migas. Perlu didorong kebijakan terkait energi terbarukan.
"Sehingga potensi sumber energi yang baru dapat lebih dioptimalkan, tidak hanya mengandalkan sekktor hulu migas,” imbuh Ahmad Syaikhu.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyampaikan harapannya kepada masyarakat, khususnya usia muda.
Yakni tidak menyebarkan informasi yang tidak benar.
Dalam hal ini ialah terkait utang negara atau utang pemerintah.
“Literasi awal yang penting dipahami bersama dengan kaum muda adalah agar kita tidak terjebak pada informasi-informasi yang bersifat disinformatif, yang membuat kita ketakutan akan masa depan,” kata Dia.
Ia mengatakan mengurus negara sebetulnya tidak jauh berbeda dengan mengelola rumah tangga, yang terkadang rumah tangga membutuhkan pembiayaan atau utang untuk memenuhi kebutuhan produktifnya.
“Negara juga sama, ketika perekonomian melambat karena pandemi, otomatis penerimaan pajak turun. Padahal belanja negara sedang naik untuk sektor kesehatan dan perlindungan sosial, kita perlu pembiayaan dari utang,” terang Prastowo dalam talkshow daring Infest Inkubasi 2021 seperti dilansir dari Antara, Senin (20/9/2021).
Alasan pemerintah tambah utang negara
Selain melalui peluncuran Surat Berharga Negara (SBN), pemerintah juga mendapat pembiayaan dari beberapa negara yang berhubungan baik dengan Indonesia.
Negara ini biasanya memberikan pinjaman yang bisa dikembalikan secara mencicil dalam jangka panjang, dengan bunga kecil.
Ia pun menyesalkan bahwa kerapkali muncul narasi bahwa setiap bayi yang baru lahir di Indonesia menanggung utang dengan jumlah tertentu di media sosial.
Masyarakat usia muda yang bermain media sosial mesti mengenali fakta-fakta keseharian yang merefleksikan konteks saat ini, dan tidak sekadar menyebarkan ketakutan akan masa depan.
Ia menjelaskan bahwa tidak masalah meminjam uang untuk kebutuhan yang baik bagi produktivitas.
Apalagi jika diyakini bahwa ke depan pendapatan, baik sebagai negara maupun anggota rumah tangga, akan meningkat.
“Jadi jangan takut meminjam untuk membuka toko atau untuk modal investasi, tidak ada salahnya. Asalkan dengan kemampuan kita, kita yakin akan mendapat hasil yang besar,” imbuhnya.
Kebijakan utang dikritik
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J Rachbini, menyoroti kebijakan pemerintah yang memperlebar target defisit APBN dengan meningkatkan anggaran pembiayaan, guna menangani sekaligus meredam dampak pandemi Covid-19 dinilai tidak efektif.
Menurut dia, upaya pemerintah untuk meredam dampak pandemi terhadap perekonomian nasional dengan meningkatkan porsi pembiayaan utang tidak akan maksimal. Pasalnya, saat ini pandemi Covid-19 masih merebak, dengan angka penyebaran yang tinggi.
"Masalahnya berat, mau memperbaiki ekonom, mau memperbaiki macam-macam, sementara Covid belum diselesaikan, ini akan punya dampak terbatas," katanya dalam sebuah diskusi virtual.
"Ketika utang APBN digenjot besar-besaran, tapi dampak terhadap ekonomi tidak akan lebih dari negara-negara lain," tambah dia.
Sebagaimana diketahui, pada tahun ini pemerintah menetapkan defisit APBN sebesar 5,7 persen, dengan pembiayaan anggaran ditargetkan sebesar Rp 1.006,4 triliun.
Selain itu, Didik menilai alokasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 744,75 triliun tidak terlalu efektif hasilnya.
Hal tersebut terefleksikan dengan tingginya angka penyebaran Covid-19, dimana pada saat bersamaan perekonomian Indonesia kembali mengalami tekanan akibat kebijakan pembatasan pergerakan selama hampir satu bulan terakhir.
"Pembiayaan PEN dan Covid ini cukup besar, untuk pulihkan ekonomi sekaligus untuk tangani Covid. Tapi sekarang hasilnya malah Covid-nya juara dunia, tidak selesai selesai. Lalu, pertumbuhan ekonominya juga tetap rendah. Ini adalah kegagalan penanganan pandemi," ujar dia.
Lebih lanjut Didik mengibaratkan, saat ini kondisi perekonomian nasional seperti orang sakit yang tengah berlari.
"Ini logika terbalik, kebijakan dari segi rasionalismenya sudah salah," ucap dia.
(Tribunnews/ Tribun Pekanbaru / Tribun Palu / Putri Safitri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar