6 Kritik FSGI Terkait Kurikulum Prototipe 2022
Arga sumantri,
Jakarta: Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyoroti keberadaan Kurikulum Prototipe 2022. Kurikulum ini dinilai mengakibatkan dualisme kurikulum nasional dalam satu tahun ajaran.
Wakil Sekjen FSGI Mansur menyebutkan setidaknya ada enam poin yang dikritisi FSGI terkait 'kurikulum baru' tersebut. Berikut ini rinciannya:
1. Anggaran Kurikulum Prototipe Sangat Besar
"FSGI mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi penggunaan anggaran kurikulum prototype yang mencapai hampir Rp3 triliun," tegas Mansur, dalam keterangannya, Jumat, 28 Januari 2022.
Baca: Kurikulum Prototype, Guru Tetap Jadi Kunci Suksesnya Pembelajaran
2. Kurikulum Darurat Tidak Tepat Diterapkan Dalam Kondisi Normal
"Sangat berbeda dengan Prototipe yang dinyatakan Mas Menteri sebagai sebuah Paradigma Baru," ujar Mansur.
FSGI juga mempertanyakan jika kurikulum prototype akan diterapkan secara optsional, apakah ada jaminan berlanjut setelah 2024. Jika tidak, kata dia, akan sisa-sia dan memboroskan uang negara.
"Padahal dalam kondisi pandemi saat ini Indonesia membutuhkan pembiayaan besar untuk menyelamatkan bangsa Indonesia," ungkap Mansur.
3. Tidak Ada Uji Publik Yang Memadai dan Transparansi dalam penerapan Kurikulum Prototipe
"Kenyataan bahwa kurikulum prototipe telah menjadi pertanyaan besar bagi publik. Ada dugaan bahwa kurikulum ini dipahami dan dibuat oleh komunitas tertentu untuk diterapkan pada komunitas yang diciptakan dengan istilah 'Penggerak' dengan perlakuan kelebihan khusus," bebernya.
4. Terjadi Perubahan Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Ia menjelaskan, dalam rumusan tersebut, pembelajaran reguler untuk mencapai profil pelajar Pancasila maupun projek untuk penguatan profil Pelajar Pancasila sudah ditetapkan. Ironisnya, kata dia, Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) ini, setelah uji publik diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2022 tentang Perubahan SNP.
Baca: Fleksibilitas Kurikulum Prototype 2022 Dinilai Bakal Merepotkan Sekolah
Perubahan cukup mendasar ada di Pasal 36-37 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum yang memuat profil pelajar Pancasila. Penambahan ayat 1a yang berbunyi: (1a) Khusus untuk muatan pembelajaran Pancasila, penetapan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah berkoordinasi dengan badan yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pembinaan ideologi Pancasila.
"Ini diperkuat lagi pada Pasal 40 ayat (2) ada penambahan mata pelajaran wajib Pendidikan Pancasila. Koordinasi ini harus dilakukan sekarang, jika tidak maka pada tahun 2024 berpotensi untuk di ubah atau dibatalkan," bebernya.
5. Kurikulum Prototipe Sangat berbeda dengan K-13
Fleksibilitas guru dalam melakukan pembelajaran sesuai keragaman kompetensi siswa (teaching at the right level) adalah sesuatu yang fresh dan tidak ada dalam Kurikulum sebelum-sebelumnya. Konsekuensinya, kata dia, seharusnya tidak boleh berlaku dua kurikulum yang sangat berbeda dalam kurun waktu yang terlalu lama.
"Jika berhasil akan menimbulkan gap yang terlalu jauh antar sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 dengan yang menerapkan Kurikulum prototype, sehingga berpotensi menimbulkan kegaduhan, ketidakpastian dan permasalahan baru sekaligus beban baru bagi kelanjutan pendidikan Nasional di negeri ini," jelas Fahriza.
6. Minim Data dan Kurang Daya Dukung
Konsep Pendidikan dan implementasi kurikulum prototipe yang telah dirancang oleh Kemendikbudristek ini sebenarnya memberikan harapan besar. Sekaligus, tantangan yang sangat kompleks pada perubahan kebijakan Pendidikan menuju Paradigma Baru.
"Namun jika diberlakukan secara optional, maka efektivitas dan keberlanjutannya tidak akan maksimal," ucap Fahriza.
FSGI khawatir kurikulum prototipe ini hanya jadi ajang uji coba. Ketika kurikulum prototipe ini tidak berjalan baik di sekolah-sekolah yang ditunjuk, atau tidak memenuhi tahapan maupun fase capaian pembelajaran, kemudian menjadi alasan mudah untuk membatalkannya kembali.
"Sejatinya kebijakan pendidikan harus jelas, pasti, dan terencana secara sistematis. Bukan berubah-ubah tanpa kajian perencanaan jelas, tidak transparan, sehingga sulit di akses publik. Jangan jadikan guru dan peserta didik sebagai kelinci percobaan kebijakan yang tidak jelas," tegas Fahriza.
Editor : Arga Sumantri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar