Kenapa Rusia Getol Bela Donetsk dan Luhansk Pisah dari Ukraina?
Presiden Rusia, Vladimir Putin, menandatangani dekrit yang mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk. Kedua wilayah ini merupakan zona kekuasaan separatis pro-Rusia di Ukraina.
"Saya percaya perlu untuk mengambil keputusan yang lama tertunda, untuk segera mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk," ujar Putin, dikutip dari AFP.
Tindakan Putin ini menuai kecaman dari berbagai pemimpin dunia. Pemimpin AS, Joe Biden, menilai langkah tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap kesepakatan Minsk. Biden juga setuju aksi ini tak akan dibiarkan begitu saja, dikutip dari AFP.
Selain AS, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres menyatakan keputusan Rusia yang mengakui kemerdekaan dua wilayah separatis ini merupakan pelanggaran terhadap integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina, pun juga tak sesuai dengan prinsip dari Piagam PBB.
Meski menuai kecaman dari berbagai pihak, Putin tetap bersikeras memisahkan Donetsk dan Luhansk dari Ukraina.
Mengapa Rusia di bawah Putin begitu getol membela Donetsk dan Luhansk pisah dari Ukraina?
Menurut pengamat Hubungan Internasional (HI) Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, Rusia ingin kedua wilayah ini merdeka karena penduduk di area tersebut mayoritas merupakan orang Rusia.
Sebagian warga Ukraina, terutama di Donetsk dan Luhansk memang lebih fasih berbicara bahasa Rusia. Mayoritas penduduk di dua wilayah itu pun lebih dekat dengan kultur budaya Rusia.
Hal ini kemudian yang membuat Putin sempat menegaskan bahwa penting untuk mengakui kemerdekaan kedua wilayah tersebut.
Selain itu, Rezasyah menyinggung kedekatan Ukraina dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sebagai salah satu alasan Rusia mendukung kemerdekaan Donetsk dan Luhansk.
"Yang kedua adalah, Rusia tidak mau negara-negara eks Uni Soviet menjadi sekutunya NATO. Jadi peringatan keras dari Rusia ini bukan hanya berlaku untuk Ukraina tetapi buat negara lain yang eks Uni Soviet," lanjut Rezasyah saat diwawancara CNNIndonesia.com, Selasa (22/2).
Dari segi politik, pengakuan kemerdekaan Donetsk dan Luhansk ini merupakan cara bagi Rusia untuk menekan Ukraina agar tak bergabung dengan NATO.
Seperti diketahui, wacana Ukraina masuk ke dalam NATO cukup mencuat di media massa. Rusia khawatir masuknya Ukraina ke NATO bakal menimbulkan ancaman bagi Moskow. Rusia juga ingin menjaga Ukraina agar tetap berada di orbitnya.
"Tapi yang dikhawatirkan oleh Rusia adalah, mereka memiliki perbatasan yang sangat panjang, puluhan kilometer, dan dikhawatirkan Ukraina akan menjadi front depan NATO untuk merusak Rusia," kata Rezasyah kepada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Putin Ingin Dongkrak Kembali Pamornya
Pengamat lain, I Gede Wahyu Wicaksana mengungkapkan, alasan Putin memerdekakan Donetsk dan Luhansk adalah untuk membuat situasi politik di Ukraina tak stabil. Ia menilai ketidakstabilan Ukraina ini bakal memperbaiki citra Putin yang disebut mulai redup di dalam negeri akibat kasus pandemi Covid-19. Wahyu menilai konflik Ukraina jadi kesempatan Putin menaikkan pamor menarik kembali simpati rakyat Rusia.
"Covid-19 ini melemahkan pemerintahan pusat di Kremlin. Banyak wilayah negara bagian yang ternyata merasa Putin ini tidak ada gigihnya, menghadapi pandemi saja tidak bisa. Bayangkan pemimpin yang ambisius dan otoriter seperti Putin menghadapi situasi seperti ini, jalan terakhir ya harus bikin gaduh," kata Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga itu kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/2).
Menurut Wahyu, salah satu cara Putin memperbaiki citranya di dalam Rusia adalah menimbulkan konflik dengan Ukraina.
"Bikin gaduh yang paling enak itu untuk diajak bermain ya musuh lama, Ukraina," kata Wahyu.
Tak Lepas dari Proyek Pipa Nord Stream 2
Sementara itu, faktor ekonomi juga merupakan salah satu alasan Putin mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk. Rusia diketahui memiliki proyek pipa Nord Stream 2.
Pipa Nord Stream 2 merupakan jalur pipa gas alam antara Rusia dan Jerman. Saat ini jalur pipa itu sebenarnya sudah rampung, tetapi belum beroperasi. Proyek ini menuai kecaman dari Ukraina dan Polandia, mengingat proyek ini dapat menghilangkan skema "biaya transit" dari alur pengantaran gas, dikutip dari CNBC Indonesia.
Sebagaimana dilansir BBC, proyek ini juga bakal memberikan cengkeraman yang lebih kuat terhadap Rusia terkait dengan pasokan gas Eropa. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, bahkan menilai proyek Nord Stream 2 ini sebagai 'senjata politik mematikan.'
Ada kemungkinan, penolakan Ukraina atas proyek Nord Stream 2 ini membuat Rusia kesal. Putin kemudian memutuskan membuat ketidakstabilan di Ukraina dengan cara mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk.
Komentar
Posting Komentar