Ngeri! Ramalan Buruk Chatib Basri Soal Perang Rusia-Ukraina -; CNBC Indonesia

 www.cnbcindonesia.com

Ngeri! Ramalan Buruk Chatib Basri Soal Perang Rusia-Ukraina

CNBC Indonesia
4-5 minutes
News

Senin, 04/04/2022 20:07 WIB

Foto: Chatib Basri

Jakarta, CNBC Indonesia - Tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina diperkirakan akan berkepanjangan. Hal tersebut diperkirakan oleh Ekonom Senior Universitas Indonesia, Chatib Basri melihat dari kekuatan ekonomi yang dimiliki Rusia.

Chatib menjelaskan, secara ekonomi, Rusia memiliki fundamental yang kuat. Misalnya saja current account yang surplus selama beberapa tahun dan memiliki cadangan devisa yang kuat.

"Saya tidak mengatakan ini akan membuat invasi Rusia bertahan. Tapi, ini membuat waktunya panjang, sehingga konfliknya panjang," jelas Chatib dalam sebuah webinar, Senin (4/4/2022).

Chatib bahkan menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin akan menjabat hingga 2035. Hal-hal ini yang memungkinkan akan membuat Eropa akhirnya menyerah.

"Rusia yang dipimpin oleh Putin itu kuat, bahkan mungkin secara konstitusi dia akan memimpin sampai 2035," kata Chatib melanjutkan.

Dengan perkiraan adanya perang yang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina, implikasinya akan membuat komoditas energi menyusut atau energy shortage, ketidakpastian ekonomi, dan kenaikan inflasi untuk periode yang relatif panjang.

Oleh karena itu, pemerintah juga diminta untuk bisa memitigasi apabila perang antara Rusia dan Ukraina ini berkepanjangan. Karena imbasnya kepada negara berkembang seperti Indonesia adalah tarif energi seperti BBM, LPG, dan listrik akan naik. Begitu juga harga-harga pangan.

"Hal ini bahkan sudah terjadi sebelum adanya invasi kedua di Ukraina. Dan punya dampak slowdown recovery, yang tidak terjadi sekarang," tutur Chatib.

Jika situasi memburuk, Chatib memperkirakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) akan melakukan revisi rencananya, untuk tidak menaikan 6-7 kali suku bunga kebijakannya.

"Apakah The Fed akan merevisi rencana kebijakannya? Sejauh ini belum. Tapi, saya menduga kalau situasi global memburuk gak mungkin The Fed akan kalibrasi menaikan 6-7 kali basis poin atau menaikan secara gradual, dan dampaknya akan ke inflasi Amerika Serikat," jelas Chatib.

Pasar Modal dan Rupiah Aman

Kendati demikian, Menteri Keuangan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini mengungkapkan dampak antara Rusia dan Ukraina saat ini tidak memberikan dampak besar ke sektor keuangan dan moneter.

"Indonesia dianggap resikonya kecil jadi saya gak surprise kalau ada capital inflows. Ini yang menjelaskan mengapa stock market kita roaring. Doing relatively well," tuturnya.

Adapun di sisi obligasi, dia melihat harga obligasi turun. Namun hal ini dikarenakan adanya kenaikan yield US Treasury. "Tetapi dalam long term kalau harganya sudah sangat menarik orang (investor) akan masuk lagi."

Terkait dengan nilai tukar rupiah, Chatib mengaku tidak khawatir karena share asing di obligasi pemerintah hanya 19% saat ini.

Dari sisi neraca perdagangan, juga Indonesia masih relatif aman, karena ekspor Indonesia tertolong dari kenaikan harga komoditas energi seperti batu bara dan kelapa sawit.

Namun, jika ini berlangsung lama, dia memperkirakan adanya risiko deindustrialisasi. Kondisi ini akan menimbulkan pergeseran investasi dari sektor manufaktur ke sektor seperti batu bara dan CPO. Kondisi ini bukan fenomena baru, Chatib menuturkan Indonesia telah berulang kali mengalami ini, yakni pada 1978 dan 2011.

"Ini yang akan membuat share dari sektor manufacturing kita akan mengalami penurunan."

(cap/mij)

Baca Juga

Komentar