Pilihan

YLBHI & KontraS Respons Kematian Bripda Ignatius: Kapolri Harus Serius - CNN Indonesia

 

YLBHI & KontraS Respons Kematian Bripda Ignatius: Kapolri Harus Serius

Jumat, 28 Jul 2023 19:53 WIB
Baik KontraS maupun YLBHI mendesak kepolisian menindak tegas oknum kepolisian yang sewenang-wenang dalam penggunaan senjata api.
Ilustrasi penembakan. (iStockphoto/Maxiphoto)
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menindak tegas oknum kepolisian yang sewenang-wenang menggunakan senjata api.

Desakan tersebut disampaikan Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya merespons kasus tewasnya Bripda Ignatius yang diklaim tertembak akibat kelalaian Bripda IMS dan Bripka IG.

"Hal ini yang kemudian harus ditindaklanjuti dengan evaluasi menyeluruh yang dipimpin langsung oleh Kapolri untuk kemudian memberikan ruang ketegasan terhadap penggunaan senjata api yang sewenang-wenang," kata Dimas kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Jumat (28/7).

Dimas menilai kejadian anggota kepolisian yang tewas akibat senjata api oleh polisi lain ini kembali terulang karena implementasi peraturan penggunaan senjata api belum efektif.

"Kasus penembakan oleh anggota kepolisian ini merupakan bentuk proses masih belum efektifnya implementasi peraturan internal yakni peraturan kapolri nomor 1 tahun 2009 tentang penggunaan senjata api," tutur Dimas.

"KontraS mencatat dalam kurun waktu Juli 2022 - Juni 2023 kasus pembunuhan diluar proses hukum sebanyak 29 peristiwa yang menggunakan senjata api," imbuhnya.

Lebih lanjut, ia juga mendesak agar kasus ini diusut secara terbuka dan akuntabel. Terlebih, menurut Dimas, kejelasan kasus ini juga akan mempengaruhi citra Polri sebagai lembaga penegak hukum.

"Jangan hanya berakhir pada penghukuman etik atau sanksi etik yang pada akhirnya membuat keadilan untuk korban tidak dipenuhi dan malah memperburuk citra kepolisian," jelas Dimas.

Demikian pula diungkap Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Mereka mendesak agar Polri mengungkap kasus penembakan terhadap Bripda Ignatius secara serius.

"Jadi tentu pertama polisi Kapolri harus mengungkap dengan serius upaya atau kekeliruan pembunuhan sang polisi ini," kata Ketua YLBHI, Muhammad Isnur kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat.

Kasus serupa yang pernah terjadi sebelumnya juga disoroti oleh Isnur. Menurutnya, hal tersebut menunjukkan ada masalah serius dalam tubuh Polri.

"Ini kemudian jelas ada masalah mental ada masalah sistem, ada masalah struktural yang terdapat di antara mereka," tutur Isnur.

Agar kejadian serupa tak terulang, Isnur mendesak Polri agar melakukan evaluasi secara menyeluruh.

"Kapolri bukan hanya berhenti di kasus saja tapi kemudian memperbaiki sistemnya. Memperbaiki pola rekruitmen, pola mental mereka, evaluasi penggunaan senjata api, kerjaan mereka, bagaimana ada konflik-konflik di antara mereka," jelas Isnur.

"Bahkan sampai kemudian juga penegakan kode etik yang serius," imbuhnya.

Diketahui, Bripda Ignatius tewas tertembak di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor Jawa Barat, pada Minggu (23/7). Dua pelaku penembakan yakni Bripda IMS dan Bripka IG pun telah ditangkap dan ditahan.

Di sisi lain, pihak keluarga Ignatius pertama kali mendapat informasi bahwa anaknya meninggal dunia karena sakit keras. Saat tiba di Jakarta, pihak keluarga baru mengetahui bahwa anaknya meninggal karena tertembak.

"Ditelepon oleh Mabes, pihak Mabes (mengatakan) bahwa anaknya itu sakit keras," kata Kuasa hukum keluarga Ignatius, Jelani Christo saat dihubungi, Kamis (27/7).

Dalam konferensi pers pada Jumat petang, Mabes Polri menyatakan Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage tewas usai terkena peluru senjata api rakitan nonorganik alias ilegal milik seniornya, tersangka Bripka IG.

Karo Penmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan temuan tersebut didapati penyidik usai menyita sejumlah barang bukti termasuk senjata api yang menjadi penyebab tewasnya Bripda Ignatius.

"Mengamankan CCTV, bukti satu unit senjata api rakitan ilegal, satu buah selongsong peluru kaliber 45 ACP, kemudian baju korban dan lain-lain," ujarnya dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (28/7).

Ramadhan mengatakan terhadap Bripda IMS dan Bripka IG diproses etik oleh Divpropam Polri karena dua terduga adalah anggota Densus 88 Antiteror Polri. Sementara untuk perkara pidana ditangani Polres Bogor.

"[Proses pidana di Bogor] menyangkut locus de licti [lokasi tindak pidana]," kata Ramadhan.

Dari penyelidikan sementara, kata dia, penembakan itu adalah bentuk kelalaian yang menghilangkan nyawa.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro menyebut penyidik telah menetapkan dua orang tersangka yakni Bripda IMS dan Bripka IG.

Rio menerangkan dalam kasus tersebut Bripda IMS dijerat dengan Pasal 338 KUHP dan atau Pasal 359 KUHP dan atau Undang-undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951. Sementara Bripka IG, dikenakan Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 56 dan atau Pasal 359 KUHP Juncto Pasal 56 dan atau Undang-undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951.

"Ancaman pidana hukuman mati atau penjara hukuman seumur hidup atau hukuman penjara sementara sedikitnya 20 tahun," jelas Rio.

(mab/kid)

Komentar

Baca Juga (Konten ini Otomatis tidak dikelola oleh kami)

Antarkabarid

Arenanews

Antaranews

Berbagi Informasi

Kopiminfo

Liputan Informasi 9

Media Informasi

Opsi Informasi

Opsitek