Seoul Buka Pintu ART Asing Demi Bujuk Perempuan IRT Balik Kerja
Ibu Kota Korea Selatan, Seoul, akan menerima 100 pekerja rumah tangga asing demi menggenjot jumlah tenaga kerja dan angka kelahiran yang terus turun.
Seoul berharap pilot project atau program percobaan ini bisa membuat warga, terutama para perempuan, kembali mau kembali bekerja setelah menikah dan memiliki anak.
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fakcdn.detik.net.id%2Fcommunity%2Fmedia%2Fvisual%2F2022%2F11%2F16%2Fxi-jinping-di-ktt-g20-bali_169.jpeg)
"Pembantu rumah tangga asing bisa merevitalisasi masyarakat kita. Terutama, ini bisa segera membantu jeda karier," kata Wali Kota Seoul Oh See Hoon, dikutip Reuters, Jumat (1/9).
Menurut data, sekitar 17 persen perempuan Korsel mengalami jeda karier setelah menikah demi mengurus anak. Beberapa perempuan bahkan memutuskan tidak memiliki anak karena tak ingin mempengaruhi karir dan melihat memiliki keturunan membutuhkan biaya yang tinggi.
Sementara itu, jumlah perempuan berusia 15-54 tahun yang berhenti bekerja usai menikah di Korsel mencapai 1,39 juta pada 2022, demikian dikutip Yonhap.
Angka tersebut sejalan dengan penurunan jumlah menikah di Korsel dan angka kelahiran bayi.
Pada 2022, Korsel menjadi negara dengan tingkat kesuburan terendah di dunia. Rata-rata jumlah kelahiran bayi yang diprediksi untuk setiap perempuan yakni 0,78. Di Seoul bahkan angka kesuburan lebih rendah yakni 0,59.
Menurut data Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OEDC) angka rata-rata kesuburan perempuan yaitu 1,59 pada 2020.
"Tak ada solusi universal untuk mengatasi angka kelahiran yang rendah," kata Oh.
Ia lalu berujar, "Intinya saat ini adalah membiarkan semua kemungkinan terbuka saat kita menghadapi krisis yang membuat negara kita menghilang."
Korsel tengah menjajaki pembicaraan terkait program percontohan ini dengan Filipina selaku negara yang dianggap potensial menyumbang ART.
Berdasarkan aturan saat ini, hanya warga asing tertentu, seperti pasangan warga negara Korea dan etnis Korea, yang diizinkan menjadi pekerja rumah tangga.
Pemerintah memperkirakan harga pasar saat ini untuk ART penuh waktu yang tinggal di rumah majikan yakni sekitar 3,4 juta won hingga 4,5 juta won atau sekitar Rp39 juta hingga Rp54 juta per bulan.
Namun, inisiasi Korsel tak melulu disambut baik. Puluhan kelompok masyarakat sipil termasuk Politicalmamas mendesak pemerintah membatalkan rencana itu.
Mereka mengatakan pemerintah seharusnya fokus mengurangi jam kerja panjang di negara itu.
Pemerintah, lanjut mereka, juga dianggap sengaja mengimpor tenaga kerja murah di tengah kondisi pekerja rumah tangga yang buruk.
"Orang tua perlu banyak waktu untuk bersama anak-anak mereka, bukan seseorang yang melakukan outsourcing dalam membesarkan anak mereka,"kata ketua Politicalmamas, Park Min Ah.
Namun, pihak berwenang Korsel mengklaim para pekerja rumah tangga asing itu akan mendapat upah minimum yang sama dengan warga Korea, sebesar 9.620 won atau sekitar Rp111 ribu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar