APBD Pilkada Rawan Disalahgunakan, Mahasiswa Gugat ke MK - IDNTIMES

 

APBD Pilkada Rawan Disalahgunakan, Mahasiswa Gugat ke MK

APBD buat Pilkada Rawan Disalahgunakan, Mahasiswa Gugat ke MK

Pemohon nilai pilkada harusnya ditanggungg APBN

APBD buat Pilkada Rawan Disalahgunakan, Mahasiswa Gugat ke MK(dok. Humas Mahkamah Konstitusi)
Yosafat Diva Bayu Wisesa

Intinya Sih...

  • Mahasiswa ajukan pengujian UU Pilkada ke MK terkait pendanaan pilkada yang dibebankan pada APBD.
  • Binti menilai hal ini menghalangi hak konstitusional individu dan berpotensi merugikan pelayanan publik.
  • Pemohon menginginkan pendanaan pilkada beralih dari APBD ke APBN untuk memastikan transparansi dan independensi anggaran.

Jakarta, IDN Times - Seorang mahasiswa, Binti Lailatul Masruroh mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pemilihan Kepala Daerah) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan dalam Perkara Nomor 173/PUU-XXII/2024 ini mempersoalkan Pasal 166 UU Pilkada yang mengatur pendanaan kegiatan pilkada dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Baca Juga: KPU Ungkap Berbagai Faktor Menurunnya Partisipasi Pilkada Jabar

1. APBD untuk pilkada rawan disalahgunakan kandidat petahana

APBD buat Pilkada Rawan Disalahgunakan, Mahasiswa Gugat ke MKIlustrasi. KPU RI gelar simulasi pemungutan suara Pilkada 2024 (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Menurut Binti, terdapat potensi penyalahgunaan APBD untuk kepentingan kampanye petahana. Oleh karena itu, pemohon menilai hal ini menghalangi hak konstitusional individu untuk memilih dan dipilih secara bebas dan adil sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945.

“Sangat berpotensi terhadap kerugian hak konstitusional Pemohon sebagai warga negara Indonesia bahwasannya ada indikasi kepentingan politik,” ujar Binti dalam sidang pemeriksaan, dikutip Senin (16/12/2024).

Binti menuturkan pengalihan dana publik untuk kepentingan politik bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan pelayanan publik yang baik. Alokasi anggaran untuk kepentingan politik mengurangi pelayanan publik seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.

Selain itu, penyalahgunaan anggaran tanpa transparansi menghilangkan hak masyarakat untuk mengetahui penggunaan dana publik sebagaimana dijamin Pasal 28F UUD 1945. Ketidaktransparanan dalam pengelolaan APBD selama pilkada, seperti dalam kasus gratifikasi dan pemerasan pejabat daerah dapat mencederai hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jelas dan akurat.

Kemudian, pemohon mengatakan bias hukum seringkali melindungi petahana yang terlibat dalam penyalahgunaan APBD, sedangkan kandidat lain tidak mendapatkan perlakuan serupa. Menurutnya, pemohon berpotensi mendapatkan imbas seperti dalam kasus Gubernur Bengkulu mengenai dana sebesar Rp7 miliar yang diperoleh melalui pemerasan digunakan untuk mendukung petahana sehingga merugikan dan mengancam hak individu dan profesi yang lain.

Baca Juga: KPU Ungkap Berbagai Faktor Menurunnya Partisipasi Pilkada Jabar

2. Pilkada harusnya ditanggung APBN

APBD buat Pilkada Rawan Disalahgunakan, Mahasiswa Gugat ke MKKPU gelar simulasi pemungutan suara Pilkada 2024 di Maros, Sulsel (15/9/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Menurut Binti, pelaksanaan pilkada seharusnya bertumpu pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengingat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah merupakan perpanjangan tangan dan memiliki hubungan vertikal dengan KPU Republik Indonesia atau pusat. Pemohon menginginkan agar pendanaan penyelenggaraan pilkada secara tegas dan jelas diatur dalam UU yang awalnya dibebankan pada APBD diubah menjadi bersumber dari APBN sebagai anggaran yang terpusat dan independen.

Dalam petitumnya, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 166 UU Pilkada bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Sebagai informasi, bunyi Pasal 166 UU Pilkada menyatakan, “Ayat (1) Pendanaan kegiatan Pemilihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ayat (2) Dihapus. ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan kegiatan Pemilihan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diatur dengan Peraturan Menteri”.

Baca Juga: Partisipasi Pemilih Pilkada Kaltim 2024 Merosot, Ini Sebabnya

3. Posita dan petitum yang tidak konsisten jadi sorotan

APBD buat Pilkada Rawan Disalahgunakan, Mahasiswa Gugat ke MKGedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Perkara ini disidangkan Majelis Hakim Panel yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah.

Anwar Usman menyoroti tidak konsistennya posita pemohon yang menginginkan mahkamah menafsirkan ulang pasal a quo dengan menyatakan pembiayaan pilkada ditanggung APBN bukan lagi APBD. Namun di sisi lain dalam petitumnya, pemohon hanya meminta Mahkamah agar menghapus pasal a quo.

Pemohon diminta mempertimbangkan konsekuensi apabila pasal a quo mengenai pendanaan pilkada dihapus.

“Berarti ‘kan pilkada tanpa biaya jadinya,” kata Anwar dalam sesi pemberian nasihat hakim konstitusi kepada Pemohon.

Selain itu, menurut Guntur, alasan permohonan belum diuraikan secara tajam dan jelas dengan argumentasi yang baik. Pemohon dianggap belum menyampaikan analisis yang mendalam hanya mendiskripsikan beberapa kejadian yang bersumber dari berita.

“Bagaimana membangun argumentasi bahwa tidak diperlukan pendanaan karena Pasal 166 itu adalah soal pendanaan penyelenggaraan pilkada itu tidak diperlukan, sementara tidak ada aktivitas dalam rangka memenuhi hak-hak konstitusional warga negara dalam rangka memberikan pelayanan terhadap hak warga negara untuk memilih ya pasti butuh anggaran,” jelas Guntur.

Sebelum menutup persidangan, Saldi Isra mengatakan pemohon dapat memperbaiki permohonan dalam waktu 14 hari. Berkas permohonan baik soft copy maupun hard copy harus diterima Mahkamah paling lambat Jumat, 27 Desember 2024.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya 

Artikel populer - Google Berita