Kemenangan Indonesia di WTO: Uni Eropa Terbukti Diskriminasi Produk Sawit Halaman all - Kompas
JAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) melalui Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) menyatakan bahwa Uni Eropa (UE) telah melakukan diskriminasi terhadap produk kelapa sawit asal Indonesia.
Putusan ini tercantum dalam laporan panel WTO pada 10 Januari 2025, menindaklanjuti gugatan Indonesia yang diajukan pada 9 Desember 2019.
Diskriminasi Produk Sawit
Dalam laporan tersebut, WTO menyatakan bahwa Uni Eropa memberikan perlakuan kurang menguntungkan terhadap biofuel berbasis kelapa sawit dari Indonesia dibandingkan produk serupa dari Uni Eropa, seperti grapeseed dan bunga matahari.
Baca juga: Apa yang Bakal Indonesia Lakukan jika Uni Eropa Tetap Halangi Ekspor Sawit?
Bung Towel Sering Terima Paket COD Iseng ke Rumahnya
Selain itu, UE memberikan keuntungan lebih kepada produk impor seperti kedelai.
Kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation dinilai diskriminatif karena mengategorikan kelapa sawit sebagai komoditas dengan risiko tinggi alih fungsi lahan (high ILUC-risk) tanpa kajian data yang memadai.
Prosedur sertifikasi low ILUC-risk dalam RED II juga mendapat sorotan dari WTO karena dinilai tidak transparan. Uni Eropa diwajibkan untuk menyesuaikan kebijakan Delegated Regulation agar mematuhi aturan WTO.
Latar Belakang Gugatan
Gugatan Indonesia diajukan melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa.
Menteri Perdagangan saat itu, Agus Suparmanto, menjelaskan bahwa gugatan dilayangkan setelah kajian ilmiah dan konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk asosiasi kelapa sawit.
Baca juga: Sawit RI Menang di WTO, tapi Tantangan Ekspor Masih Besar
“Gugatan ini menunjukkan keseriusan pemerintah melawan diskriminasi Uni Eropa yang membatasi akses pasar minyak kelapa sawit,” ujar Agus.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Fatty Acid Methyl Ester (FAME) Indonesia ke Uni Eropa pada periode Januari-September 2019 tercatat 882 juta dollar AS, turun 5,58 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan serupa juga terjadi pada nilai ekspor minyak kelapa sawit global.
Respons Indonesia dan Uni Eropa
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyambut putusan WTO sebagai dasar untuk mencegah kebijakan diskriminatif di masa depan.
“Kami berharap, negara mitra dagang tidak memberlakukan kebijakan serupa yang menghambat perdagangan global,” kata Budi.
Baca juga: Menangi Sengketa Sawit di WTO, Menko Airlangga: Bukti Indonesia Bisa Fight dan Menang
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, mengingatkan bahwa kemenangan ini belum tentu meningkatkan ekspor sawit secara signifikan.
“Putusan ini terbatas pada biodiesel. Banyak faktor lain yang memengaruhi perdagangan sawit global,” ujar Eddy.
Uni Eropa masih memiliki waktu 20-60 hari untuk mengajukan banding atas keputusan WTO. Jika tidak ada keberatan, laporan panel akan diadopsi dan menjadi keputusan mengikat.
Diakui Dunia
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa kemenangan Indonesia di WTO menjadi bukti pengakuan internasional terhadap biodiesel berbasis minyak kelapa sawit (CPO).
“Kemarin kita menang di WTO untuk kelapa sawit. Ini membuktikan bahwa Uni Eropa melakukan diskriminasi terhadap Indonesia,” ujar Airlangga di Jakarta, Jumat (17/1/2025).
Baca juga: Indonesia Menangi Gugatan dari Uni Eropa soal Diskriminasi Minyak Sawit dan Biofuel
Airlangga juga menyoroti insentif pajak biofuel di Prancis yang terbukti diskriminatif terhadap biofuel berbasis kelapa sawit. Uni Eropa diminta untuk menyesuaikan kebijakan Delegated Regulation sesuai aturan WTO.
Keputusan ini, menurut Airlangga, dapat berdampak pada kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR), yang implementasinya ditunda hingga Desember 2025.
Airlangga berharap momen ini menjadi peluang bagi Indonesia dan Malaysia untuk memperkuat strategi agar komoditas sawit tidak lagi mengalami diskriminasi.
“Dengan kemenangan ini, saya berharap hambatan dalam perundingan IEU-CEPA dapat diselesaikan segera,” katanya.
Strategi ke Depan
Pemerintah Indonesia berkomitmen memantau perubahan regulasi Uni Eropa agar sesuai dengan putusan WTO.
Airlangga menegaskan bahwa jika Uni Eropa tetap menghalangi ekspor sawit, Indonesia akan menggunakan jalur diplomasi dengan melibatkan mitra strategis seperti Amerika Serikat. “Kami akan memastikan akses pasar sawit tetap terbuka,” ujarnya.
Baca juga: Privy Gratiskan Sertifikat dan Tanda Tangan Elektronik untuk Coretax
Presiden Prabowo Subianto juga menyoroti pentingnya sektor kelapa sawit sebagai komoditas strategis.
“Sawit adalah pohon yang menyerap karbon. Kita tidak perlu takut pada tuduhan deforestasi yang tidak berdasar,” ujarnya. Prabowo mengingatkan bahwa kelapa sawit adalah kebutuhan mendasar bagi banyak negara.
Keberhasilan Indonesia di WTO merupakan hasil koordinasi berbagai pihak, termasuk kementerian, asosiasi industri, dan tim hukum.
Langkah selanjutnya adalah memastikan Uni Eropa mematuhi keputusan WTO sambil memperkuat daya saing produk sawit Indonesia di pasar global. (Nirmala Maulana Achmad, Isna Rifka Sri Rahayu, Sakina Rakhma Diah Setiawan, Teuku Muhammad Valdy Arief)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Komentar
Posting Komentar