Beda Mudik Zaman Dulu dan Masa Kini: Pergeseran Moda hingga Esensi

Jakarta: Perayaan Hari Raya Idulfitri di masyarakat Indonesia sangat melekat dengan tradisi mudik. Kata mudik sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno u?ik yang artinya naik, maju (berjalan) ke hulu, menuju ke darat.
Sejarawan Yuanda Zara menyebut fenomena mudik ini tak terlepas dari sejarah. Dia menyebut budaya mudik ini semakin terasa setelah pusat pemerintahan Indonesia dipindahkan kembali dari Yogyakarta ke Indonesia ditambah semakin kondusifnya keamanan pascagresi militer Belanda ke-2.
Kala itu, masyarakat dari seluruh Indonesia berbondong-bondong ke Ibu Kota untuk pembangunan dan mengadu nasib. Data statistik menunjukkan penduduk Jakarta meningkat dari sekitar 800 ribu pada 1948-1949 menjadi 1,4 juta pada 1950-an. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia pada 1955 mencapai 1,5 juta jiwa.
Dari masa ke masa, kebiasaan mudik mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan zaman, teknologi, hingga gaya hidup masyarakat. Lantas, apa saja yang berubah antara mudik zaman dulu dan masa kini?
1. Infrastruktur dan moda transportasi
Fenomena mudik yang terjadi setelah Indonesia merdeka ini mendorong pemerintah menghidupkan kembali jalur kereta pada masa kolonial di seluruh wilayah Nusantara. Angkutan umum seperti kereta api, kapal, dan bus umum menjadi moda pilihan utama masyarakat untuk mudik. Data Kementerian Perhubungan via Sistem Informasi Angkutan dan Sarana Transportasi Indonesia (Siasati) mencatat jumlah pemudik pengguna kendaraan umum dalam mencapai 16,2 juta orang pada 2024.
Seiring pembangunan dan semakin sehatnya ekonomi masyarakat Indonesia setelah merdeka, mendorong pemerintah membangun jalan tol pertama di Indonesia. Menteri Pekerjaan Umum dan Kelistrikan era Presiden Soeharto, Sutami, memerintahkan pembangunan Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) pada 1973. Tol sepanjang 59 kilometer yang memakan angaran sekitar Rp16 miliar ini kemudian diresmikan Presiden Soeharto pada 9 Maret 1978.
Perlahan, jaringan jalan dan jalan tol semakin meluas dan hadir di berbagai wilayah. Data Direktorat Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementeri Pekerjaan Umum mencatat panjang jaringan jalan nasional di seluruh Indonesia mencapai 47.604,34 km dengan persentase kemantapan jalan 95,22 persen per Maret 2025. Sementara itu, panjang jalan tol yang dapat beroperasi tercatat sepanjang 3.020,5 km.
Semakin banyaknya kepemilikan mobil pribadi dan meluasnya akses darat semakin menggeser moda transportasi pilihan masyarakat. Perkiraan Kementerian Perhubungan pada Mudik 2024, proporsi perjalanan mudik menggunakan mobil pribadi diperkirakan sebesar 18,29 persen atau kurang lebih 35,42 juta orang.
Kehadiran maskapai-maskapai dan semakin bersaingnya harga tiket pesawat juga semakin memperbanyak pilihan masyarakat untuk mudik. PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports) melaporkan total 7,4 juta pergerakan penumpang selama arus mudik dan balik lebaran 2024. Kenaikan jumlah pergerakan penumpang ini juga diiringi pertumbuhan jumlah pergerakan pesawat. Selama Posko Lebaran 2024 dibuka, yakni 3-18 April 2024, ada 55.572 pergerakan pesawat. Jumlah tersebut meningkat 3 persen dibanding tahun 2023 yang mencapai 54.189 pergerakan.
2. Akses Informasi dan dan digitalisasi metode pembayaran
Sebelum memasuki era digital, informasi tentang arus mudik hanya bisa diperoleh melalui radio atau televisi. Namun, kehadiran internet dan media sosial, membuat pemudik semakin mudah mengakses informasi.
Untuk musim mudik sendiri, digitalisasi mempermudah masyarakat mengakses informasi kondisi lalu lintas, cuaca, hingga alternatif rute melalui aplikasi navigasi. Digitalisasi ini juga mempermudah pemudik memesan tiket transportasi mudik. Hal ini mempermudah masyarakat, terutama untuk menghemat waktu dan mengatur jadwal.
Digitalisasi sistem pembayaran dan perkembangan transaksi digital membuat masyarakat semakin praktis merencanakan perjalanan mudik. Berdasarkan survei ShopBack Indonesia dengan 1.200 responden pada 2018, sebanyak 55,4 persen responden memesan tiket mudik menggunakan platform e-commerce. Sekitar 12,5 persen lainnya menggunakan situs resmi maskapai, armada bus, angkutan laut, dan kereta api untuk memesan tiket.
Dari seluruh responden, hanya sekitar 19,6 persen mendatangi loket atau kantor resmi pemesanan tiket dan 8,2 persen menggunakan agen travel. Ditambah 4,3 persen menggunakan metode lain.
3. Makna dan esensi mudik
Mudik merupakan momentum penting untuk berkumpulnya keluarga besar secara langsung pada sejak zaman dulu. Namun, kemajuan teknologi membuat komunikasi menjadi lebih mudah sehingga silaturahmi tetap bisa dilakukan tatap muka via video call atau aplikasi komunikasi online lain.
Namun, hal ini dianggap menggeser makna tradisi mudik Lebaran itu sendiri. dosen sejarah Universitas Airlangga (UNAIR), Moordiati, dilansir dari laman resmi UNAIR menyebut tradisi mudik yang banyak berubah.
Hal ini disebabkan oleh peningkatan kehidupan sosial dan gaya hidup, hingga persaingan status sosial masyarakat. “Orang sekarang mudik tidak lagi seperti zaman dulu, mereka pulang bukan karena ada ikatan emosional lagi, tetapi ingin menunjukkan social life mereka di tempat rantay,” ujar Moordiati.
Meski banyak hal telah berubah ke arah yang lebih maju esensi mudik sedikit bergeser. Makna utama mudik, yakni mempererat tali silaturahmi harus selalu dilanggengkan. Semangat mudik merajut kembali kebersamaan dengan keluarga dan merayakan Hari Raya bersama sanak saudara harusnya tetap terjaga.
Sebab, mudik tetap selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Indonesia
(Nada Nisrina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar