Sulsel Kelebihan Beras, Harga Masih Tinggi - Halaman all - Tribun-timur

TRIBUN-TIMUR.COM - Stok beras di Sulsel kini menumpuk. Saking banyaknya, Badan Urusan Logistik (Bulog) Wilayah Sulawesi Selatan dan Barat mengklaim terpaksa menyewa 119 unit gudang untuk menampung beras ratusan ribu ton beras dari petani.
Namun klaim ini disanggah oleh DPRD Sulsel. DPRD menganggap, masih banyak hasil panen petani yang tidak terserap oleh Bulog.
Mereka juga curiga jika gudang Bulog Sulsel masih penuh dengan beras impor.
Kendati beras melimpah namun, berdasarkan pantauan Tribun di sejumlah pasar tradisional, harga beras masih terbilang masih tinggi.
Rata-rata harga beras kelas medium berkisar antara Rp 10 ribu hingga Rp15 ribu per kilogram. Harga itu tidak jauh berbeda ketika harga beras di Indonesia melonjak tajam pada Maret 2024 lalu.
“Harganya masih tetap seperti sebelumnya. Belum ada perubahan,” kata Ismail, seorang pedagang beras di Pasar Pabaengbaeng, Makassar, kemarin. Bahkan, harga beras cenderung naik.
Ia mengatakan, beras denga kualitas medium II, dibanderol dengan harga Rp14 ribu per kilogram.
Sedangkan beras kualitas super seharga Rp14,9 ribu per kg.
Kepala Perum Bulog Wilayah Sulselbar, Fahrurozi mengatakan, hingga saat ini, stok beras di gudang Bulog telah mencapai 437 ribu ton.
Beras-beras tersebut berasal dari daerah-daerah penyangga beras di Sulsel. Seperti Bone, Sidrap, Wajo, Pinrang, dan Bulukumba. Sebagian lagi berasal dari Gowa, Maros, dan Luwu Raya.
Sementara kapasitas gudang milik Bulog Sulselbar hanya mampu menampung 400 ribu ton beras.
Kondisi itu disampaikan oleh Fahrurozi dalam acara rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi B DPRD Sulsel di Gedung DPRD Sulsel, Selasa (29/4).
"Total kapasitas gudang Bulog itu hanya sekitar 400 ribu ton. Dengan kapasitas operasional maksimal 354 ribu ton. Saat ini stok sudah 437 ribu ton, artinya kita mengalami over kapasitas,” ujar Fahrurozi.
Menghadapi kondisi tersebut, Bulog Sulselbar terpaksa mengambil langkah taktis dengan menyewa 119 gudang tambahan.
Langkah ini diambil untuk tetap bisa melakukan penyerapan hasil panen petani, terutama di masa panen raya seperti sekarang.
"Kami sewa 119 gudang untuk mengatasi over stok. Kapasitas gudang sewa itu mencapai sekitar 200 ribu ton. Jadi dengan tambahan ini, kita tetap bisa melanjutkan penyerapan,” jelas Fahrurozi.
Ia juga mengungkap, produksi gabah di Sulsel hingga April 2025 sudah menyentuh angka 2,6 juta ton.
Namun, sarana pengeringan atau dryer masih menjadi kendala karena ketersediaannya belum memadai.
“Sarana pengeringan se-Sulsel hanya sekitar 22 ribu ton per hari. Ini sangat kurang. Maka perlu ada kerja sama dan perhatian untuk membangun pengeringan di wilayah sentra panen,” ucapnya.
Terkait penyerapan gabah, Fahrurozi menjelaskan bahwa dari total target 2 juta ton, Bulog Sulsel baru menyerap sekitar 320 ribu ton, atau baru sekitar 20 persen dari target penyerapan.
“Target penyerapan kita itu 45 persen. Saat ini baru mencapai sekitar 20 persen. Ini terus kita dorong, dan gudang sewa sangat membantu untuk percepatan penyerapan di lapangan,” tutupnya.
Lebihi Target
Dalam pemaparannya, Fahrurozi menjelaskan bahwa sesuai Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2025, Bulog diberi mandat sebagai pelaksana cadangan pangan pemerintah dengan tiga pilar utama: ketersediaan, keterjangkauan, dan stabilisasi harga.
“Bulog ditugaskan menyediakan stok antar tempat dan waktu, memastikan keterjangkauan secara fisik dan ekonomi, serta menjaga stabilisasi harga di tingkat produsen dan konsumen,” ujarnya.
“Stok ini bisa memenuhi kebutuhan beras Sulsel untuk lima bulan ke depan tanpa produksi baru. Jika untuk penyaluran rutin seperti operasi pasar dan bantuan pangan, bisa bertahan hingga 20 bulan,” jelasnya.
Fahrurozi mengungkapkan bahwa produksi gabah di Sulsel hingga April 2025 telah mencapai 2,6 juta ton atau setara 1,27 juta ton beras.
Dari target penyediaan 579 ribu ton gabah yang diberikan kantor pusat, Sulselbar telah menyerap 512 ribu ton, atau sekitar 366 persen dari target awal 139 ribu ton.
“Sampai April, kita sudah menyerap 321 ribu ton beras, atau 55 persen dari target. Ini capaian tertinggi dalam 10 tahun terakhir, bahkan melampaui total serapan tahun 2021 yang hanya 316 ribu ton sepanjang tahun,” ungkapnya.
Meski pencapaian penyerapan sangat tinggi, Fahrurozi menyoroti tantangan di sektor infrastruktur, terutama di wilayah Bone dan Jeneponto yang minim fasilitas pengeringan gabah. Keterbatasan ini sempat menimbulkan potensi penumpukan dan keterlambatan penyerapan.
“Kami sempat alami kendala serius di Bone karena kapasitas dryer yang terbatas. Kami bekerja sama dengan mitra dari Sidrap dan Pinrang untuk membantu menyerap hasil panen di Bone,” ujarnya.
Hal serupa juga terjadi di Jeneponto, yang menjadi salah satu daerah penghasil terbesar namun minim sarana pengolahan.
Untuk mengatasi hal ini, Bulog melakukan pengeringan di Sidrap dan Bulukumba, kemudian mengirim kembali hasilnya ke Jeneponto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar