Pakar Soroti Tren Self Diagnosis, Jadi 'Kompetisi' Siapa Paling Menderita - detik - Opsiin

Informasi Pilihanku

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Pakar Soroti Tren Self Diagnosis, Jadi 'Kompetisi' Siapa Paling Menderita - detik

Share This

 Pakar Soroti Tren Self Diagnosis, Jadi 'Kompetisi' Siapa Paling Menderita



Jakarta -

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) menjadi topik hangat di kalangan netizen dalam beberapa hari terakhir. Hal ini berawal dari unggahan salah seorang netizen yang mendiagnosa dirinya (self diagnosis) mengidap gejala ADHD.

Sebenarnya, tren self diagnosis tidak hanya terjadi pada ADHD saja. Sebelumnya, banyak netizen yang mengaku-ngaku dirinya mengidap gejala gangguan psikologi seperti Obsessive Compulsive Disorder (OCD), bipolar, dan lain-lain.

Fenomena ini akhirnya membuat psikolog klinis Liza Marielly Djaprie, MPsi, CH angkat bicara. Menurutnya, tren self diagnosis membuat banyak orang berlomba-lomba menemukan kondisi psikologis dalam dirinya.

"Kadang ini kayak kompetisi siapa yang paling menderita," ujarnya dalam acara detikPagi, Jumat (9/6/2023).

Liza mengingatkan untuk tidak melakukan self diagnose ketika merasa mengalami gejala gangguan psikologi. Ia pun mengimbau netizen untuk tidak mentah-mentah menerima informasi yang didapat melalui media sosial.

"Jadikanlah itu pengetahuan, dan parameter aja," imbuhnya.

Ia mengatakan jika merasakan gejala yang mengganggu aktivitas, maka segera berkonsultasi dengan profesional untuk mendapatkan diagnosa yang tepat.

"Ketika memang ngerasa ada yang terganggu, tidak hanya hidup sendiri tapi juga interaksi sosial dan pekerjaan, kemudian urusan-urusan yang kecil aja nggak bisa komit dan selalu berantakan, nah ini mungkin waktunya benar-benar pergi ke profesional untuk mendapatkan diagnosa secara tepat," urainya.

NEXTDiagnosis oleh profesional lebih valid

Liza menjelaskan dengan berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater, pasien bisa mendapat diagnosa yang lebih pasti. Karena bisa saja gejala yang dirasakan merupakan efek dari gangguan psikologi yang tidak terpikirkan sebelumnya.

"Kami biasanya di psikolog atau psikiater itu ada diagnosa utamanya apa, nanti ada diagnosa pendamping, ada diagnosa yang tambahan. Mungkin karena dia OCD, jadi tidak bisa fokus, atau berawal dari ADHD dulu yang mengakibatkan dia jadi kayak ketakutan, lupa, jadi diulang lagi tugasnya. Itu bisa juga mengakibatkan terjadinya OCD atau bahkan depresi," terangnya.

Ia pun mengimbau agar pasien sesegera mungkin berkonsultasi dengan tenaga profesional ketika merasakan gejala ketimbang mencari informasi di media sosial.

"Jangan menjadikan itu sebagai patokan yang patok banget, jadi coba untuk pergi ke profesional untuk mendapatkan gambaran secara detail, untuk mendapatkan penjelasan yang lebih mendalam. Jadi tanyalah pada profesional, bukan tanya TikTok," pungkasnya.


(up/up)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here